Merupakan salah satu prinsip utama Ahlus Sunnah wal Jama’ah para pengikut salaf ialah dakwah kepada As Sunnah An Nabawiyah. Di mana hal ini adalah landasan utama persatuan dan kesatuan serta sebab bersatunya kaum muslimin. Bahkan sebagai perlindungan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
Sebagaimana wajibnya untuk tetap iltizam dengan As Sunnah, maka wajib pula mengajak manusia kembali kepadanya. Di samping itu juga mentahdzir dari semua hal yang menyelisihinya baik berupa pemukiran orang tertentu atau syubhat dan aturan-aturan organisasi.
As Sunnah adalah asas persatuan, sumber kemuliaan, kekuatan dan kebaikan dunia serta akhirat.
Rasulullah adalah teladan dalam agama ini. Kemudian para sahabatnya, karena Allah dan Rasul-Nya telah memberikan tazkiyah (pujian) kepada mereka. Dan rasul-Nya wafat meninggalkan dunia ini dalam keadaan ridho kepada para sahabatnya.
Maka jelaslah, al haq dan hidayah serta bimbingan beredar bersama mereka, di manapun mereka berada. Mereka tidak akan bersatu (sepakat) di atas kebatilan. Berbeda dengan orang-orang selain mereka, dari berbagai kelompok sempalan yang ada, karena mereka justeru bersatu di atas kebatilan dan kesesatan.
Syaikul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan:
“Tadak ada pembelaan terhadap sosok tertentu secara umum dan mutlak kecuali kepada Rasulullah. Tidak pula kepada kelompok tertentu kecuali kepada para sahabat. Kerena sesungguhnya al huda beredar bersama Rasulullah di manapun beliau berada. Begitu pula halnya para sahabatnya.”
Sejumlah nash syari’at telah menguraikan anjuran dan dorongan untuk mengikuti prinsip mulia ini. Prinsip yang menjadi acuan persatuan dan kesepakatan di atas As Sunnah dan jalan yang terang. Sehingga, tidak ada hujjah melainkan pada orang yang menjadikannya sebagai hujjah dan tidak ada ishmah (keterjagaan) dari penyimpangan kecuali bagi mereka yang berpegang teguh dengan As Sunnah, dalam ilmu dan amal, ataupun pendalilan, serta pemahaman dan ittiba’.
Allah berfirman:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Uswah adalah teladan, maka tidak ada telaadan (yang baik) kecuali beliau, tidak ada ittiba’ kecuali beliau, dan tidak ada keselamatan kecuali berjalan di atas jalan yang dilaluinya.
Allah berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran 31)
Maka tidaklah benar pengakuan cinta seseorang kecuali dia membuktikannya dan meluruskan jalannya, yaitu dengan ittiba’ dan tetap berpegang dengan As Sunnah.
Ibnu Qayyim menjelaskan:
“Tatkala semakain banyak orang-orang yang mengaku cinta, mereka dituntut menunjukkan bukti nyata pengakuan cintanya itu. Dan memang, kalau setiap orang diberikan tuntutannya menurut pengakuannya maka orang yang sedang merasakan lega akan mengaku-aku terbakar kesedihan. Bermacam-macam bentuk orang yang mengaku-aku dalam soal persaksian, sehingga ada yang berpendapat tidak diterima pengakuan tersebut kecuali jika ada bukti yang nyata. Maka Allah berfirman: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku. Akhirnya semua mundur, kecuali para pengikut habib (kekasih, yakni Rasulullah) dalam setiap ucapan dan tindakan serta akhlaknya.