NASEHAT ASATIDZAH AHLUS SUNNAH UNTUK SALAFIYYIN
TA’AWUN AHLUS SUNNAH MEWUJUDKAN DAURAH MASYAIKH
Nasehat dari
Al-Ustadz ‘Afifuddin As-Sidawi, hafizhahullah
Salah satu prinsip penting dalam Islam yang banyak disebutkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah adalah prinsip At Ta’awun ‘ala al-Birri wa at-Taqwa (saling membantu di atas kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala). Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Hendaklah kalian tolong menolong dalam perkara kebaikan dan ketaqwaan dan janganlah kalian tolong menolong dalam perkara dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah:2)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu :
“Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Prinsip ta’awun (tolong-menolong) ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ukhuwah islamiyyah imaniyyah di kalangan kaum muslimin. Tiada ukhuwah tanpa ta’awun. Ukhuwah yang jujur adalah sebuah ukhuwah yang di dalamnya ada unsur ta’awun. Seseorang dikatakan dusta ukhuwahnya apabila dia tidak memiliki jiwa ta’awun terhadap orang lain dan seseorang itu dikatakan jujur ukhuwahnya apabila memiliki prinsip ta’awun ‘ala al-Birri wa at-Taqwa. Hal ini telah diisyaratkan oleh ar-Rasul ‘alaihi shalatu wassalam dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Al Imam Bukhari dan Al Imam Muslim dalam shahih keduanya dari sahabat Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhuma dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempermisalkan keadaan kaum muslimin dalam hal saling membantu dan saling mencintai seperti sebuah jasad. Beliau bersabda:
“Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling cinta, saling menyayangi, dan saling bantu-membantu diantara mereka bagaikan sebuah jasad.” (Muttafaqun’alaihi)
Dari hadits ini menunjukkan bahwasannya di antara konsekuensi ukhuwah adalah harus ada unsur saling mencintai, menyayangi, dan saling tolong menolong antar sesama kaum muslimin.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa acara dauroh masyayikh Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang ke-5 -insya Allah- sudah tinggal hitungan hari. Maka di sini bagi seorang muslim yang menginginkan kebaikan, tentu dia akan berupaya untuk ber-ta’awun dan bahu membahu untuk mensukseskan acara besar tahunan yang sangat banyak kemaslahatan dan faedahnya ini. Faedah itu baik berupa faedah ilmiyah, ‘amaliyah, dan faedah da’wiyah, serta faedah-faedah lainnya yang dapat dirasakan oleh semua pihak.
Ber-ta’awun dalam masalah seperti ini bisa dilakukan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al-Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyah dalam kitabnya al-Fawaid yaitu bisa berupa:
* Maal (harta benda). Dengan menyisihkan sebagian rizki kita untuk membantu acara tersebut.
* Jaah (kedudukan yang kita miliki), yaitu dengan mempermudah urusan-urusan yang berkaitan dengan acara tersebut, misalnya mengurus perizinan kepada pemerintah dan semisalnya.
* Badzlul Khidmah. Membantu secara fisik. Ikut gotong-royong atau kerja bakti.
* An-Nashihah wal Irsyad. Bekerjasama dengan memberikan masukan-masukan yang membangun, ide-ide yang briliant, memberi motivasi dan semangat.
* Ad-Du’a. Ikut mendo’akan kebaikan dan kesuksesan bagi acara tersebut.
Inilah lima cara yang bisa kita lakukan dalam rangka untuk ber-ta’awun ‘ala al-birri wa at-taqwa, dalam semua hal khususnya untuk mensukseskan acara Dauroh ke-5 di Bantul dan Sleman, Yogyakarta ini.
Al-Imam al-Mawardi dalam kitabnya Adab ad-Dunya wa ad-Dien menyebutkan ada empat jenis orang terkait dengan masalah at-ta’awun ‘ala al-birri wa at-taqwa. Mereka itu adalah:
1. Al-Mu’inul Musta’in. Yaitu seseorang yang biasa membantu orang lain dan di saat yang sama dia juga membutuhkan bantuan dari orang lain. Dia adalah seorang yang adil dan shalih. Menunaikan kewajibannya dan juga mendapatkan haknya. Orang yang seperti ini adalah saudara yang adil.
2. Man Laa Yu’in wa Laa yasta’in. Seseorang yang tidak memiliki jiwa ta’awun dan di saat yang sama dia tidak mau meminta bantuan dari orang lain. Ini type individualis. Dia menghalangi dirinya dari kebaikannya dan mematahkan kejelekan ini. Bukan seorang teman yang diharapkan kebaikannya namun bukan pula musuh yang dikhawatirkan kejelekannya.
3. Man Yasta’in wa La Yu’in. Seseorang yang senang meminta bantuan dari orang lain tetapi di saat yang sama tidak mau memberikan bantuannya kepada orang lain. Dia adalah orang yang tercela dan menjadi beban bagi orang lain. Tidak ada kebaikan yang bisa diharapkan dari orang ini, dan tidak ada kejelekan yang kita bisa merasa aman darinya. Ini adalah tipe orang yang paling jelek.
4. Man Yu’in wa La Yasta’in. Seseorang yang memiliki jiwa ta’awun yang sangat tinggi, suka membantu, tetapi di saat yang sama tidak mau meminta bantuan dari orang lain. Inilah seseorang yang sangat mulia tabiatnya dan terpuji tindakannya. Dia telah mengumpulkan dua keutamaan yaitu memulai memberi bantuan kepada orang lain dan merasa cukup dari meminta bantuan orang lain. Ini adalah tipe orang yang terbaik.
Maka sebagai seorang muslim yang baik dan menginginkan kebaikan dunia da akhiratnya, maka dia akan berusaha sekuat tenaga untuk memiliki sifat yang terbaik, minimalnya tipe yang pertama yaitu suka membantu dan dibantu. Yang paling utama adalah tipe terakhir, yaitu dia suka membantu dan disaat yang sama dia tidak mau meminta bantuan dari orang lain.
Mudah-mudahan acara Dauroh Masyayikh Nasional yang ke-5 ini bisa menjadi ajang perwujudan at-ta’awun ‘ala al-birri wa at-taqwa dan sebagai ajang untuk membuktikan kejujuran ukhuwah islamiyyah dan ukhuwah imaniyyah di kalangan kita semuanya kaum muslimin, khususnya salafiyyin dengan memberikan ta’awun dengan apa yang dia miliki.
Wallahul musta’an, Walhamdulillahi Rabbil’alamin…
Gresik, 19 Rajab 1430 H
12 Juli 2009 M