MENERUSKAN PERNIAGAAN YANG TAK PERNAH RUGI

MENERUSKAN PERNIAGAAN YANG TAK PERNAH RUGI

Beritahu yang lain

Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Di tulis Oleh Al Ustadz Marwan abu hafsh

Belum lama telah kita lewati suatu musim dari musim-musim perniagaan akhirat yang kekal, yaitu suatu perniagaan yang akan menyelamatkan kita sekalian dari adzab yang pedih, dan suatu perniagaan yang tidak akan rugi selamanya. Telah berlalu dari kita bulan romadhan yang diberkahi, yang padanya suatu amalan sunnah membuahkan hasil keberuntungan pahala faridhah, dan amalan faridhah di dalamnya membuahkan hasil keberuntungan pahala tujuh puluh kali faridhah, seseorang mendapatkan keberuntungan dengan amalan yang dilakukan pada satu malam saja dengan keberuntungan amalan seribu bulan, mendapatkan kemenangan di dalamnya orang-orang yang istiqomah dan orang-orang yang beramal sholeh dengan rahmat Alloh Ta’aala.

Orang-orang yang berdosa mendapatkan pengampunan dari Alloh Ta’aala, dan orang-orang yang berhak masuk ke dalam api neraka dari kalangan pelaku dosa besar yang membinasakan terbebaskan dari neraka jika mereka bertaubat kepada Robb mereka. Barang siapa yang puasa di siang harinya dan siapa yang menegakkan sholat di malamnya dalam keadaan iman dan mengharapkan pahala dari Alloh Ta’aala maka ia akan diampuni Alloh Ta’aala dari dosa-dosanya yang telah lalu.

Telah melewati kita bulan itu dengan kebaikan-kebaikan bulan tersebut, dan kita menghidupkan hari-hari dan malam-malamnya, maka kita hendaklah menghisab diri-diri kita apa yang telah kita peroleh dari keberuntungan di bulan tersebut? Apa yang telah kita ambil faedahnya pada bulan tersebut? Dan apa pengaruh-pengaruh baik pada diri-diri kita? Dan sejauh mana pengaruh-pengaruh baik tersebut atas tingkah laku kita? Apakah kita mendapatkan keberuntungan ataukah kita mendapatkan kerugian? Dan apakah amalan-amalan kita di bulan tersebut diterima Alloh Ta’aala ataukah tertolak?

Sungguh para pendahulu kita dari kalangan salafus sholeh –rohimahumulloh Ta’aala– ketika telah berakhir bulan romadhan maka mereka tertimpa kesedihan, mereka bertanya apakah amalan mereka diterima atau tidak?

Sehingga mereka berdoa kepada Alloh Ta’aala selama enam bulan dengan harapan agar Alloh menerima amalan bulan romadhan mereka. Mereka sebagaimana Alloh Ta’aala sifatkan dengan firmanNya :

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ () أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ ()

Artinya : Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka,

Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. (Al Mukminuun : 60-61).

Mereka takut untuk ditolak atas mereka amalan mereka lebih besar dari ketakutan orang-orang yang berdosa terhadap adzab yang akan ditimpakan karena dosa-dosa mereka, karena Alloh Ta’aala mengatakan :

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. (Al Maidah : 27).

Bahwasannya diterimanya amalan seorang hamba dan seorang mendapatkan keberuntungan selama di bulan romadhan sungguh di sana terdapat tanda-tanda padanya. Dan seorang mendapat kerugian dan penolakan amalan juga terdapat tanda-tanda yang jelas yang diketahui setiap manusia dari dirinya sendiri, maka hendaklah anda sekalian memikirkan terhadap jiwa-jiwa anda sekalian. Barang siapa yang keadaannya di dalam kebaikan dan dalam keaadaan istiqomah setelah romadhan dan lebih baik keadaannya dibanding keaadaan sebelumnya, demikian pula orang-orang yang menjadi lebih baik akhlaknya dan besar semangatnya dalam ketaatan, dan seseorang menjauhkan dari perbuatan kemaksiatan dan lari dari padanya setelah romadhan maka semua itu merupakan tanda atas diterimanya amalan sholehnya di bulan romadhan dan merupakan tanda bahwa seorang hamba tersebut mendapatkan keberuntungan pada perniagaannya di bulan romadhan.

