Sifat Iradah dan Masyi’ah yaitu Allah Maha Berkehendak dan Maha melakukan apa yang dikehendaki-Nya telah ditegaskan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Allah Ta’ala berfirman:
فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ
Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. (al-Buruuj: 16)
Maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengimani dan menetapkan bahwa Allah Ta’ala memiliki sifat Iradah dan Masyi’ah sesuai dengan ketinggian dan kemuliaan-Nya.
Sifat Iradah dan Masyi’ah yang disebutkan dalam al-Qur’an dan aS-sunnah ada dua macam:
1. Iradah Qadariyah (kauniyah)
2. Iradah Syar’iyyah.
Iradah Qadariyah
Iradah Qadariyah adalah kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam masalah taqdir.
Dalam Iradah qadariyah ini, apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki pasti akan terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ
“…seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berperang. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqarah: 253)
Juga firman-Nya:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ ۖ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit.” (al-An’aam: 125)
Yang demikian karena kekuasaan Allah yang mutlak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَثَّ فِيهِمَا مِنْ دَابَّةٍ ۚ وَهُوَ عَلَىٰ جَمْعِهِمْ إِذَا يَشَاءُ قَدِيرٌ
“Diantara (ayat-ayat) tanda-tandaNya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan jika Dia berkehendak untuk mengumpulkannya, maka dia Maha Kuasa.” (asy-Syuuraa: 29)
Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki untuk menjadikan sesuatu, Ia berkata: كُنْ , yang bermakna “jadilah”, maka terjadilah apa yang dikehendaki-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. “(Yaasiin: 82)
Iradah Syar’iyah
Iradah Syar’iyah adalah kehendak Allah dalam menentukan hukum-hukum syariat.
Allah memiliki hak mutlak dalam menentukan syariat sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Hanya Allah-lah yang menentukan yang halal dan yang haram. Mana yang wajib dan yang tidak wajib dan seterusnya. Tidak ada satu mahluk pun yang berhak untuk memprotes hukum-hukum Allah yang telah dikehendaki-Nya.
Oleh karena itu seluruh apa yang telah Allah perintahkan dalam syariat-Nya adalah merupakan kehendak Allah dalam iradlah syar’iyah yaitu yang diridlai dan dicintai-Nya seperti keimanan, ibadah, amal shalih dan lain-lain.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ ۗ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ
“Dihalalkan bagi kalian binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepada kalian. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kalian sedang mengerjakan haji. Sesungguh-nya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (al-Maa’idah: 1)
Demikian pula ayat Allah yang menyata- menghendaki untuk para hamba-Nya kemudahan dan tidak menghendaki adanya kesulitan bagi para hamba-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“…Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian… “(al-Baqarah: 185)
Maka barangsiapa yang mentaati Allah, dia akan mendapatkan kemudahan, sedangkan ahlul bid’ah yang menambah ajaran agama ini akan mendapatkan kesulitan.
Iradah Syar’iah ini merupakan kehendak Allah dalam memerintahkan sesuatu atau melarangnya. Dalam hal ini tentu saja, ada di antara para hamba-Nya yang taat kepada perintah-Nya dan ada pula yang bermaksiat kepada-Nya.
Perbedaan antara Iradah syar’iyah dan Iradah Qadariyah
Antara kedua Iradah ini ada berbagai perbedaan:
1. Dalam Iradah qadariyah tidak selalu berkaitan dengan kecintaan dan keridlaan-Nya. Seluruh kejadian yang terjadi di alam ini baik yang diridlai atau yang tidak diridlai-Nya seperti ketaatan dan kemaksiatan, keimanan dan kekafiran adalah merupakan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Karena kadang-kadang Allah juga menghendaki terjadinya sesuatu yang tidak diridlai-Nya, seperti menciptakan iblis, menghendaki adanya kekafiran dan kemaksiatan. Hal ini Allah kehendaki karena adanya suatu hikmah yang Allah kehendaki pula.
