Di tulis Oleh al ustadz Abu Utsman Kharisman
Mohon penjelasan tentang hadits ini: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: “Tadi malam aku bermimpi melihat seseorang dari kalangan umatku didatangi Malaikat Maut yang akan mencabut nyawanya. Kemudian datanglah amal kebaikan kepada orangtuanya (birrul walidain), lalu amal itu menghalangi Malaikat Maut (untuk mencabut nyawanya)”(H.R Thabrani, At-Tirmidzi)
Jawaban:
Lafadz hadits yang ditanyakan adalah sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بنِ سُمْرَةَ بِنْ جُنْدَبِ قَالَ : خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا وَكُنَّا فِي صُفَّةٍ بَالْمَدِينَةِ فَقَامَ عَلَيْنَا فَقَالَ : « إِنِّي رَأَيْتُ البَارِحَةَ عَجَبًا ، رَأَيْتُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي أَتَاهُ مَلكَ الْمَوْتِ لِيَقْبِضَ رُوُحَهُ فَجَاءَ بِرُّهُ بِوَالِدَيْهِ فَرَدَّ مَلَكَ الْمَوْتِ عَنْه
Dari Abdurrahman bin Samuroh bin Jundab beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam pada suatu hari keluar menuju kami pada saat kami berada di Shuffah di Madinah. Kemudian beliau berdiri di hadapan kami dan berkata: Sesungguhnya tadi malam aku melihat (dalam mimpi) sesuatu yang menakjubkan. Aku melihat seorang laki-laki dari umatku yang didatangi Malaikat Maut untuk mencabut nyawanya kemudian datanglah (amal) birrul walidain (berbakti kepada kedua orangtua) yang menolak Malakul Maut tersebut (H.R atTirmidzi dalam Nawaadirul Ushuul).
Kalimat pada hadits di atas sebenarnya adalah potongan dari hadits yang panjang tentang amalan-amalan yang menyelamatkan seseorang dari adzab kubur. Jika dikatakan dalam pertanyaan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh atThobarony, khusus potongan kalimat yang menyebut birrul walidain tidak ada dalam riwayat atThobarony. atTirmidzi yang meriwayatkan hadits ini pula bukanlah al-Imam atTirmidzi (Muhammad bin Isa bin Sauroh Abu Isa) yang menyusun kitab Sunan. atTirmidzi yang meriwayatkan hadits ini adalah atTirmidzi al-Hakiim (Muhammad bin Ali bin al-Hasan Abu Abdillah al-Hakiim).
Hadits ini disebutkan/ dinukil oleh para Ulama dalam beberapa karya atau ceramah mereka. Di antaranya Ibnu Katsir dalam tafsirnya ketika menafsirkan surat Ibrohim ayat 27, beliau menyebutkan lengkap sanadnya. Demikian juga Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah dalam kitab arRuuh dan kitab al-Waabilus Shoyyib.
Bahkan dalam kitab al-Waabilus Shoyyib Ibnul Qoyyim memberikan penekanan bahwa hadits ini hendaknya dihafalkan oleh setiap muslim. Beliau menyebutkan hadits ini ketika menjelaskan faidah/ manfaat dzikir yang ke-73. Setelah beliau menyebutkan hadits tersebut, beliau menjelaskan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengagungkan perihal hadits itu dan menyatakan bahwa penguat-penguat dari hadits-hadits yang shahih mendukungnya. Ibnul Qoyyim menyatakan:
وكان شيخ الإسلام ابن تيمية قدس الله روحه يعظم شأن هذا الحديث وبلغني عنه أنه كان يقول : شواهد الصحة عليه
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –semoga Allah mensucikan ruhnya- mengagungkan perkara hadits ini dan sampai kepadaku (kabar) dari beliau bahwa beliau berkata: penguat-penguat (dari hadits-hadits) yang shahih mendukungnya.
Al-Imam al-Qurthuby juga menyebutkan hadits itu dalam atTadzkiroh fii ahwaalil mawtaa wa umuuril aakhiroh. As-Suyuthy menyebutkannya dalam syarhus Shuduur bi syarhi haalil mawtaa wal qubuur. Hadits ini juga tersebut dalam Ma’aarijul Qobuul.
Syaikh Muhammad bin Sholih bin Utsaimin rahimahullah dalam salah satu transkrip khutbahnya juga menyebutkan hadits ini pada permulaan khutbahnya. Hal tersebut terdapat dalam ad-Dhiyaaul Laami’ minal Khuthobil Jawaami’ pada Khutbah yang ke-4 pada bagian ke-9 tentang khutbah materi umum.
