Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
Disunnahkan Doa Perjalanan Menuju Masjid, Masuk dan Keluar Masjid
Saat keluar rumah dalam perjalanan menuju masjid, disunnahkan membaca doa:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا
Ya Allah jadikanlah di hatiku cahaya, di penglihatanku cahaya, di pendengaranku cahaya, di kananku cahaya, di kiriku cahaya, di atasku cahaya, di bawahku cahaya, di depanku cahaya, di belakangku cahaya dan jadikan untukku cahaya (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, lafadz sesuai riwayat al-Bukhari)
Sedangkan saat akan masuk dan keluar masjid berdoa dengan doa dan dzikir yang disebutkan dalam hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ إِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ قَالَ أَقَطْ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَإِذَا قَالَ ذَلِكَ قَالَ الشَّيْطَانُ حُفِظَ مِنِّي سَائِرَ الْيَوْمِ
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash dari Nabi shollallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau jika (akan) masuk masjid beliau berdoa: ‘A-udzu billaahil ‘adzhiim wa bi wajhihil kariim wa sulthonihil qodiim minasy syaithoonir rojiim (Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung dan dengan Wajahnya Yang Maha Mulya dan Kekuasaannya yang Azaliy (tak berpemulaan) dari Syaithon yang terkutuk). (Salah seorang perawi yang bernama Haywah bin Syuraih berkata) Apakah itu saja. (Uqbah bin Muslim menyatakan) Ya. Jika ia mengucapkan hal itu maka Syaithan akan berkata: Ia telah terjaga dariku pada seluruh bagian hari yang tersisa ini (H.R Abu Dawud, dishahihkan al-Albany)
عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ يَقُولُ بِسْمِ اللَّهِ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَإِذَا خَرَجَ قَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ فَضْلِكَ
Dari Fathimah putrid Rasulullah shollallahu alaihi wasallam beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam jika masuk masjid mengucapkan: Bismillah wassalaamu ‘alaa Rosulillah Allahummaghfir lii dzunuubii waftahlii abwaaba rohmatik (Dengan Nama Allah, dan semoga keselamatan tercurah kepada Rasulullah, Ya Allah ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah untukku pintu-pintu RahmatMu). Dan jika keluar beliau membaca : Bismillah wassalaamu ‘alaa Rosulillah Allaahumaghfir lii dzunuubii waftahlii abwaaba fadhlika (Dengan Nama Allah, dan semoga keselamatan tercurah kepada Rasulullah, Ya Allah ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah untukku pintu-pintu Keutamaan (dari)Mu (H.R Ibnu Majah, dishahihkan al-Albany).
Disunnahkan Sholat Dua Rokaat Saat Masuk Masjid Sebelum Duduk
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, janganlah duduk hingga ia sholat dua rokaat (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Qotadah)
Sholat dua rokaat ini bisa berbentuk apa saja, bisa sholat sunnah rowaatib, misalnya sebelum Subuh, atau sholat setelah berwudhu’, dan sebagainya. Boleh juga diniatkan sebagai sholat khusus untuk penghormatan terhadap masjid yang dikenal dengan sebutan tahiyyatul masjid.
Sholat dua rokaat saat masuk masjid bisa dilakukan kapan saja, termasuk di waktu-waktu yang terlarang melakukan sholat seperti setelah sholat Subuh sebelum terbit matahari, pada saat tepat terbit matahari, atau pada saat tepat matahari di pertengahan langit. Waktu-waktu terlarang melakukan sholat tersebut adalah untuk sholat sunnah mutlak, bukan sholat sunnah yang memiliki sebab.
Tidak Boleh Berjalan Di Depan Orang yang Sedang Sholat
Jika ada orang yang sedang sholat wajib atau sunnah, kita dilarang melintas di depannya. Tunggulah sampai orang itu selesai sholat atau kita lewat jalan lain.
لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ قَالَ أَبُو النَّضْرِ لَا أَدْرِي أَقَالَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا أَوْ شَهْرًا أَوْ سَنَةً
Kalau seandainya orang yang melintas di depan orang yang sholat mengetahui dosa (akibat perbuatannya) niscaya akan lebih baik baginya berdiri selama 40 daripada melintas di depan orang sholat. Abun Nadhr (salah seorang perawi) menyatakan: Saya tidak tahu apakah Nabi menyebut 40 hari, bulan, atau tahun (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Juhaim).
Hal ini sering terjadi pada saat selesai sholat Jumat. Saat masih ada orang yang sholat Sunnah, karena tidak sabar seseorang melintas di tempat sujudnya, meski dengan membungkuk memberi hormat, namun itu adalah sebuah dosa. Hendaknya ia bersabar, jika tidak menemukan tempat lewat lain, ia tunggu orang yang sedang sholat menyelesaikan sholatnya.
Syaikh Ibn Utsaimin menjelaskan bahwa hadits ini diperkecualikan dalam 3 keadaan:
- Orang yang sholat di tempat lintasan thowaf di Masjidil Haram. Tidak mengapa orang yang thowaf lewat di depannya.
- Orang yang sholat di jalan keluar atau pintu masjid dan ia tidak memakai sutrah. Karena justru perbuatan orang ini yang membikin kesempitan bagi kaum muslimin. Maka tidak ada kehormatan dalam hal ini baginya, tidak mengapa lewat di depannya.
- Melintas di depan makmum di belakang Imam dalam sholat berjamaah. Namun, janganlah hal ini dilakukan kecuali jika memang dibutuhkan, karena hal itu bisa mengganggu kekhusyukan makmum.
(disarikan dari asy-Syarhul Mukhtashar ala Bulughil Maram (3/55))
Jika seorang yang sholat itu menggunakan sutrah, haram lewat antara tempat berdirinya dengan sutrah. Bagaimana kalau orang yang sholat itu tidak menggunakan sutrah, berapa batasan jarak hingga kita bisa lewat di depannya? Di sini ada perbedaan batasan jarak menurut para Ulama. Al-Hanafiyyah dan Malikiyyah berpendapat dari kaki tempat berdiri orang sholat itu hingga tempat sujudnya. Tidak boleh melintas di tempat itu. Sedangkan Syafiiyyah dan Hanabilah berpendapat jaraknya 3 hasta dari tempat berdiri (disarikan dari Taudhiihul Ahkam min Bulughil Maram karya Abdullah al-Bassam (2/60)).
Seorang yang Junub dan Haid Sebaiknya Tidak Berdiam di Masjid
Telah lewat pembahasan dalam bab Mandi dan Hukum Junub bahwa orang yang junub dan haid tidak boleh berdiam diri di masjid. Namun, seorang yang junub kemudian wudhu’ boleh berdiam di masjid.
Masjid adalah Tempat Menyenangkan Bagi Orang yang Beriman
Orang yang beriman dan bertakwa sangat senang memakmurkan masjid dengan ibadah, mendekatkan dirinya kepada Allah
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِين
Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, menegakkan sholat, menunaikan zakat, dan tidak takut kecuali kepada Allah. Mereka ini adalah orang-orang yang akan mendapatkan petunjuk (Q.S atTaubah ayat 18)
الْمَسْجِدُ بَيْتُ كُلِّ تَقِيٍّ
Masjid adalah rumah setiap orang yang bertakwa (H.R al-Bazzar, at-Thobarony, Abu Nu’aim, al-Qodho-iy, dihasankan al-Albany)
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ… وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ
Ada 7 kelompok orang yang akan Allah beri naungan pada hari tidak ada naungan kecuali naungan dari Allah…(salah satunya): seseorang yang hatinya selalu tertambat dengan masjid-masjid (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Masjid adalah tempat untuk berdzikir, sholat dan membaca al-Quran. Sebagaimana Nabi pernah menasehati seorang Arab Badui yang kencing di dalam masjid, beliau bersabda:
إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
Sesungguhnya masjid-masjid ini tidak boleh terkena kencing ataupun kotoran. Hanyalah masjid itu untuk dzikir (mengingat) Allah Azza Wa Jalla, sholat, dan membaca al-Quran (H.R Muslim dari Anas bin Malik)