1. Al-Halabi memuji Risalah ‘Amman, sebuah risalah yang mengajak kepada persatuan agama dan persaudaraan lintas agama, serta kebebasan beragama dan persamaan agama. Juga pendekatan antar berbagai madzhab (aliran), kebebasan berpikir, serta penerapan demokrasi, diiringi dengan dukungan kepada siapapun yang menyeru kepada kesesatan dan kebinasaan ini.
2. al-Halabi menyifati Risalah ‘Amman sebagai yang terdepan dalam menjelaskan tentang Islam, padahal di dalam risalah tersebut terdapat kekufuran yang sangat nyata.
3. al-Halabi memuji orang-orang yang mendukung Risalah ‘Amman, baik orang-orang Rafidhah, Shufiyyah, Sekuler, dll yang jumlah mereka sangat banyak. Al-Halabi juga mempersaksikan dengan penuh kepalsuan dan kebohongan bahwa mereka (para pendukung tersebut) adalah para ‘ulama terpercaya dan para pimpinan yang amanah.
4. al-Halabi mencetak khutbahnya, yang di dalam khutbah tersebut dia memuji Risalah ‘Amman yang penuh kekufuran tersebut. Khutbah itu diterbitkan dua kali, dan dia berbangga dengan khutbah tersebut dan pujiannya terhadap Risalah ‘Amman
5. Membela mati-matian Risalah ‘Amman dalam sejumlah kitab dan kasetnya, dengan segala penyimpangan yang ada di dalamnya.
6. Ikut serta dalam sebuah muktamar nasional, yang menetapkan dakwah kepada persatuan agama, dan dia turut menandatangani piagama tersebut.
7. al-Halabi memperbolehkan celaan terhadap shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyifat mereka sebagai penakut/pengecut. Wal’iyyadzu billah.
8. Dia menyifati sebagaian shahabat Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka berwatak pengecut dan gagal.
9. al-Halabi menyanjung setinggi langit sebuah kitab yang mengajak pendekatan (penyatuan) berbagai kelompok yang ada dan berbagai kelompok sempalan.
10. Aqidah al-Halabi dalam masalah Iman adalah di atas pendapat kelompok Murji’ah yang bid’ah dan sesat. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh para ‘ulama yang duduk di Lajnah ad-Da’imah li al-Ifta’ terhadapnya.
11. al-Halabi mendukung kitab karya Murad Syukri yang berjudul “Ihkamu at-Taqrir fi Ahkami at-Takfir” , dan dia (al-Halabi) yang telah membacanya dan mencetaknya. Padahal dia berjalan di atas manhaj Murji’ah yang sesat, dan rujukannya seringkali adalah al-Ghazali dan tokoh-tokoh semisalnya. Para ‘ulama Lajnah ad-Da’imah li al-Ifta’ telah mentahdzirnya, karena dia tegak di atas madzhab murji’ah.
12. Meremehkan permasalahan-permasalahan aqidah yang besar, seperti caranya Ikhwanul Muslimin (IM).
13. Pembelaannya terhadap Abul Hasan al-Ma’ribi, ketika Abul Hasan menyifati shahabat dengan sifat Ghutsa’iyyah.
14. al-Halabi beranggapan bahwa menyifati shahabat dengan ghutsa’iyyah bukanlah sebagai celaan.
15. ‘Ali Hasan terpengaruh dengan Sayyid Quthb, ini dengan persaksian dia sendiri.
16. ‘Ali Hasan memuji, membela, dan memuliakan tokoh-tokoh yang menyelisih manhaj Salaf, seperti al-Huwaini, Muhammad Hassan, al-’Id Syarifi, al-Maghrawi, Abul Hasan al-Ma’ribi, dll.
17. ‘Ali Hasan memuji Jamaludin al-Afghani, Muhammad ‘Abduh, Hasan al-Banna, dan an-Nabhani.
18. ‘Ali Hasan menyatakan harus menerapkan prinsip Hamlu al-Mujmal ‘ala al-Mufashshal (membawa makna perkataan yang global kepada perkataan yang rinci) dalam menilai ucapan/perkataan manusia.
19. Pujiannya terhadap Abu Hasan an-Nadwi
20. Bermudah-mudahan mengambil ijazah, walaupun dari ahlul bid’ah.
21. Celaannya terhadap kitab Riyadhus Shalihin karya an-Nawawi.
22. Dia beranggapan bahwa pengujian itu boleh diterapkan terhadap tokoh-tokoh kebid’ahan. Adapun para pengikut dan pendukung bid’ah tidak boleh diuji.
23. Dia menyatakan bahwa perselisihan para ‘ulama rabbaniyyin dengan para neo-khawarij masa ini hanya perselisihan dalam permasalahan ijtihadiyah fiqhiyyah.
