Inilah Da’wah Salaf (Side A)

  • Post author:
  • Post category:Manhaj

(Transkrip kaset side A)

Ibrahim: Dengan nama Allah, segala puji hanya bagi Allah, dan shalawat dan salam dari Allah kepada Rasulullah . Amma ba`d: Sungguh-sungguh, Allah ta`ala telah melimpahkan atas kita berkah iman, dan dia telah mengaruniakan seluruh ummat Islam dengan pada ulama yang telah Allah muliakan dengan ilmu- sehingga mereka bisa menunjuki manusia menuju jalan Allah dan menuju penyembahan kepada Allah Azza wa Jalla.

Dan mereka adalah pewaris para nabi, tanpa ragu. Alasan untuk kedatangan kita ke sini, InsyaAllah, pertama kali untuk mencari keridhoan Allah, dan kedua untuk mencari ilmu yang pada akhirnya mengarahkan kita kepada keridhoan Allah.

Sungguh demi Allah, ini adalah saat yang membahagiakan ketika kita bisa berkumpul dengan Syaikh kita dan Ulama kita, dan guru besar kita, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany.

Pertama-tama atas nama masyarakat ini, kami ingin menyambut Syaikh kami yang mulia, dan demikian juga atas nama orang-orang yang mendengar, terutama mereka para tholabul `ilmi, mereka juga mengirim ucapan selamat datang dan mereka memiliki keinginan untuk berkumpul sekarang dengan guru kita yang mulia. Dan tanpa ragu, seluruh kita memiliki keinginan yang sama untuk mendengar ilmu dan kebijaksanaan yang dia miliki.

Jadi, mari kita dengarkan dia dalam apa-apa yang Allah telah berkahi dia dari ilmu. Dan ketika Syaikh kita memutuskan untuk menutup pelajaran, forum pertanyaan akan dibuka, tapi pertanyaan harus ditulis, dan kertas tersedia serta sedang disebarkan, InsyaAllah.

Kami ulangi lagi, ini adalah saat yang membahagiakan dan kami ucapkan, ahlan, selamat datang, kepada Syaikh kita yang mulia

Syaikh: Ahlan bikum. Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah, kita memujiNya, kita mohon pertolonganNya, dan kita mohon maghfirohNya. Dan kita mohon perlindunganNya, dari kejahatan diri-diri kita dan kejahatan amal-amal kita. Siapa yang Allah tunjuki, tiada seorangpun yang dapat menyesatkannya dan siapa yang disesatkanNya, tiada yang dapat menunjuki. Aku bersaksi bahwa tiada yang berhak untuk disembah melainkan Allah, sendiri dan tidak bersekutu dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.

Amma ba`d, sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah, dan sebaik-sebaik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu `alahi wa sallam. Dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Dan setiap perkara yang diada-adakan adalah bid`ah. Dan setiap bid`ah adalah setiap kesesatan setiap kesesatan ada di neraka .

Saya berterimakasih pada Al-Akh, Ustadz Ibrahim, atas kata-kata dan pujiannya Dan saya tidak punya apa-apa untuk dikatakan sebagai balasannya, kecuali dengan mengikuti contoh dari khalifah pertama, Abu Bakr Ash-Shiddiq Radhiyallahu`anhu, yang merupakan khalifah pertama yang sebenarnya dari Rasulullah dengan hak yang benar.

Tetapi walaupun begitu, ketika dia mendengar seseorang yang memujinya dengan sesuatu yang baik dan dia percaya bahwa pujian ini, tanpa memandang datang dari siapa, dilakukan secara berlebihan dan ini ketika dia menjadi khalifah Rasulullah dan berhak mendapatkannya-walaupun begitu- [terdengar suara tangisan]- walaupun begitu, dia mengatakan:

“Ya Allah, jangan anggap aku bertanggungjawab atas apa yang mereka ucapkan (tentang aku), dan buatlah aku lebih baik dari apa yang mereka rasa (aku menjadi seperti itu). Dan maafkanlah aku atas apa-apa yang tidak mereka tahu (tentangku).”

Aku akan tambahkan pada ini, dengan mengatakan bahwa aku bukanlah apa yang digambarkan dalam apa-apa yang baru saja kalian dengar sebelumnya dari saudara kita yang mulia Ibrahim. Melainkan aku hanyalah seorang murid pencari ilmu, bukan yang lainnya. Dan atas setiap murid untuk tunduk pada hadits nabi : “Sampaikanlah dariku meskipun hanya satu ayat. Dan ceritakanlah dari (cerita-cerita) suku Isra`il karena yang demikian tidak berdosa. Dan siapa yang berbohong atas namaku dengan sengaja, biarkanlah dia siapkan tempat duduknya di dalam neraka.”