Dan barang siapa yang keadaannya setelah bulan romadhan sebagaimana keaadaan sebelumnya atau lebih jelek keaadaannya, terus berada pada keaadaan kemaksiatan dan jauh dari amalan ketaatan, terus menerus dalam perbuatan-perbuatan yang diharamkan Alloh Ta’aala, dan meninggalkan kewajiban-kewajiban yang diberikan Alloh Ta’aala, meninggalkan sholat dan tidak menghadiri sholat jum’at atau sholat jama’ah, ia mendengar seruan adzan akan tetapi tidak memenuhinya, ia berbuat kemaksiatan dan tidak bertaubat, dan ia tidak memasuki rumah-rumah Alloh Ta’aala bersama kaum muslimin, dan tidak membaca kitabulloh, dan tidak terpengaruh dengan nasehat dan ancaman, dan tidak takut terhadap ancaman adzab, yang didengarnya perkara-perkara yang diharamkan, perkataannya adalah kedustaan, hobinya adalah merokok dan minum khomer, demikian pula suka terhadap suap, riba dan jual beli barang-barang yang diharomkan, menipu dalam bermuamalah, tipu daya, dan perbuatan-perbuatan fajir lainnya. Kemudian faedah apa yang di dapatkan dari bualan romadhan tersebut dan dari musim-musim pengampunan dan keridhaan? Sungguh mereka tidaklah mendapatkan kemanfaatan kecuali dosa-dosa dan kerugian-kerugian, adzab dan neraka, sebagaimana yang dikhabarkan dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bahwa jibril mengatakan kepadanya :

Dan orang-orang yang mendapati bulan romadhan dan ia tidak mendapatkan pengampunan, maka kemudian ia wafat sehingga ia masuk ke dalam api neraka dan semoga Alloh Ta’aala jauhkan orang tersebut dari rohmatNya, katakanlah wahai Muhammad : Aamiin.. Maka aku katakan : Aamiin.

Demikianlah pengkhabaran dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dari Jibril –‘Alaihis salaam- bahwa seseorang yang mendapati bulan Romadhan dan ia tidak mendapatkan pengampunan baginya dan kemudian ia mati di atas keadaan tersebut maka ia termasuk penduduk neraka. Dan Jibril mendoakan kejelekan terhadap orang tersebut yaitu doa untuk dijauhkan dari rahmat Alloh dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengaminkan terhadap perkara tersebut, alangkah besarnya kerugian tersebut, alangkah beratnya musibah tersebut, dan alangkah ngerinya adzab tersebut.

Wahai hamba-hamba yang mengetahui di bulan romadhan bahwa anda sekalian adalah memiliki Rabb, bagaimana anda sekalian melupakanNya setelah romadhan? Wahai hamba-hamba yang mengetahui bahwa Alloh Ta’aala telah mewajibkan atas anda sekalian sholat lima waktu dengan berjama’ah di masjid-masjid, bagaimana kalian menjadi bodoh terhadap perkara tersebut atau kalian berlagak bodoh terhadap perkara tersebut setelah romadhan? Wahai hamba-hamba yang mengetahui di bulan romadhan bahwa di hadapan anda sekalian adalah terdapat jannah dan neraka, pahala dan balasan adzab, maka bagaimana anda sekalian melupakannya setelah romadhan? Dan wahai hamba-hamba yang dulunya memenuhi masjid-masjid di bulan romadhan dan anda sekalian membaca Al Quran di bulan romadhan, maka bagaimana anda sekalian sekarang menjauhi masjid-masjid tersebut dan menjauhi Al Qur’an setelah romadhan? Kita meminta perlindungan kepada Alloh Ta’aala dari kebutaan setelah di atas ilmu, dan dari kesesatan setelah petunjuk. Sungguh dulunya masjid-masjid pada bulan romadhan penuh sesak dengan orang-orang yang sholat di lima waktu, yaitu dari kalangan kaum pria yang bukan turun dari langit demikian pula bukan orang-orang yang datang dari safar, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang bertempat tinggal di dekat masjid-masjid tersebut sepanjang tahun dan memenuhi rumah-rumah, akan tetapi mereka tidaklah mengenal masjid-masjid tersebut di selain bulan romadhan, dan mereka juga tidak takut kepada Alloh Ta’aala di selain bulan romadhan.

