Mukadimah
Hizbut Tahrir didirikan oleh Taqiyuddin An Nabhani. Gerakan ini berpusat di Yordania, Syiria, dan Libanon. Menyebarkan virusnya ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia.
Dalam bukunya “Mengenal HT, 2001” disebutkan bahwa Hizbut Tahrir adalah parpol yang berideologi Islam, Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik, bukan organisasi kerohanian, bukan lembaga ilmiyah, bukan lembaga pendidikan, dan bukan lembaga sosial.
Membahas tentang Hizbut Tahrir haruslah mengetahui tentang firqah Mu’tazilah. Hal ini penting karena golongan ini tidak segan-segan melakukan penipuan besar-besaran dengan mengatakan bahwa manhaj yang mereka tempuh adalah manhaj jumhur Ahlul Ilmi (Ahli Hadits).
Padahal kenyataannya, pernyataan para imam justru sebaliknya (akan datang penjelasannya). Mu’tazilah menyatakan bahwa hadits ahad tidak bisa memberikan faedah apa-apa melainkan dzan (prasangka) belaka.
Padahal untuk menetapkannya sebagai akidah mestilah memerlukan dalil yang Qath’i (pasti). Jadi dasar pijakan Hizbut Tahrir sebenarnya bersumber dari dasar pijakan kaum Mu’tazilah yang telah menyimpang dari pemahaman Salafus Shalih (Islam).
Maka janganlah tertipu dengan pengakuan mereka yang dusta. Mu’tazilah-lah nenek moyang dan pendahulu mereka!
Akidah Hizbut Tahrir
A. Kesesatan Akidah Hizbut Tahrir
Membahas Hizbut Tahrir haruslah mengetahui tentang Mu’tazilah. Hal ini penting karena firqah ini tidaklah segan-segan untuk berdusta dan berlaku keji dengan menisbatkan diri bahwa manhaj yang mereka tempuh adalah manhaj jumhur Ahlul Ilmi sebagaimana perkataannya : “Jumhur kaum Muslimin baik dari kalangan shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, serta ulama-ulama setelah mereka baik dari kalangan muhadditsin, fuqaha, serta ulama ushul sepakat bahwa hadits ahad hanya menghasilkan dzan (dugaan) saja, tidak menghasilkan keyakinan.” (Syamsudin Ramadlan, Absahkah? Berdalil Dengan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah Dan Siksa Kubur, halaman …, 2001)
Padahal kenyataannya, pernyataan para imam justru sebaliknya (akan datang penjelasannya). Azas yang paling menonjol dari Mu’tazilah yaitu dalam memahami dan melaksanakan Islam, mereka menjadikan akal sebagai hakim/tolok ukur kebenaran. Kedua (akibat dari prinsip pertama tersebut) adalah menolak hadits ahad dalam masalah akidah. Hadits ahad (menurut akal filsafat Mu’tazilah) tidak bisa memberikan faedah apa-apa kecuali dzan (dugaan) belaka. Sementara HT menyatakan bahwa : “Hadits ahad tidak bisa memberikan faedah ilmu dan yakin, hal ini telah disepakati oleh orang-orang yang berakal.” (Syamsudin Ramadlan, Absahkah? Berdalil Dengan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah Dan Siksa Kubur, halaman …, 2001)
Sedangkan iman yang dibangun di atas dzan adalah kekufuran (naudzubillah)!! berikut ucapan Abdurrahman Al Baghdadi (gembong HT di Bogor) : “Sesungguhnya mengambil khabar ahad dalam masalah akidah sama artinya telah mengambil dzan dan telah memperturutkan hawa nafsu. Tentunya, hal semacam ini adalah perbuatan haram. Mengambil khabar ahad dalam masalah akidah sama artinya dengan membangun akidah di atas dzan. Iman yang dibangun di atas dzan tentu di dalamnya akan dipenuhi oleh keraguan dan kontradiksi. Padahal ini adalah sebuah kekufuran … .”