Jadi berdasarkan hadits, dan mengikuti teks nabawiyyah agung ini, sebagaimana teks-teks lain dari kitab Allah dan hadits Rasulullah , kami mengambil tugas untuk mengungkapkan pada manusia apa yang mereka kurang ketahui. Tapi ini bukan berarti kami telah menjadi sesuatu seperti yang ditemukan dari pikiran-pikiran baik yang (beberapa) saudara-saudara kami anggap ada pada kami. Masalahnya bukan itu. Ini adalah kenyataan yang saya rasakan sangat mendalam di dalam hatiku. Kapanpun saya dengar pembicaraan macam ini, saya teringat pada ungkapan lama, yang dikenal baik di kalangan ulama:

“Sesungguhnya si burung kecil (bughats) di tanah kami sekarang telah menjadi seekor elang.”

Beberapa orang tidak waspada akan apa yang dimaksudkan oleh pernyataan ini, atau oleh ungkapan ini. Si bughats yaitu burung kecil yang tidak berharga tapi burung kecil ini menjadi seperti seekor elang bagi manusia- karena kebodohannya

Ungkapan ini benar, tentang banyak orang yang berda`wah pada Islam, baik di atas kebenaran, dan cara yang benar atau di atas kesalahan dan dusta. Tapi Alla mengetahui bahwa seluruh dunia muslim hampa kecuali untuk sangat sedikit orang, yang mana benar untuk mengatakan tentang mereka bahwa “si fulan adalah seorang ulama.” Sebagaimana dinyatakan dalam hadits shahih, yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dalam shahihnya dari riwayat Abdullah bin `Amr bin Al-`Ash rodhiyAllahu`anhu, yang berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan merampas ilmu dari dada para Ulama, melainkan Dia akan mengambil `Ilmu dengan mengambil para Ulama. Sampai tidak ada lagi Ulama ini intinya- sampai tidak ada lagi Ulama, manusia akan mengambil pemimpin yang bodoh, yang akan ditanyai pertanyaan-pertanyaan dan kemudian memberi fatwa tanpa ilmu. Sehingga mereka sesat dan menyesatkan.”

Ketika Alloa hendak mengambil `Ilmu, Dia tidak akan merampasnya dari hati para Ulama, sehingga Ulama tersebut menjadi seseorang yang tidak pernah belajar apapun pada awalnya, tidak.
Ini bukanlah Sunnatullah (cara Allah) ketika berurusan dengan hambaNya, khususnya hambaNya yang shalih mengambil ilmu yang mereka capai untuk Allah `Azza wa Jalla Allah itu Maha Adil dalam aturan-aturanNya- Dia tidak merampas ilmu dari hati para Ulama sejati. Melainkan, merupakan sunnatullah dengan makhluk-Nya adalah bahwa Dia mengambil ilmu dengan mengambil para Ulama [yaitu mematikan mereka] , sebagaimana Dia lakukan terhadap penghulu semua Ulama, Nabi, dan Rasul, Muhammad. “Sampai tidak tersisa lagi Ulama, manusia akan mengambil pemimpin-pemimpin bodoh, yang akan ditanyai pertanyaan-pertanyaan dan kemudian memberi fatwa tanpa ilmu. Sehingga mereka sesat dan menyesatkan.”

Ini bukan berarti Allah akan meninggalkan bumi dengan hampa akan Ulama, yang mana bukti dari Allah bisa dilaksanakan atas hambaNya, melainkan artinya bahwa semakin waktu berlalu, semakin ilmu akan menurun .
Dan kita akan terus-menerus meningkat dalam masalah ini yang mana ilmu sedikit dan kurang, sampai tidak ada lagi di muka bumi ini orang yang berkata “Allah, Allah.” Kalian dengar hadits ini berulang kali dan ini adalah hadits shahih: “Kiamat tidak akan terjadi sementara masih tersisa seorang di muka bumi ini yang berkata: “Allah,Allah”.”
Yang dimaksud dengan manusia yang disebutkan pada bagian akhir dari hadits: “Sampai tidak ada lagi Ulama, orang-orang akan mengambil pemimpin yang bodoh” adalah para pemimpin yang memahami Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang berlawanan dengan para Ulama. Saya tidak akan katakan mereka di masa lalu saja,tapi juga yang sekarang- berada di atasnya.

