Oleh : Ustadz Alfian
Dakwah Salafiyyah adalah dakwah yang mengajak untuk berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana yang diimani, dipahami, dan diterapkan oleh para Salafush Shalih. Para juru dakwah/da’i Dakwah Salafiyyah mengambil ilmu dari para ‘ulama Dakwah Salafiyyah pada setiap zaman. Mereka berguru kepada para ‘ulama rabbani Setiap dakwah yang tidak tegak di atas prinsip ini maka itu adalah dakwah yang menyimpang dari jalan yang benar dan lurus.
Apa itu as-Salafiyyah?
Sebagian pihak memaknakan salafiyyah adalah nisbah kepada salaf yang maknanya adalah terdahulu. Yang berarti nisbah kepada zaman yang terdahulu, atau tempo dulu, atau tradisional. Sehingga sering dijumpai pesantren salafiyyah artinya pesantren yang masih menerapkan cara pengajaran tradisional. Lawannya adalah pesantren modern. Ini adalah pengertian salafiyyah yang salah kaprah.
Apa makna yang benar?
Berikut kita tinjau bagaimana penjelasan para ‘ulama dalam hal ini. Dalam kamus “Lisanul ‘Arab” dijelaskan sebagai berikut :
“Salaf adalah orang-orang yang mendahuluimu, baik ayah dan kakek-kakekmu ataupun karib kerabat yang mereka itu di atasmu dalam umur dan keutamaan.” (lihat Lisanul ‘Arab karya Ibnu Manzhur IX/158)
Dalam salah satu hadits, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda kepada Fathimah Az-Zahra putri beliau:
“Sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) adalah aku untukmu.” (HR. Muslim).
Itulah makna kata Salaf secara pengertian bahasa (etimologi). Adapun secara terminology (istilah), makna Salaf adalah sebagaimana diterangkan oleh para ‘ulama berikut :
Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhaj Al-Imam Asy-Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, I/55).
Al-Qalsyani berkata:
“as-Salafush Shalih adalah generasi pertama (umat ini) yang mendalam keilmuannya, berpegang kepada hidayah (bimbingan) Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, menjaga sunnah beliau, yang Allah pilih mereka untuk menjadi shahabat nabi-Nya, Allah pilih mereka untuk menjadi para penegak agama-Nya, Allah ridha mereka sebagai para imam bagi umat ini. Mereka telah berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad, mencurahkan segala upaya untuk memperbaiki dan memberikan kebaikan untuk umat, bahkan mereka siap mempertaruhkan jiwa mereka demi meraih ridho-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
{وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْه}
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah (At Taubah:100)
Al-Bajuri berkata :
“Salaf adalah generasi yang hidup pada masa tiga abad yang utama, yaitu para shahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in.” Merekalah yang disebut sebagai as-Salafush Shalih
Adapun As-Salafy adalah nisbah kepada para ‘ulama dari kalangan as-Salafush Shalih tersebut.
As-Sam’ani (w. 562) dalam kitabnya Al-Ansab (III/273) mengatakan:
“As-Salafy adalah nisbah kepada generasi Salaf, dan berkeyakinan dengan metodologi mereka.”
Adz-Dzahabi juga mengatakan:
“As-Salafy adalah seorang yang berjalan di atas metodologi Salaf.”
Maka Dakwah As-Salafiyyah merupakan dakwah yang mengajak untuk berpegang kepada manhaj salaf. Yang tidak lain adalah dakwah yang mengajak untuk kembali kepada kemurnian Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana diyakini dan diamalkan oleh para ‘ulama dari kalangan as-Salafush Shalih. Dakwah As-Salafiyyah tidak lain merupakan dakwah yang mengajak kepada apa yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dalam sabdanya :
مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ
Apa yang aku dan para shahabatku ada di atasnya. )
Sehingga Salafy tidak lain adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Karena makna Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang berpegang teguh terhadap Al-Quran dan As-Sunnah dan bersatu di atasnya dengan menjadikan para as-Salafush Shalih sebagai rujukan utama dalam memahami dan menerapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah tersebut. Kata Salaf atau Salafy bukankah kata yang muncul baru-baru ini saja, sebagaimana dipahami atau dikesankan oleh sebagian pihak. Kata ini sangat akrab dalam kitab-kitab para ‘ulama.