Adapun dalam Iradah Syar’iyah selalu berkaitan dengan masalah kecintaan dan keridlaan-Nya. Apa yang dikehendakinya dalam syari’at adalah apa yang diridlai-Nya. Apa yang Allah perintahkan, seperti ketaatan, rasa syukur, amal shalih dan lainnya adalah merupakan hal yang dicintai dan diridlai-Nya. Sebaliknya apa yang Allah larang seperti kemasiatan dan kekafiran adalah merupakan hal yang dibenci-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ ۖ وَلَا يَرْضَىٰ لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ ۖ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kalian kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan kalian dan Dia tidak meridlai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridlai bagimu kesyukuran kalian itu… “(az-Zumar: 7)
2. Apa yang Allah kehendaki dalam iradlah qadariyah, maka hal itu pasti akan terjadi, karena berkaitan dengan takdir yang telah Allah tetapkan sebelum diciptakannya langit dan bumi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
“…Jikalau Rabb-mu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (al-An’aam: 112)
Adapun apa yang Allah kehendaki dalam Iradah syar’iyah karena merupakan perintah, tentu berkaitan dengan ketaatan para hamba-Nya. Sehingga ada di antara mereka yang taat, dan ada pula yang bermaksiat kepada-Nya.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ
“Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk dita’ati dengan seizin Allah….“(an-Nisaa’: 64)
Maka dengan ayat ini Allah menghendaki agar manusia taat kepada rasul-Nya yang diutus-Nya (Iradah syar’iyah). Namun di antara manusia ada yang mentaati kehendak Allah dan ada pula yang menentangnya (Iradah qadariyah).
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu. Maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (para rasul).” (an-Nahl: 36)
Kesesatan Aliran Qadariyah dan Jabariyah dalam masalah Iradah
Terhadap kedua jenis Iradah syari’yah dan Iradah qadariyah ini, ahlus sunnah mengimani keduanya, hingga mereka berada di atas jalan yang lurus dan selamat dari penyimpangan dan kesesatan.
Hal ini berbeda dengan aliran sesat qadariyah. Kelompok ini mempercayai adanya Iradah syar’iyah, namun mengingkari adanya Iradah qadariyah. Padahal beriman kepada takdir baik atau buruk adalah merupakan salah satu rukun dari rukun-rukun iman. Mereka beranggapan bahwa Allah tidak mungkin menakdirkan hal-hal yang tidak dicintai-Nya. Aqidah mereka ini sama seperti keyakinan agama Majusi yang berkeyakinan bahwa Tuhan terang hanya menciptakan kebaikan saja. Adapun kejelekan-kejelekan diciptakan oleh Tuhan gelap.
Sebaliknya aliran jabriyah, kelompok ini meyakini adanya Iradah qadariyah, tapi mengingkari adanya Iradah syar’iyah. Sehingga mereka berpendapat bahwa semua yang telah ditakdirkan oleh Allah berarti dicintai dan diridlai-Nya. Dengan keyakinan ini, mereka menganggap bahwa orang kafir dan mukmin sama dalam ketaatannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena keduanya menjalani kehendak Allah. Maka dengan keyakinan sesat ini pula mereka telah menggugurkan syariat sama sekali. Mereka tidak menyalahkan orang kafir dan tidak pula memuji orang mukmin, karena –bagi mereka- keduanya sedang menjalankan kehendak Allah.
Demikianlah kesesatan qadariyah dan jabriyah dalam memahami sifat Iradah dan Masyi’ah bagi Allah. Sedangkan ahlus sunnah berada di tengah-tengah antara kedua kelompok tersebut.
Ahlus sunnah mengimani adanya Iradah qadariyah dengan tetap berusaha mengikuti kehendak Allah yang syar’i yaitu Iradah syar’iyah. Wallahu a’lam
(Dikutip dari Bulletin Dakwah Manhaj Salaf, Edisi: 53/Th. II, 30 Muharram 1426 H/11 Maret 2005 M, penulis Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed, judul asli “Sifat Iradah dan Masy’iah Bagi Allah”. Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, Insya Allah terbit setiap hari Jum’at. Ongkos cetak dll Rp. 150,-/exp. tambah ongkos kirim. Pesanan min 50 exp. bayar 4 edisi di muka. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiya’us Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab & Pimpinan Redaksi: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Sekretaris: Ahmad Fauzan; Sirkulasi: Arief, Agus Rudiyanto; Keuangan: Kusnendi. Pemesanan hubungi: Abu Rahmah/Abu Urwah HP. 081564634143.)