Maka sungguh, mereka menggunakan hadits “Allah, Allah” ini sebagai bukti untuk pembolehan, dan bukannya rekomendasi berdzikir dengan kata-kata tunggal “Allah, Allah, Allah, dan seterusnya [sebagaimana dilakukan oleh kaum Sufy] . Sampai tidak seorangpun tetap tertipu atau tak waspada ketika mereka mendengar hadits ini dengan kesalahan dalam memahaminya, saya pikir adalah tepat, bahkan jika sambil lalu, mengingatkan saudara-saudara kita di sini bahwa pemahaman ini salah, pertama karena penjelasan hadits ini dinyatakan dalam riwayat lain dari Rasulullah . Dan kedua, jika interpretasi ini benar, maka akan ada petunjuknya dalam tidakan Salafus-Shalih kita, Radhiyallahu`anhum. Sehingga jika mereka tidak melakukannya.

Penolakan mereka dari beramal berdasarkan pemahaman ini menunjukkan kepalsuan dari pemahaman semacam ini. Sehingga akan jadi bagaimana bagi kalian jika riwayat lain dari hadits ditambahkan, dan intisarinya, sebagaimana umumnya dikatakan, bahwa Imam Ahmad rohimahullah, meriwayatkan hadits ini dalam musnadnya, dengan sanad yang shahih dengan kata-kata: “Kiamat tidak akan terjadi sementara masih tetap ada seseorang di muka bumi ini yang berkata “Laa Ilaaha Illallah”.”

Jadi inilah yang diinginkan dalam hadits pertama, di mana kata “Allah” ditunjukkan dalam pengulangan. Intinya pada sekarang ini, dunia ini sayangnya hampa akan ulama-ulama semacam itu yang biasa mengisi bumi dengan Ilmu mereka yang luas dan yang mau menyebarluaskannya di antara manusia. Jadi sekarang ini telah seperti perkataan:

Ketika dihitung mereka sangat sedikit
Tapi sekarang mereka telah menjadi lebih sedikit dari sedikitnya yang dulu

Jadi kita mohon pada Allah `azza wa jalla, supaya Dia menjadikan kita di antara para pencari ilmu yang benar-benar mengambil dari contoh-contoh para Ulama dan dengan rendah hati mengikuti jalan mereka. Inilah yang kita harap dari Allah `azza wa jalla bahwa Dia menjadikan di antara kita dari kalangan para murid yang mengikuti jalan tersebut, seperti yang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sabdakan: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan jalannya ke surga.”

Ini mengarahkan kita pada pembahasan topik pengetahuan ini, yang telah disebutkan dalam Al-Qur`an pada banyak tempat, seperti firman Allah: “Apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui.” [Az-Zumar: 9]

Dan firman Allah: “Allah akan meninggikan orang-orang beriman dan berilmu di antaramu dan orang-orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat..” [Al-Mujadilah: 11]

Pengetahuan apakah ini yang Allah telah memberikan pujianNya pada mereka yang memilikinya dan beramal atasnya dan mereka yang mengikuti jalannya orang-orang ini ? Jawabnya adalah sebagaimana Imam Ibnu`l Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah, murid dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Ilmu adalah Allah berfirman, Rasulullah bersabda, para shahabat berkata. Dan bukan kesimpangsiuran. Ilmu itu bukanlah kita terburu-buru pada ketidaksetujuan secara bodoh antara Rasulullah dan antara pendapat seorang faqih (Ulama). Tidak, dan kami tidak mengingkari dan meniadakan sifat-sifat (Allah), melainkan karena takut terjatuh kepada tasybih dan tamtsil.”

Jadi kita mengambil pengertian ilmu dari pernyataan dan sajak ini, yang jarang kita dengar di antara syair-syair puisi, karena puisinya Ulama tidak seperti puisinya penyair. Jadi orang ini (Ibnul Qayyim) adalah seorang Ulama dan dia juga menulis puisi yang bagus. Jadi dia katakan: Ilmu itu adalah apa yang Allah firmankan pada tingkat pertama, kemudian apa yang Rasulullah katakan pada tingkat kedua, kemudian apa yang para shahabat katakan pada tingkat ketiga. Kata-kata Ibnul Qoyyim mengingatkan kita pada kenyataan yang sangat penting, yang seringkali diabaikan oleh kebanyakan para da`i yang tersebar di seluruh daratan sekarang ini atas nama da`wah pada Islam.