24. Pencurian ilmiah, seperti kitab “Kitab an-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar” karya Ibnu al-Atsir, dengan tahqiq Thahir az-Zawi dan DR. Mahmud ath-Thanahi. Sebelumnya kitab tersebut dalam 5 jilid besar. Namun al-Halabi menjadikannya 1 jilid besar saja, dengan tulisan kecil, kertas yang tipis, dan sampul yang tebal.
25. Dia (al-Halabi) berdusta atas nama para ‘ulama, yaitu ketika dia dan yang lainnya menulis sebuah kitab yang diberi judul “Mujmal masa’il al-Iman al-’Ilmiyyah fi Ushul al-’Aqidati as-Salafiyyah” , para penulisnya (termasuk di dalamnya Ali Hasan) menyebutkan dalam muqaddimah kitab bahwa para ‘ulama telah membacanya dan menyetujuinya. Kemudian mereka menyebutkan nama-nama para ‘ulama tersebut, di antaranya mereka menyebutkan nama asy-Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmi, asy-Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali, dan lainnya. Maka para ‘ulama pun mendustakan para penulis tersebut.
26. Pernyataan al-Halabi bahwa asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dulu berfatwa membolehkan Pemilu adalah dalam rangka menempuh madharat yang lebih ringian dari dua madharat yang ada, atau dalam rangka menolak mafsadah yang lebih besar.
27. ‘Ali Hasan telah berdusta atas nama asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah. Yaitu ketika dia mencetak sebuah risalah dan memberikan ta’liq (komentar) terhadapnya, serta menisbahkan jawaban kepada beliau (asy-Syaikh Shalih al-Fauzan), dengan judul: al-As’ilah al-’Iraqiyyah fi Masa’il al-Iman wa at-Takfir al-Manhajiyyah wa Ajwibatu Fadhilati asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan” (artinya= Pertanyaan-Pertanyaan dari Iraq tentang permasalahan-permasalahan manhajiyyah iman dan takfir, beserta Jawaban-Jawaban Fadhilatu asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan); dengan edit dan ta’liq oleh ‘Ali Hasan al-Halabi, terbitan Dar al-Minhaj, Kairo, tahun 1426 H.
Dalam kitab tersebut terdapat beberapa permasalahan yang menyelisihi aqidah Ahlus Sunnah. Maka asy-Syaikh al-Fauzan mendustakan penisbahan jawaban-jawaban tersebut kepada beliau dan menafikannya baik secara global maupun rinci.
Maka semestinya ‘Ali Hasan wajib bertaubat. Namun sayang, dia tidak mau kecuali menolak dan menyombongkan diri. Maka dia pun balik menulis sebuah risalah berjudul, “Tadzkir asy-Syaikh al-Fauzan bima Akhadzahu an-Nisyan, Kalimah ‘Ilmiyyah haula al-As’ilah al-’Iraqiyyah” (artinya = Mengingatkan asy-Syaikh al-Fauzan dari kelupaan (!!!) Penjelasan Ilmiah seputar Pertanyaan-Pertanyaan dari ‘Iraq).
28. ‘Ali Hasan dikenal dengan kedustaan dalam banyak kejadian.
29. Ketika menukil dari ‘ulama, ‘Ali Hasan menyelewengkan maknanya. Ini sebagaimana dikatakan oleh para ‘ulama anggota al-Lajnah ad-Da`imah li al-Ifta ketika memberikan penilaian terhadapnya.
30. ‘Ali Hasan memotong ucapan ‘ulama (yakni ketika menukil dari para ‘ulama tersebut, pen). Ini juga sebagaimana dikatakan oleh para ‘ulama anggota al-Lajnah ad-Da`imah li al-Ifta ketika memberikan penilaian terhadapnya, juga oleh para ‘ulama lainnya. Dan ini sangat terkenal darinya.
31. Mengomentari ucapan para ‘ulama dengan membawanya kepada suatu maksud yang tidak dikandung oleh ucapan tersebut. Ini pun masih sebagaimana dikatakan oleh para ‘ulama anggota al-Lajnah ad-Da`imah li al-Ifta ketika memberikan penilaian terhadapnya, juga oleh para ‘ulama lainnya.
32. Meremehkan permasalahan berhukum tidak dengan apa yang Allah turunkan. ‘Ali Hasan mengatakan bahwa perhatian terhadap pereleasisaian tauhid dalam masalah ini terdapat keserupaan terhadap Syi’ah Rafidhah. Ini merupakan kesalahan yang sangat jelek. Ini sebagaimana dikatakan oleh para ‘ulama anggota al-Lajnah ad-Da`imah li al-Ifta ketika memberikan penilaian terhadapnya.
