Fatwa tentang Manhaj
Syaikh Shalih Fauzan bin Abdullah Fauzan
1. S: Sekarang ini banyak sekali jama’ah (kelompok) dengan beraneka ragam nama, apakah dasar penamaan ini? Bolehkah bergabung dengan mereka jika terbebas dari bid’ah?
J: Rasulullah telah mengabarkan dan menjelaskan apa yang harus kita perbuat, tidak ada satu perkarapun yang bisa mendekatkan ummatnya kepada Allah kecuali telah beliau jelaskan dan tidak ada satu perkarapun yang bisa menjauhkan ummatnya dari Allah kecuali telah beliau jelaskan pula. Di antara masalah yang beliau jelaskan adalah apa yang dipertanyakan sekarang ini.
Rasulullah pernah bersabda: “Sesungguhnya barangsiapa yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak.” -apakah obat penyakit ini- beliau bersabda: “Wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin setelahku, peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham kalian, hati-hati kalian dari perkara yang diada-adakan karena semua perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat.”
Kelompok yang ada sekarang ini jika sesuai dengan petunjuk Rasulullah dan para shahabatnya khususnya khulafaur rasyidin dan masa yang utama maka kita harus bersama mereka, menisbatkan diri dan beramal dengan mereka. Dan semua kelompok yang menyelisihi petunjuk Rasulullah maka kita harus menjauhinya walaupun mereka menamakan dirinya dengan nama “ahlus sunnah wal jama’ah” karena yang dinilai bukanlah namanya akan tetapi hakikatnya, adapun namanya kadang besar akan tetapi hakikatnya kosong bahkan batil.
Rasulullah bersabda: “Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, Nashara terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan dan ummatku ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Para shahabat bertanya: “Siapa mereka itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Yaitu orang-orang yang berpegang dengan sunnahku dan sunnah para sahabatku.”
Inilah jalan yang sangat jelas… Jamaah (kelompok) yang mempunyai ciri seperti dalam hadits ini harus kita ikuti, yaitu yang berjalan di atas sunnah Rasulullah dan para sahabatnya, “merekalah golongan yang selamat”. Adapun jamaah yang menyalahi manhaj (jalan) ini dan berjalan di atas manhaj yang lain bukanlah kelompok kita, dan kitapun tidak termasuk golongan mereka, kita tidak akan menisbatkan diri kepada jamaah tersebut.
2. S: Apa pendapatmu tentang jamaah-jamaah yang ada, sebagai hukum ‘Amm (Dasar)?
J: Semua jamaah yang menyelisihi Ahlus sunnah adalah salah, bagi kami tidak ada jamaah kecuali satu yaitu (Ahlus sunnah wal jamaah), maka semua jamaah yang menyelisihi Ahlus sunnah berarti kelompok tersebut menyelisihi manhaj Rasulullah. Kita katakan: “Semua yang menyelisihi Ahlus sunnah adalah ahlul ahwa (ahlul bid’ah) adapun hukumnya dalam kekafiran dan kesesatannya berbeda-beda sesuai dengan besar kecil dan jauh dekatnya perselisihan tersebut.
3. S: Apakah orang yang bergabung dengan kelompok yang ada sekarang ini dianggap sebagai ahlul bid’ah?
J: Sesuai dengan kelompok yang diikutinya… kalau kelompok tersebut menyelisihi Al Qur`an dan As Sunnah maka orang yang bergabung di dalamnya dianggap mubtadi’ (ahlul bid’ah).
4. S: Mana yang lebih keras siksanya orang yang berbuat maksiat atau ahlul bid’ah?
J: Mubtadi’ lebih keras adzabnya, karena bid’ah lebih berbahaya daripada maksiat, bid’ah lebih dicintai syaithan daripada maksiat, karena orang yang berbuat maksiat kadang bertaubat, adapun mubtadi’ jarang sekali kita temukan mereka bertaubat, karena dia menyangka bahwa dirinya di atas kebenaran, berbeda dengan orang yang berbuat maksiat. Adapun mubtadi’ dia menyangka kalau dirinya adalah orang yang taat dan tengah berada di atas ketaatan, karena itulah maka bid’ah -wal ‘iyadzubillah- lebih jelek dari maksiat, oleh karena itu pula salafus shalih mentahdzir (memperingatkan) dan melarang duduk dengan ahlul bid’ah, karena mereka bisa mempengaruhi teman duduknya dan bahaya mereka sangat besar. Oleh karena itulah tidak diragukan lagi bahwa bid’ah lebih jelek dari maksiat, dan bahaya ahlul bid’ah lebih besar atas manusia daripada bahayanya orang berbuat maksiat.
5. S: Apakah boleh kita bergaul dengan kelompok-kelompok tersebut atau harus mengisolir mereka?
J: Jika tujuan bergaul dengan mereka itu adalah untuk mendakwahi mereka, agar mereka berpegang dengan sunnah serta meninggalkan kebiasaannya yang jelek maka ini diperbolehkan, dan termasuk dakwah ke jalan Allah. Adapun jika tujuan berbaur hanya semata ingin bergaul dan bersahabat tanpa mau mendakwahinya maka ini tidak diperbolehkan… Seseorang tidak boleh berbaur dengan orang-orang yang menyelisihi kecuali dalam bentuk yang ada faidahnya, yakni mendakwahi mereka kepada Islam yang benar dan menerangkan al haq kepada mereka dengan harapan mereka kembali kepada Al Haq.