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah (w. 256 H) – penulis kitab Shahih Al-Bukhari yang disepakati sebagai salah satu kitab rujukan utama oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah – menyebutkan dalam kitab Shahih-nya tersebut :
باب الركوب على الدابة الصعبة والفحولة من الخيل وقال راشد بن سعد كان السلف يستحبون الفحولة لأنها أجرى وأجسر
Bab tentang Mengendarai Hewan Yang Kuat dan Kuda Jantan. Rasyid bin Sa’d berkata, “Dahulu para Salaf menyukai kuda jantan yang ia lebih tangkas dan lebih cepat. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah – salah seorang ‘ulama besar dari kalangan Syafi’iyyah – menjelaskan makna Salaf pada perkataan Rasyid bin Sa’d di atas, “yaitu dari kalangan para shahabat dan para ‘ulama setelahnya.”
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah juga berkata :
باب ما كان السلف يدخرون في بيوتهم وأسفارهم من الطعام واللحم وغيره
Bab Bahwa Salaf dulu menyimpan makanan, daging, dan lainnya dalam rumah-rumah mereka atau dalam safarnya.
Al-Imam ‘Abdullah bin Al-Mubarak rahimahullah (w. 181 H) – salah seorang ‘ulama besar dari kalangan tabi’it tabi’in – juga pernah berkata di hadapan khalayak ramai, “Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena sesungguhnya dia telah mencela salaf.” (lihat Muqaddimah Shahih Muslim)
Kata Salafy juga akrab dan banyak disandang oleh para ‘ulama besar dari kalangan ahlus sunnah wal jama’ah. Di antaranya apabila kita buka kitab Siyar A’lamin Nubala’ atau lainnya, kita dapati :
– Adz-Dzahabi mengatakan dalam biografi Ya’qub Al-Fasawi :”Tidaklah aku ketahui Ya’qub Al-Fasawi kecuali dia itu seorang salafi.” (Siyar A’lamin Nubala’ XIII/183).
– Dalam biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrani:”Dia adalah seorang yang kuat beragama, baik, dan seorang salafi.” (Mu’jam Asy-Syuyukh II/280).
– dalam biografi Ahmad bin Ahmad bin Na’mah Al-Maqdisi : “Dia berjalan di atas aqidah salaf.” (Mu’jam Asy-Syuyukh I/34).
– dalam biografi Ibnush Shalah, :”Beliau adalah seorang salafi, baik aqidahnya, tidak terjatuh dalam ta’wilnya para ahli kalam.” (Tadzkiratul Huffazh IV/1431)
– Dalam biografi ‘Utsman bin Kharzad Ath-Thabari :”yang diperlukan oleh seorang “Al-Hafizh” adalah hendaknya ia menjadi seorang yang bertaqwa, cerdas, ahli nahwu, ahli bahasa, bersih jiwanya, pemalu, dan salafi.” (Siyar A’lamin Nubala’ XIII/380).
– Dalam biografi Az-Zubaidi :”Dia seorang yang hanif (bertauhid), dan seorang salafi.” (Siyar A’lamin Nubala’ XX/317).
– Dalam biografi Ibnu Hubairah, :”Dia seorang yang sangat mengerti madzhab, bahasa ‘arabi, ilmu syair, dan seorang salafi, atsari (pengikut atsar/hadits).” (Siyar A’lamin Nubala’ XX/426).
– Dalam biografi Ibnu Al-Majd :”Dia seorang yang tsiqah (terpercaya), tsabt (kuat hafalannya), cerdas, salafi, dan bertaqwa.” (Siyar A’lamin Nubala’ XXIII/118).
– Dalam biografi Yahya bin Ishaq, “Dia adalah seorang yang sangat mengerti berbagai madzhab, orang yang baik, tawadhu’, salafi, …. .” (Mu’jam Asy-Syuyukh no. 957).
Sehingga penggunaan kata salaf atau salafi sebenarnya sudah banyak dipakai dan disebutkan oleh para ‘ulama besar ahlus sunnah dalam kitab-kitab induk ahlus sunnah, dan banyak disandang oleh para ‘ulama ahlus sunnah. Sehingga sebenarnya tidak ada masalah dengan kata “salaf” atau “salafi”; karena kata tersebut sebenarnya merupakan padanan dari kata “ahlus sunnah wal jama’ah”. Maka sangat disayangkan, muncul di negeri ini kelompok atau pihak yang mengklaim diri sebagai “ahlus sunnah” yang paling sah justru mempersoalkan kata tersebut, atau menjelek-jelekkannya.
Para pembaca yang budiman, ….
