Kriteria Hadits Shahih (Bag ke-2)
Pada bagian yang pertama terdahulu telah disampaikan bahwa kriteria atau persyaratan hadits shahih ada 5, yaitu:
1. Sanadnya bersambung.
2. Para perawinya adil.
3. Para perawinya kokoh dalam periwayatan (dhobth).
4. Tidak syadz
5. Tidak memiliki illat (penyakit/ cacat) yang tercela
Tulisan pada bagian ini masih akan membahas kriteria hadits shahih yang ke-1, yaitu sanadnya bersambung.
✅Beberapa Kondisi Tidak Bersambungnya Sanad
Jika sanadnya tidak bersambung, riwayat itu lemah, tidak shahih. Ada beberapa keadaan sanad yang terputus atau tidak bersambung, yaitu:
1. Munqothi’ : terputus pada bagian manapun dalam sanad. Berapapun jumlah perawi yang terputus.
2. Mursal, terputus pada perawi Sahabat. Dari seorang Tabi’i (murid Sahabat Nabi) langsung menisbatkan hadits pada Nabi.
3. Mu’dhol, terputus pada 2 atau lebih perawi secara berurutan.
4. Mu’allaq, terputus di awal sanad
5. Mudallas, tidak meyakinkan sebagai sanad yang bersambung karena perawinya suka menyamarkan keadaan perawi lain.
Kelima istilah tersebut akan dibahas pada bagian tersendiri dalam penjelasan Mandzhumah al-Baiquniyyah ini, insyaallah beserta contoh-contohnya.
Ada pula hadits yang tidak memiliki sanad sama sekali. Hadits ini masuk kategori Laa Ashla Lahu (tidak ada asalnya). Lebih parah kondisinya dibandingkan hadits lemah yang bersanad.
Contoh hadits yang Laa Ashla Lahu karena tidak memiliki sanad riwayat, adalah:
Hendaknya kalian berpegang teguh dengan agamanya para wanita-wanita tua (Ihya’ Ulumuddin karya al-Ghozaliy)
Para Ulama menilai hadits ini sebagai hadits yang tidak asalnya. Di antara Ulama yang menilai demikian adalah: Tajuddin as-Subkiy dan as-Sakhawiy.
Tajuddin as-Subkiy meneliti kitab Ihyaa’ Ulumuddin karya al-Imam al-Ghozali dan mengumpulkan hadits-hadits yang beliau tidak menemukan sanadnya. Beliau sendirikan kumpulan hadits itu dalam bagian tersendiri pada kitab Thobaqoot asy-Syafiiyyah al-Kubro. Sedangkan as-Sakhowiy menilai hadits itu tidak memiliki sanad di dalam kitab al-Maqooshidul Hasanah. Baik Tajuddin as-Subkiy maupun as-Sakhowiy adalah Ulama Syafiyyah.
✅Silsilah Sanad Paling Shahih
Di antara sanad-sanad yang shahih, para Ulama ada yang menyebutkan tentang silsilah sanad paling shahih. Menurut al-Imam al-Bukhari, silsilah sanad paling shahih adalah Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar.
Berikut ini adalah contoh hadits yang berisi sanad paling shahih menurut al-Bukhari:
عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الَّذِي تَفُوتُهُ صَلَاةُ الْعَصْرِ كَأَنَّمَا وُتِرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ
Dari Malik dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Orang yang terlewatkan dari sholat Ashar bagaikan orang yang kehilangan keluarga dan hartanya (Muwaththa’ al-Imam Malik, juga dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim)
Sedangkan menurut al-Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih, silsilah sanad yang paling shahih adalah: az-Zuhriy dari Salim dari ayahnya, yaitu Ibnu Umar radhiyallahu anhu. Contoh hadits yang sanadnya melalui jalur tersebut adalah:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ عَنْ مَعْمَرٍ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَأْذَنَتْ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ فَلَا يَمْنَعْهَا
(al-Imam al-Bukhari menyatakan) telah menceritakan kepada kami Musaddad (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai’ dari Ma’mar dari az-Zuhriy dari Salim bin Abdillah dari ayahnya dari Nabi shollallahu alaihi wasallam: Jika seorang wanita (istri) meminta ijin kepada kalian (untuk sholat di masjid), janganlah melarangnya (H.R al-Bukhari dalam Shahihnya)
(dikutip dari naskah buku “Mudah Memahami Ilmu Mustholah Hadits (Syarh Mandzhumah al-Baiquniyyah), Abu Utsman Kharisman)