Sepintas jika kita membaca paparan di atas, seakan-akan kita akan menarik kesimpulan bahwa hadits tersebut shahih atau hasan sehingga bisa dijadikan hujjah, karena beberapa para Ulama Ahlussunnah menyebutkannya dalam konteks pendalilan. Tapi ternyata Syaikh al-Albaniy melemahkan hadits ini pada beberapa karyanya di antaranya Dhaiful Jami’ dan Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaiifah. Syaikh al-Albaniy menjelaskan panjang lebar dalam Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaiifah alasan-alasan yang kuat tentang kelemahan hadits itu. Sebelum Syaikh al-Albaniy, sudah ada beberapa Ulama yang menjelaskan sekilas atau mengisyaratkan kelemahan hadits tersebut. Seperti al-Haytsamiy yang menyatakan dalam Majmauz Zawaaid bahwa hadits ini diriwayatkan oleh atThobarony dalam 2 sanad yang keduanya dhaif. Al-Munawi dalam Faidhul Qodiir menukilkan penilaian para Ulama tentang hadits tersebut, di antaranya ucapan al-Haytsamiy tersebut. Selain itu beliau juga menukil pendapat al-Iroqiy yang menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan al-Khorooithy dalam “al-Akhlaaq” dan sanadnya dhaif. Juga Ibnul Jauzi yang menyatakan bahwa hadits ini tidak shahih.
Hadits tersebut dinilai oleh Syaikh al-Albany sebagai hadits yang munkar jiddan dan mengalami idhtiroob (keguncangan) dalam sanad maupun matannya. Jika kita perhatikan dengan seksama, memang benar bahwa selain setiap jalur periwayatan lemah (bahkan sangat lemah), periwayatannya idhtiroob (guncang) atau tidak konsisten dalam penyebutan matannya.
Sebagai contoh, hadits riwayat atTirmidzi menyebutkan tentang birrul waalidain, sedangkan riwayat atThobarony tidak. Hadits riwayat atTirmidzi menyebutkan bahwa birrul waalidain menyebabkan Malaikat Maut terhalang dari mencabut nyawanya. Selain itu dalam riwayat atTirmidzi disebutkan bahwa amalan silaturrahim menyebabkan seseorang yang awalnya tidak diajak bicara oleh sekelompok kaum mukminin menjadi diajak berbicara oleh mereka. Sedangkan riwayat atThobarony (yang disebutkan al-Haytsamiy) selain tidak menyebutkan birrul walidain juga menyatakan bahwa saat Malaikat Maut akan mencabut nyawanya, yang menghadapinya adalah silaturrahim. Ini menunjukkan keguncangan dalam penggabungan beberapa riwayat.
Perhatikan perbedaan kedua riwayat tersebut berikut ini:
Riwayat atTirmidzi al-Hakiim menyatakan:
رَأَيْتُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي أَتَاهُ مَلكَ الْمَوْتِ لِيَقْبِضَ رُوُحَهُ فَجَاءَ بِرُّهُ بِوَالِدَيْهِ فَرَدَّ مَلَكَ الْمَوْتِ عَنْه
Aku melihat seorang laki-laki dari umatku yang didatangi Malaikat Maut untuk mencabut nyawanya kemudian datanglah (amal) birrul walidain (berbakti kepada kedua orangtua) yang menolak Malakul Maut tersebut.
Selanjutnya, setelah beberapa kalimat berikutnya dinyatakan:
وَرَأَيْتُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي يُكَلِّمُ الْمُؤْمِنِيْنَ فَلَا يُكَلِّمُوْنَهُ، فَجَاءَتُهُ صِلَةُ الرَّحِمِ، فَقَالَتْ: يَا مَعْشَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ، كَلِّمُوْهُ، فَكَلِّمُوْهُ
dan saya melihat seorang laki-laki dari umatku yang mengajak bicara kaum mukminin tapi mereka tidak berbicara dengannya. Kemudian datang silaturrahim berkata: Wahai kaum mukminin, ajaklah ia bicara. Maka kemudian mereka mengajaknya bicara
Itu adalah pada riwayat atTirmidzi al-Hakiim.
Sedangkan pada riwayat atThobarony yang disebutkan al-Haytsamiy dalam Majmauz Zawaaid :
وَرَأَيْتُ رَجُلًا مِنْ أُمَّتِي جَاءَهُ مَلَكُ الْمَوْتِ لِيَقْبِضَ رُوْحَهُ فَجَاءَتْهُ صِلَةُ الرَّحِمِ فَقَالَتْ : إِنَّ هَذَا كَانَ وَاصِلًا لِرَحِمِهِ فَكَلَّمَهُمْ وَكَلَّمُوْهُ وَصَارَ مَعَهُمْ
Dan aku melihat seorang laki-laki dari umatku didatangi oleh Malaikat Maut untuk mencabut nyawanya kemudian datang kepadanya silaturrahim dan berkata: Sesungguhnya orang ini dulu menyambung silaturrahmi maka ia berbicara dengan mereka dan merekapun berbicara dengannya, dan bergabung bersama mereka
??KESIMPULAN:
Hadits itu lemah tidak bisa digunakan sebagai hujjah. Penelitian tentang hadits ini semakin menguatkan bukti kepakaran Syaikh al-Albaniy dalam bidang hadits. Beliau tidak taklid kepada siapapun, meski itu Ibnul Qoyyim atau Ibnu Taimiyyah yang sebenarnya adalah Ulama yang menjadi panutan beliau. Penjelasan Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah pada nomor riwayat 7129 untuk membuktikan bahwa hadits tersebut lemah, sangat detail dan kuat hujjahnya. Maka bagi pembaca yang mampu untuk merujuk pada kitab tersebut akan bisa mendapat faidah ilmiyah tambahan yang banyak, insyaAllah.
Baarakallahu fiikum.