Dari penjelasan di atas, jelaslah Salafy atau Ahlus Sunnah tidak lain dan tidak bukan terdiri dari para ‘ulama besar, yang mereka berjalan di atas manhaj salaf, atau manhaj ahlus sunnah wal jama’ah, yakni manhaj yang Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dan para shahabatnya berjalan di atasnya. Mereka adalah ath-thaifah al-manshurah yang diberitakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam dalam sabdanya :
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ عَلىَ الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتىَّ يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ
Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang (thaifah) yang selalu tampak di atas Al Haq, tidak akan menyusahkan mereka orang-orang yang meninggalkan (tidak mau menolong) mereka sampai datang keputusan Allah (hari kiamat). [HR. Al Bukhari – Muslim]
Musa bin Harun rahimahullah : Aku telah mendengar Ahmad bin Hanbal rahimahullah ketika ditanya tentang hadits yang berlafazh (artinya) :
‘umat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan semuanya di neraka kecuali hanya satu golongan…’
beliau mengatakan : “Jika yang dimaksud bukanlah ahlul hadits maka aku tidak tahu siapa mereka.”
Dalam riwayat lain dengan lafazh :“Jika Ath-Thaifah Al-Manshurah ini bukan Ash-habul Hadits, maka aku tidak tahu lagi siapa mereka.” )
Dalam riwayat lain : “Mereka adalah ahlul ‘ilmi dan ahlul atsar.” )
Berkata Abdullah Ibnul Mubarak rahimahullah:“Menurutku mereka adalah para ‘ulama Ahlul Hadits.” )
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam Kitab Al-I’tisham bil Kitab was Sunnah dalam Shahih-nya berkata : Bab : Sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam :
“Senantiasa ada kelompok dari umatku yang menampakkan kebenaran dan mereka berperang”
Al-Bukhari berkata : “Dan mereka adalah para ‘ulama.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari menerangkan pernyataan Al-Bukhari [Mereka adalah para ‘ulama] : “Ini adalah penegasan Al-Imam Al-Bukhari, dan telah diriwayatkan oleh At-Tirmidzi hadits tentang masalah ini. Kata beliau : “Aku mendengar Muhammad bin Isma’il – yakni Al-Bukhari – berkata : Aku mendengar Ali bin Al-Madini berkata : “Mereka adalah ash-habul hadits.”
Ketahuilah bahwa para ‘ulama sepakat menyatakan bahwa Ath-Thaifah al Manshurah itu adalah Al-Firqatun Najiyah yang keduanya itu adalah ahlul hadits. Di antara para ‘ulama yang menyatakan itu antara lain :
1. ‘Abdullah Ibnul Mubarak rahimahullah wafat th. 181 H.
2. ‘Ali bin Al Madini rahimahullah wafat th. 234 H
3. Ahmad bin Hanbal rahimahullah wafat th. 241 H
4. Ahmad bin Sinan rahimahullah wafat th. 256 H
5. Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari rahimahullah wafat th. 256 H
6. ‘Abdullah bin Muslim bin Qutaibah rahimahullah wafat th. 267 H
7. Muhammad bin ‘Isa At-Tirmidzi rahimahullah wafat th. 276 H
8. Muhammad bin Hibban rahimahullah wafat th. 354 H
9. Muhammad bin Al Husain Al-Ajurri rahimahullah wafat th. 390 H
10. Muhammad bin Abdullah Al-Hakim An-Naisaburi rahimahullah wafat th. 405 H
11. Ahmad bin Ali bin Tsabit Al-Khathib Al-Baghdadi rahimahullah wafat th. 463 H
12. Al Husain bin Mas’ud Al-Baghawi rahimahullah wafat, th. 516 H
13. ‘Abdurrahman bin Al-Jauzy rahimahullah wafat th. 597 H
14. Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi rahimahullah wafat th. 676 H
15. Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyyah Syaikhul Islam rahimahullah wafat th. 728 H
16. Ishaq bin Ibrahim Asy-Syathibi rahimahullah wafat th. 790 H
17. Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah wafat th. 852 H
Perhatikan penegasan Al-Imam Ahmad rahimahullah, “Jika mereka Ath-Thaifah Al-Manshurah itu bukan ahlul hadits, maka aku tidak tahu lagi siapa mereka.”
Al-Qadhi ‘Iyadh menjelaskan, “Maksud Al-Imam Ahmad adalah bahwa Ath-Thaifah Al-Manshurah adalah Ahlus Sunnah dan orang-orang yang meyakini madzhab Ahlul Hadits.” (Fathul Bari I/164)
Jadi Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah Al-Firqatun Najiyah, mereka adalah Ath-Thaifah Al-Manshurah, mereka adalah Ahlul Hadits, mereka adalah Salafy.