33. ‘Ali Hasan telah meletakkan dasar-dasar kaidah-kaidah rusak dan tidak laku, sejak 30 tahun lalu, untuk menentang manhaj salafi dalam bidang al-Jarh wa at-Ta’dil.
34. ‘Ali Hasan mengatakan bahwa ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil tidak ada dalilnya dalam Kitabullah, tidak pula dalam sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ilmu tersebut ada karena demi kemashlahatan.
35. Ajakannya untuk mencairkan berbagai perselisihan pemikiran dan fiqhiyyah yang ada, demi kemashlahatan sebuah negeri secara global.
36. ‘Ali Hasan mengatakan bahwa demokrasi merupakan istilah masa ini. Kita tidak membantahnya dari sisi kenyataan secara mutlak! Dan tidak pula menerimanya secara mutlak!
37. Dia menghapus manhaj pengujian terhadap manusia dengan tokoh-tokoh tertentu.
38. ‘Ali Hasan membela Jum’iyyah Ihyaut Turats penganut paham Quthbiyyah.
39. Pembelaannya terhadap Jum’iyyah al-Birr.
40. Pembelaan ‘Ali Hasan terhadap Abul Hasan al-Ma’ribi.
41. Ucapan ‘Ali Hasan terhadap tokoh khawarij Usamah bin Laden, bahwa dia seorang yang ikhlash, dan memiliki ghirah keagamaan.
42. Pembelaannya terhadap kitab as-Siraj al-Wahhaj yang ditulis oleh Abul Hasan al-Ma’ribi, dalam kitab tersebut menyerang manhaj salafi.
43. ‘Ali Hasan membela al-Mighrawi at-Takfiri (yang berpaham takfir).
44. ‘Ali Hasan membela Muhammad Hassan al-Quthbi (pengikut paham Sayyid Quthb).
45. ‘Ali Hasan membela al-Huwani yang berpaham takfir
46. ‘Ali Hasan membela al-’Id Syarifi yang mencela para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
47. ‘Ali Hasan membedakan antara ‘aqidah dan manhaj dari sisi terjadinya dan kenyataannya.
48. ‘Ali Hasan membedakan antara ‘aqidah dan manhaj, yaitu perbedaan manhaj tidak berpengaruh (pada seseorang) apabila aqidahnya shahih dan kuat, serta tidak mengeluarkan orang tersebut dari Salafiyyah.
49. ‘Ali Hasan meletakkan sebuah kaidah jahat, yaitu bahwa kata ghutsa’iyyah apabila diucapkan oleh seorang sunni maka itu tidak dianggap sebagai celaan (terhadap shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), namun apabila diucapkan oleh seorang yang menyimpang maka itu teranggap sebagai celaan.
50. ‘Ali Hasan menyetujui kaidah Nushahhih wala Nujarrih (kami memperbaiki, bukan mencela).
51. ‘Ali Hasan menyetujui kaidah Muwazanah, yaitu dengan menyebutkan kebaikan-kebaikan orang-orang yang menyimpang.
52. ‘Ali Hasan mengacaukan kaidah al-Jarh al-Mufassar muqaddam ‘ala at-Ta’dil (cercaan secara rinci lebih didahulukan daripada pujian).
53. Dia meletakkan kaidah, dipersyaratkan adanya ijma’ ketika mentabdi’ (memvonis bid’ah).
54. Dia meletakkan kaidah, ” لاَ نَجْعَل خِلاَفَنَا فِي غَيْرِنَا سَبَبًا لِلْخِلَافِ بَيْنَنَا Kita tidak menjadikan perbedaan kita dalam menilai orang lain sebagai sebab perselisihan antara kita.“ Kaidah ini mirip dengan kaidahnya IM, “Kita saling bekerja sama dalam hal yang kita bersepakat padanya, dan kita saling memberikan udzur satu sama lain dalam hal yang kita berselisih padanya.”
55. ‘Ali Hasan menganggap bahwa penilaian-penilaian para imam dalam al-Jarh wa at-Ta’dil termasuk dalam permasalahan-permasalahan ijtihadiyah, yang boleh terjadi padanya perbedaan, sehingga tidak boleh ada pengingkaran dan ilzam padanya.
56. Dia meletakkan kaidah bahwa tidak ada ilzam pada al-jarh (cercaan) al-Mufassar (rinci) yang dijelaskan dan didukung oleh bukti-bukti terhadap ahlul bid’ah, kecuali dengan syarat (celaan tersebut) telah mencapai al-Iqtina’ (memuaskan).
57. ‘Ali Hasan meragukan kaidah: ‘diterimanya berita dari seorang yang tsiqah dalam menghukumi orang-orang tertentu’, dan dia menyatakan harus ada tabayyun.
58. ‘Ali Hasan menyatakan bahwa hajr tidak ada mashlahahnya pada zaman ini.