Dan lebih mengherankan lagi bahwa mereka memiliki bapak-bapak, atau saudara-saudara yang mereka menjaga sholat sepanjang tahun, akan tetapi mereka ini tidaklah mengingkari perbuatan anggota keluarga yang lain yang meninggalkan shalat berjama’ah ke masjid dengan melakukan pembiaran kepada anggota keluarga yang lain tersebut, sedangkan mereka hidup bersama, bersaudara dengan baik, makan bersama dan duduk-duduk bersama, maka ketika datang waktu sholat, mereka yang menjaga sholat tadi berdiri untuk mengerjakan sholat, namun di waktu yang sama mereka membiarkan anggota-anggota keluarga yang lain tadi seraya menutup pintu-pintu rumah dan mereka di dalam rumah bersama isteri-isteri dan anak-anak, tanpa ada rasa takut kepada Alloh Ta’aala, bukankah telah turun laknat dan kemarahan terhadap bani Israil karena semisal perbuatan anda sekalian ini, sedangkan anda sekalian membaca ayat ini di dalam Kitabulloh, firman Alloh Ta’aala :

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا وَّكَانُوا يَعْتَدُونَ () كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ ()

Telah dila’nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.

Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (Al Maidah : 78-79).

Dan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah mentafsirkan ayat tersebut bahwa salah satu dari kalangan mereka (Bani Israil) melihat kepada yang lainnya di atas kemaksiatan, maka ia kemudian mencegahnya. Kemudian di lain waktu ia melihatnya dan ia tidak mencegahnya, karena orang tersebut adalah teman makan dan teman bermajlis. Maka ketika Alloh Ta’aala melihat perkara tersebut ada pada mereka maka Alloh Ta’aala cerai-beraikan hati-hati satu dengan yang lainnya dan Alloh Ta’aala laknat terhadap mereka atas lisan Dawud dan lisan ‘Isa bin Maryam.

Sungguh kita semua berkeyakinan bahwa mereka yang diam terhadap anak-anak mereka dan orang-orang yang menghuni rumah-rumah mereka, yaitu jika mereka meninggalkan sholat kalaulah anaknya atau saudaranya mengurangi sedikit saja dari harta bendanya maka ia tidak akan tinggal diam dan ia tidaklah membiarkan tinggal di rumahnya bahkan muncullah keberaniannya, keperkasaannya dan kecemburuannya terhadap perkara dunia tersebut, adapun perkara agama maka tidaklah ada kepentingan terhadap urusan agama tidaklah ada perhatiaannya. Maka jagalah ketaqwaan kepada Allah Ta’aala dan takutlah dari adzab yang disegerakan dan adzab yang ditunda (di akhirat). Telah binasa ribuan manusia dan diusir jutaan manusia dari negeri-negeri, anda sekalian bersenang-senang ketika di masa aman dan anda sekalian berjalan dengan kesombongan dengan kekayaan dan kemewahan, dan anda sekalian bersenang-senang dengan sebaik-baik makanan dan berbagai perkara yang menyenangkan akan tetapi anda sekalian tidak bersyukur terhadap nikmat Alloh Ta’aala. Maka hati-hatilah dari adzab Alloh Ta’aala, firman Alloh Ta’aala :

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Artinya : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrohim : 7).

Dan firman Alloh Ta’aala :

ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَىٰ قَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ ۙ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

(Siksaan) yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Al Anfaal : 53).

Wallahu Ta’aala a’lam.