6. S: Apakah ada jeleknya mentahdzir kelompok yang menyelisihi Ahlus sunnah wal jamaah?
J: Kita mentahdzir mereka, dan kita katakan: “Kami akan melazimi jalannya Ahlus sunnah wal jamaah serta meninggalkan orang-orang yang menyelisihi Ahlus sunnah wal jamaah, baik penyelisihannya sedikit ataupun besar, karena kalau kita menganggap remeh orang yang menyelisihi sunnah, mungkin urusannya akan semakin berkembang dan menjadi besar. Tidak diperbolehkan menyelisihi ahlus sunnah selamanya. Wajib mengikuti jalannya Ahlus sunnah wal jamaah baik dalam masalah besar ataupun kecil.
7. S: Apakah ketika mentahdzir harus menyebutkan kebaikan mereka?
J: Jika engkau sebutkan kebaikan mereka maknanya engkau berdakwah untuk membela mereka, jangan… jangan kau sebutkan kebaikan mereka, sebutkan kesalahan yang mereka lakukan saja, karena engkau tidak dibebani menjaga nama baik mereka, akan tetapi engkau bertanggung jawab menjelaskan kesalahan yang mereka lakukan, dengan harapan mereka bertaubat dari perbuatannya, dan memperingatkan orang lain dari kejahatannya.
8. S: Jamaah Tabligh -sebagai contoh- berkata: “Kami ingin berjalan di atas manhaj Ahlus sunnah wal jamaah”, akan tetapi ternyata sebagian mereka melakukan kesalahan, kemudian mereka berkata: “Mengapa kalian menghukumi dan mentahdzir kami?”
J: Telah banyak orang yang pernah ikut pergi bersama mereka dan mempelajari ajaran mereka, kemudian menulis tentang mereka dengan menjelaskan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam tubuh jamaah tabligh. Kalian harus membaca buku-buku tersebut. Adapun hakikat Jamaah Tabligh banyak ditulis dalam kitab… lihatlah! Nanti kalian akan mengetahuinya, penulisnya adalah orang-orang yang pernah pergi safar dan bergaul dengan mereka, sehingga menulisnya dengan pengetahuan dan di atas kejelasan.
9. S: Apakah kelompok-kelompok yang ada sekarang ini termasuk tujuh puluh dua golongan yang akan masuk neraka?
J: Semua kelompok yang menyelisihi Ahlus sunnah wal jamaah masuk ke dalam tujuh puluh dua golongan, hingga hal ini merupakan celaan dan hukuman sesuai kadar penyelisihan mereka.
10. S: Apakah orang yang menamakan dirinya salafi dianggap hizbiyah?
J: Menamakan diri dengan salafiyah jika secara hakiki tidak mengapa, tapi kalau hanya sekedar akuan semata, tidak boleh dilakukan…, tidak boleh menamakan diri salafiyah kalau tidak berada di atas manhaj salaf. Misalnya Asy’ariyah, mereka berkata: “Kami adalah ahlus sunnah wal jamaah”, sebetulnya pernyataan ini tidak boleh diucapkan oleh mereka, karena yang mereka jalani bukanlah manhaj Ahlus sunnah wal jamaah demikian pula halnya firqah-firqah yang lainnya.
Semua orang mengaku sebagai kekasih Laila, padahal Laila tidak menganggap mereka sebagai kekasih.
Orang yang mengaku dirinya Ahlus sunnah wal jamaah akan mencari ahlus sunnah dan meninggalkan orang-orang yang menyelisihi mereka, adapun kalau dia ingin mencampur antara (Dhab dan nun) -begitu perkataan mereka- menggabungkan antara binatang darat dan binatang laut, tidak mungkin bisa dilakukan, atau menggabungkan air dan api dalam satu telapak tangan. Kesimpulannya: wajib membedakan dan membersihkan perkara-perkara di atas.
11. S: Apa pendapatmu terhadap orang yang berkata: Permusuhan kita dengan Yahudi bukan karena agama, karena Al Qur`an menganjurkan untuk berbaris dan berteman dengan mereka?[1]
J: Ini adalah perkataan keliru dan menyesatkan, Yahudi adalah kaum yang kafir, Allah telah mengkafirkan dan melaknat mereka, Rasulullahpun mengkafirkan dan melaknat mereka.
Allah berfirman: “Orang-orang kafir Bani Israil dilaknat…” (Al Maidah: 78). Rasulullah bersabda: “Allah melaknat Yahudi dan Nashara.” (HR Bukhari Muslim).
——————————————————
[1] Ini adalah ucapan Hasan Albanna pendiri Firqah Ikhwanul Muslimin
(Sumber : Al Ajwibah Al Mufidah, edisi Indonesia “Kedudukan As Sunnah dalam Islam dan Penjelasan Sesatnya Ingkarus Sunnah”, diterjemahkan oleh Abdurahman Mubarak Ata. Pustaka Al Atsari, cetakan pertama, Juni 1998. Diambil dari http://salafy.iwebland.com/baca.php?id=25)