59. ‘Ali Hasan menuduh al-Imam Ahmad duduk bersama rafidhah.
60. ‘Ali Hasan bergaul dengan Ahlul Bid’ah, memuji-mujinya, dan membelanya.
61. ‘Ali Hasan tidak mau menerima nasehat-nasehat ‘ulama
62. ‘Ali Hasan muncul di stasiun TV ‘al-Manar’ milik rafidhah, yang mencela para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para ummahatul mukminin
63. ‘Ali Hasan memuji mandub (direktur) stasiun TV rafidhah yang kufur dan zindiq, yaitu TV al-Manar, bahwa dia adalah seorang sunni yang mulia.
64. ‘Ali Hasan duduk bersama perempuan yang berhias, dalam sebuah acara televisi di salah satu stasiun.
65. ‘Ali Hasan tidak mau mengikuti nasehat para ‘ulama anggota Lajnah ad-Daimah li al-Ifta’, agar dia (‘Ali Hasan) hendaknya belajar lagi kepada para ‘ulama yang terpercaya dan amanah, dan meninggalkan ikut-ikutan membahas permasalahan iman.
66. Dia memuji ahlul bid’ah, membela mereka, bekerja sama dengan mereka, duduk bersama mereka, serta mengajak untuk mengambil ilmu dari mereka dan tidak memutuskan hubungan dengan mereka pada zaman ini.
67. Dia berupaya memasukkan sebagian kelompok sesat dan organisasi-organisasi menyimpang ke dalam bingkai ahlus sunnah wal jama’ah, yaitu dengan slogan yang ia namakan sebagai manhaj yang luas dan longgar! Dan dia menganggap bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah merupakan nama untuk kelompok-kelompok yang banyak.
68. Dia mengatakan ar-Rabi’ as-Salafy (musim semi salafy) untuk menyamakan (salafiyin) dengan orang-orang kafir yang mendukung demonstrasi-demonstrasi dan gerakan-gerakan revolusi yang mereka beri nama dengan ar-Rabi’ al-’Arabi (musim semi arab).
69. Memanglingkan pandangan para pemuda kepada dirinya, dengan mengatakan hendaknya kalian merujuk kepada kami, bukan kepada para ‘ulama hijaz.
70. ‘Ali Hasan memalingkan para pemuda dari para ‘ulama yang kokoh keilmuannya – yang dikenal dengan aqidah yang benar dan manhaj yang lurus – dan membuat para pemuda tidak butuh terhadap para ‘ulama tersebut, serta mencela mereka (para ‘ulama tersebut) dengan celaan-celaan yang keji dan cara-cara yang penuh makar.
71. Dia melecehkan para ‘ulama sunnah, dengan mengatakan bahwa tidak ada seorang makhluk pun pada hari ini yang berhak memerintah – siapapun dia, bagaimana pun dia, dan di manapun dia – terhadap dakwah salafiyyah dan terhadap salafiyyin.
72. Kejahatannya terhadap al-Imam al-Bukhari rahimahullah dan yang lainnya.
73. Melecehkan al-’Allamah Bin Baz rahimahullah.
74. dia berdusta atas nama asy-Syaikh ‘Abdu ‘Aziz bin Baz rahimahullah bahwa beliau pernah berkata bahwa Safar al-Hawali adalah Ibnu Taimiyyah zaman ini.
75. dia mengatakan bahwa orang-orang dekat asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah memberikan pengaruh terhadap beliau dalam maksud-maksud fatwanya.
76. Dia mencela asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali.
77. Dia mencela asy-Syaikh ‘Ubaid al-Jabiri.
78. Dia mencela asy-Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali.
79. Dia mencela asy-Syaikh Shalih as-Suhaimi, karena beliau tidak melihat disebabkan musibah yang Allah timpakan padanya berupa hilangnya kedua matanya. Dan beliau berbicara dengan kebatilan disebabkan tidak mampu meneliti kondisi seseorang.
80. dia mencela para penuntut ilmu salafiyyin, dan menyifati mereka dengan sifat-sifat yang sangat jelek.
81. Terakhir – namun ini bukan yang paling akhir – ‘Ali Hasan al-Halabi mempersaksikan bahwa dirinya telah berubah.
___________________________________
Sumber : Kitab Tahdzir as-Salafy min Manhaj at-Tamayyu’ al-Khalafy dikumpulkan oleh: ‘Abdul Hamid ‘Ali Yahya Najjar al-Hadhabi. Muqaddimah asy-Syaikh DR. Ahmad ‘Umar Bazmul. Hal. 149-185.
http://dammajhabibah.net/2013/11/10/ringkasan-sebab-sebab-kenapa-ali-hasan-al-halabi-dijarh-dicerca-dan-dikritik/