Apa kenyataannya ? Apa yang dikenal baik dari para da`i ini adalah bahwa Islam terdiri atas: Kitabullah, Sunnah Rasulullah. Ini adalah benar dan tidak ada keraguan padanya, akan tetapi hal ini kurang sempurna. Dan kekurangsempurnaan ini dicatat oleh Ibnul Qayyim dalam baris puisinya yang baru saja kita sebutkan. Karena itulah kenapa setelah menyebut Al-Qur`an dan As-Sunnah, dia menyebut para shahabat. “Ilmu adalah Allah berfirman, Rasulullah bersabda, para Shahabat berkata”.

Sekarang ini sangat jarang kita dengar seseorang menyebut para shahabat setelah menyebut Al-Qur`an dan As-Sunnah. Dan seperti kita ketahui, mereka berada pada puncak Salaf As-Shalih (pendahulu yang shalih), yang Nabi katakan dalam sabda beliau, yang telah diriwayatkan dari banyak shahabat: “Manusia terbaik adalah generasiku”“

Dan jangan katakan seperti kebanyakan para da`i sekarang ini ucapkan: “Generasi terbaik.” Fase ini “Generasi terbaik” tidak memiliki sumber dalam Sunnah. Sunnah yang shahih, yang dinyatakan dalam kedua shahih (Bukhary dan Muslim) dan referensi hadits lainnya meriwayatkan hadits tersebut dengan kata-kata: “Manusia terbaik adalah generasiku, kemudian yang datang setelahnya, kemudian yang datang setelahnya.”

Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah telah menghubungkan para shahabat yang merupakan puncak dari 3 generasi yang dipersaksikan keunggulannya- pada Al-Kitab dan As-Sunnah. Jadi apakah hubungan ini yang dia buat merupakan opininya, atau pengambilan kesimpulan keulamaan, yang seluruhnya mudah salah. Jawabannya adalah tidak, ini bukanlah dari pengambilan kesimpulannya yang mungkin terjadi kesalahan padanya, melainkan berdasarkan Kitabullah, dan hadits Rasulullah . Sedangkan dari Al-Qur`an, maka ini adalah firman Allah `Azza wa Jalla: “Dan barangsiapa yang menyelisihi Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam tu seburuk-buruk tempat kembali.” [Al-Ma`idah: 115]

Saya berharap ayat ini diingat dengan kuat dalam pikiran-pikiranmu dan hati-hatimu, dan saya harap kalian tidak melupakannya, karena itu adalah kebenaran. Dan dengannya, kalian akan terselamatkan dari menyimpang ke kanan atau ke kiri dan kalian akan terselamatkan bahkan dalam salah satu aspek atau beberapa permasalahan- dari terjatuh kepada salah satu kelompok yang tidak terselamatkan, atau salah satu dari kelompok menyimpang . Ini dikarenakan Nabi bersabda dalam hadits yang terkenal, yang saya akan singkat supaya mendapatkan bagian yang relevan dengan pembahasan kita:

“Dan ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan “Semuanya berada di neraka, kecuali satu.” Para shahabat berkata: Siapakah itu wahai Rasulullah ? beliau bersabda: “Mereka adalah al-Jama`ah.”

Jama`ah yang dimaksud adalah “Jalannya orang-orang mukmin.” Jadi hadits tersebut “jika bukan wahyu langsung dari Allah kepada Qolbu Nabi , maka itu pasti turunan dari ayat yang sebelumnya telah disebut. “Dan dia mengikuti jalan selain jalannya orang-orang mukmin.” Jadi jika orang tersebut yang “menyelisihi Rasul” dan “mengikuti jalan selain jalannya orang-orang mukmin” diancam dengan neraka, maka yang sebaliknya juga benar.

Maka siapapun yang mengikuti “jalannya orang-orang beriman” maka dia dijanjikan surga, dan tidak ada keraguan padanya. Jadi ketika Rasulullah menjawab pertanyaan tentang golongan mana yang merupakan golongan yang terselamatkan, beliau bersabda: “Al-Jama`ah.”

Dengan demikian Al-Jama`ah adalah kelompok muslim tersebut. Kemudian dinyatakan dalam riwayat lain dari hadits ini, yang mendukung pengertian ini, bahkan, menambah penjelasan dan keterangan yang lebih padanya. Nabi bersabda: “Yaitu apa-apa yang aku dan para Shahabatku ada di atasnya.”
Maka dengan begitu “Para shahabatku” adalah “jalannya orang-orang mukmin.” Jadi ketika Ibnu`l Qoyyim menyebutkan para shahabat dalam baris puisinya yang baru saja kita sebutkan sebelumnya, dia hanya mengambil pemahaman itu dari ayat yang baru saja kita sebut dan hadits ini.