“Akhir kata, kegigihan untuk tetap mengambil khabar ahad dalam masalah akidah, serta terus komitmen pada pendapat tersebut merupakan sikap kepala batu.” (Syamsudin Ramadlan, Absahkah? Berdalil Dengan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah Dan Siksa Kubur, halaman …, 2001)
Ucapan Abdurrahman yang keji di atas mengandung takfir (pengkafiran) terhadap Salafus Shalih dan kaum Muslimin Ahlus Sunnah wal Jamaah. Lihat betapa jahatnya penentangan dan permusuhan Hizbut Tahrir terhadap manhaj Salafus Shalih yang menyatakan wajibnya mengimani dan membenarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang rawinya terpecaya dan sampai kepada kita dengan sanad yang shahih, baik itu berupa hadits ahad maupun mutawatir. Jadi dasar pijakan firqah Hizbut Tahrir sebenarnya bersumber dari dasar pijakan kaum Mu’tazilah yang telah menyimpang dari pemahaman Salafus Shalih. Maka janganlah tertipu dengan pengakuan-pengakuan mereka yang dusta. Mu’tazilah-lah nenek moyang dan pendahulu mereka!
Para ulama Ahlus Sunnah baik yang dahulu maupun pada masa sekarang telah banyak menulis kitab yang memperingatkan kesesatan pemahaman Mu’tazilah dengan dalil-dalil dan keterangan-keterangan tentang wajibnya berpegang dengan hadits ahad (yang shahih) baik dalam masalah hukum maupun akidah. Salah satu dalil yang dibawakan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dengan sanad shahih oleh Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika mengutus Muadz radhiallahu ‘anhu ke negeri Yaman, beliau bersabda kepadanya :
“Jadikanlah yang pertama engkau dakwahkan kepada mereka adalah syahadat Laa Ilaaha Illallah (tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah).”
Siapakah Muslim yang ragu bahwa syahadat ini merupakan azas/pokok Islam yang pertama kali? Artinya sebagai akidah pertama yang diatasnya dibangun keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya? Sesungguhnya Muadz telah pergi sendirian saja sebagai penyampai dan juru dakwah yang menyeru kaum musyrikin agar mereka beriman kepada Dienul Islam.
Maka datanglah kaum filsafat ini dengan bukunya yang penuh kedustaan dan pengkafiran terhadap Ahlus Sunnah yang berjudul Absahkah? Berdalil Dengan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah Dan Siksa Kubur§) untuk membantah Syaikh Albani (menurut dzan mereka). Mereka datang dengan membawa kilahnya orang yang sedang kebingungan dengan perkataannya : “Hal-hal di atas sama sekali tidak menunjukkan bolehnya mengambil khabar ahad untuk membangun pokok akidah, akan tetapi hanya menunjukkan bolehnya menerima Tabligh Islam (baik tabligh dalam masalah hukum maupun akidah) dengan khabar ahad. Penerimaan terhadap Tabligh Islam tidaklah berarti menerima khabar ahad untuk menetapkan akidah. Tabligh (penyampaian) berbeda dengan Itsbat (penetapan). Seseorang boleh menolak Tabligh Khabar seseorang, buktinya Umar bin Khattab menolak khabar yang disampaikan oleh Hafshah tentang Al Qur’an(?). Umar menolak tabligh, sebab dari sisi itsbat berita riwayat itu tidak disandarkan pada bukti yang qath’i … . Al Qur’an dari sisi itsbatnya adalah khabar mutawatir … . Meskipun Al Qur’an didakwahkan seorang diri kepada penduduk Jepang, tidak otomatis bahwa Al Qur’an menjadi riwayat ahad.” (Absahkah? Berdalil Dengan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah Dan Siksa Kubur, Syamsudin Ramadlan, halaman 49-50, 2001)
Maka benarlah apa yang dikatakan Syaikh Albani : “Mengapa mereka jadi begini? Sesungguhnya mereka telah datang dengan membawa filsafat, kemudian mereka terperangkap secara sambung-menyambung ke dalam banyak filsafat. Akhirnya dengan filsafat tersebut mereka keluar dari jalan lurus yang pernah ditempuh para shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Ucapan mereka yang bingung itu tidaklah menggugurkan kenyataan bahwa Muadz radhiallahu ‘anhu adalah da’i Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam di negeri Yaman. Akidah Islamiyah diajarkan dengan khabar ahad Muadz radhiallahu ‘anhu, sebagaimana Muadz radhiallahu ‘anhu (dan para shahabat lainnya) menerima khabar tersebut dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. (Bersambung Bantahan Ilmiyah Terhadap Kesesatan Akidah Hizbut Tahrir).