Juga dikenal baik hadits Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu`anhu, yang juga akan saya perpendek untuk menyebut bagian yang relevan dengan diskusi kita, sehingga kita punya cukup waktu untuk menjawab pertanyaan nanti. Beliau bersabda: “Maka peganglah erat-erat Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku.”

Disini kita temukan contoh yang sama seperti hadits yang kita sebut sebelum ini danjuga ayat sebelumnya. Rasul tidak menyatakan “peganglah erat-erat Sunnahku” saja, melainkan beliau hubungkan kepada Sunnah beliau, Sunnahnya Khulafaur rosyidin yang mendapatkan petunjuk .

Maka kami katakan, khususnya di saat ini di mana kita temukan pandangan-pandangan yang berselisih, dan ideologi-ideologi, dan madzhab-madzhab dan banyaknya hizb-hizb dan kelompok-kelompok, yang membuat banyak pemuda muslim mulai hidup dalam kebingungan.

Dia tidak tahu pada kelompok mana dia harus menisbatkan dirinya. Jadi disini kami telah memberikan jawaban dari ayat dan dua hadtis yang baru saja kita sebutkan. “Ikutilah jalannya orang-orang mukmin!” Jalan orang-orang mukmin dari masa kini Jawabnya tidak, yang kami maksudkan di sini adalah orang-orang mukmin di masa lalu “generasi pertama – generasi para shahabat Salafus Shalih (pendahulu yang shalih)- . Mereka adalah orang-orang yang harus kita ambil sebagai contoh dan orang-orang yang harus kita ikuti. Dan tidak sama sekali tak ada yang menyamai mereka di muka bumi. Karena itu, inti dari da`wah kami adalah berdasarkan tiga pilar “Al-Qur`an, As-Sunnah, dan mengikuti Salafus Shalih (pendahulu yang shalih).

Jadi siapapun yang mengaku mengikuti Al-Qur`an dan As-Sunnah, namun dia tidak mengikuti Salafus Shalih, dan dia menyatakan baik dalam perkataan dan perbuatan: “Mereka manusia dan kita juga menusia” [maksudnya, para shahabat dan mereka adalah sama], maka orang ini berada dalam penyimpangan dan kesesatan. Kenapa” Karena dia tidak mengikuti teks ini, yang baru saja kami ceritakan pada kalian. Apakah dia mengikuti jalannya orang-orang mukmin ? Tidak. Apakah dia mengikuti para shahabat Rasulullah? Tidak. Apa yang dia ikuti ? Dia ikuti hawa nafsunya dan dia mengikuti akalnya. Apakah akal seseorang sempurna dan terbebas dari kesalahan ? Jawabannya tidak. Maka dengan begitu, dia itu berada di atas kesesatan yang nyata.

Saya percaya bahwa alasan bagi banyak terwarisinya perbedaan yang ditemukan pada golongan-golongan yang dikenal dengan baik di masa lalu dan perbedaan yang muncul saat-saat ini adalah karena kurang kembalinya pada sumber ketiga ini, yaitu Salafus Shalih.

Jadi siapapun yang mengaku mengikuti Al-Qur`an dan As-Sunnah, dan bagaimana seringnya telah kita dengar perkataan semacam ini dari para pemuda yang kebingungan, ketika mereka berkata: “Ya akhi, wahai saudara, orang ini mengaku mengikuti Al-Qur`an dan As-Sunnah dan orang itu mengaku mengikuti Al-Qur`an dan As-Sunnah.” Jadi apa pembeda yang jelas dan menentukan” Adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah dan manhaj (metodologi) Salafus Shalih. Jadi siapapun yang mengikuti Al-Qur`an dan As-Sunnah tanpa mengikuti Salafus Shalih, dia sebenarnya tidak mengikuti Al-Qur`an dan As-Sunnah, melainkan dia hanya mengikuti akalnya, jika bukan hawa nafsunya. (Bersambung ke Inilah Da’wah Salaf, Side B)

Sumber: Sebuah Kaset yang berjudul Hadzihi Da`watuna (Inilah da`wah kami), yang direkam dalam bahasa Arab dan didistribusi oleh Syuur Lil Intaaj Al-Islamy dan kemudian diterjemahkan dan ditulis ke dalam bahasa Inggris oleh al-manhaj.com.

Artikel ini merupakan terjemahan yang telah diedit dari kaset sebenarnya untuk bacaan yang lebih baik. Diterjemahkan ke dalam format artikel (bahasa Inggris) oleh Abu Maryam. Diproduksi oleh al-manhaj.com.

(Diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Rasyid. PERINGATAN : Website al-manhaj.com kini menjadi penjejak Abul Hasan mubtadi’)