Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib
Kemenangan yang sudah berada di depan mata dalam sekejap berubah menjadi kekalahan. Inilah keadaan kaum muslimin dalam peperangan Uhud. Kemenangan yang sudah hampir diraih berubah menjadi kekalahan disebabkan pasukan pemanah yang ditempatkan di atas bukit Uhud yang diperintah Rasulullah agar tidak bergerak ke mana-mana tidak mematuhi perintah tersebut. Akibat kelalaian ini, pasukan musyrikin memiliki kesempatan memukul balik pasukan muslimin.
Jalannya Pertempuran
Ibnul Qayyim rahimahullahu ta’ala menceritakan dalam Zaadul Ma’ad (3/194):
“Pada hari Sabtu, mereka bersiap siaga untuk berperang. Kaum muslimin bergerak dengan tujuh ratus orang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menempatkan lima puluh orang pasukan pemanah di atas bukit Uhud dan mengingatkan agar jangan bergerak meskipun mereka melihat burung-burung menyambar pasukan muslimin. Juga agar mereka selalu melepaskan anak panah ke arah pasukan musyrikin supaya tidak menyerang kaum muslimin dari arah belakang.”
Imam Bukhari rahimahullahu Ta’ala menceritakan dalam Shahih-nya dari Al- Barra` bin ‘Azib:
جَعَلَ النَّبِيُّ صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الرَّجَّالَةِ يَوْمَ أُحُدٍ وَكَانُوا خَمْسِينَ رَجُلا عَبْدَالله بْنَ جُبَيْرٍ فَقَالَ إِنْ رَأَيْتُمُونَا تَخْطَفُنَا الطَّيْرُ فَلا تَبْرَحُوا مَكَانَكُمْ هَذَا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ وَإِنْ رَأَيْتُمُونَا هَزَمْنَا الْقَوْمَ وَأَوْطَأْنَاهُمْ فَلا تَبْرَحُوا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tentukan seorang komandan bagi pasukan panah yang berjumlah lima puluh orang yang memimpin mereka yaitu ‘Abdullah bin Jubair. Beliau berkata: “Meskipun kamu lihat kami disambar burung, tetaplah kamu di markas kamu ini, sampai kamu dipanggil. Dan kalau kamu lihat kami mengalahkan dan menundukkan mereka, tetaplah kamu di sini sampai kamu dipanggil.”
Selanjutnya Ibnul Qayyim mengisahkan pula (Az-Zaad, 3/195):
Kaum musyrikin Quraisy pun mulai bersiap untuk menyerang. Mereka datang dengan kekuatan tiga ribu personil. Seratus di antaranya adalah pasukan berkuda. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Al-Walid yang ketika itu belum masuk Islam. Sedangkan di sebelah kiri dipimpin oleh ‘Ikrimah bin Jahl yang juga belum masuk Islam pada saat itu.
Petempuran berlangsung dengan hebat, masing-masing berusaha menjatuhkan lawannya. Abu Dujanah radliyallahu ‘anhu yang saat itu memegang pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam berhasil menembus ke jantung pertahanan kaum musyrikin hingga mereka kocar-kacir. Pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam yang di tangannya terayun menyambar setiap lawan hingga akhirnya sampai di sebuah kepala ternyata kepala Hindun binti ‘Utbah isteri Abu Sufyan yang ketika itu masih musyrik. Abu Dujanah merasa tidak rela mengotori pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam akhirnya menarik pedang itu dan mencari lawan yang lain.
Handzalah putera Abu ‘Amir Fasiq, bertempur dengan hebatnya sampai ke jantung pertahanan musuh bahkan sudah siap menebaskan pedang ke kepala Abu Sufyan bin Harb ketika itu. Namun Syaddad bin Al-Aswad mendahuluinya, akhirnya diapun gugur sebagai syahid. Dan ketika itu dia sedang junub.
Waktu itu, Hanzhalah sedang berpengantin baru dengan isterinya, ketika dia mendengar panggilan jihad, dia segera bangkit menyambut seruan itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menerangkan kepada para shahabat nya:
أَنَّ الْمَلاَئِكَةَ تُغَسِّلُهُ.
“Bahwasanya para malaikat memandikan jenazahnya.”
Kemudian beliau berkata: ”Tanyakan kepada keluarganya, ada apa sebenarnya?” Para shahabat bertanya kepada isterinya. Wanita itupun menceritakan kejadian sebenarnya.[1]
Kemenangan mulai tampak bagi kaum muslimin, perlahan tapi pasti pasukan musyrikin mulai kepayahan. Akhirnya mereka melarikan diri meninggalkan gelanggang pertempuran meninggalkan wanita-wanita mereka. Inilah tahap awal jalannya pertempuran.
Dalam peristiwa ini, para shahabat wanita juga ikut bertempur dengan hebatnya. Sebut saja Ummu Imarah Nusaibah binti Ka’b yang ikut mengayunkan pedang namun dia terluka hebat ditebas oleh ‘Amr bin Qami`ah yang ketika diserangnya mengenakan dua lapis baju besi.
Kekalahan Kaum Muslimin
Pasukan musyrikin berantakan dan melarikan diri meninggalkan perempuan-perempuan mereka. Melihat kejadian ini, pasukan panah yang berada di bagian belakang lupa dengan tugas yng dibebankan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kepada mereka. Akhirnya merekapun turun meninggalkan markas mereka.
Kata mereka: “Lihat ghanimah, ghanimah! Mari kita kejar. Musuh sudah kalah. Apa lagi yang kalian tunggu?!”
‘Abdullah bin Jubair radliyallahu ‘anhu berusaha mengingatkan mereka: “Apakah kamu lupa pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam?”
Kata mereka: “Demi Allah, kami akan datang ke sana untuk mengambil ghanimah.”
Namun mereka tidak mengindahkannya, lantas merekapun turun dari bukit tersebut. Mereka merasa yakin kaum musyrikin tidak mungkin kembali.
Tempat itupun kosong dari penjagaan. Kaum musyrikin melihat peluang ini, segera menempatkan posisi mereka. Akhirnya mereka berhasil mengepung barisan kaum muslimin.
Mendapat serangan balik ini, beberapa gelintir shahabat di bukit itu masih berusaha bertahan, namun merekapun gugur satu demi satu, semoga Allah mengampuni dan meridhai mereka. Perlahan namun pasti, pasukan musyrikin mulai menyerang ke depan. Sementara pasukan musyrikin yang tadi melarikan diri juga berbalik menyerang kaum muslimin. Keadaan kaum muslimin mulai terjepit, diserang dari arah depan dan belakang.
Para shahabat kocar-kacir. Kaum musyrikin maju mendekati posisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Mereka berhasil melukai kepala beliau, memecahkan gigi seri beliau. Bahkan beberapa kali beliau terperosok ke dalam lubang yang digali oleh Abu ‘Amir Fasiq dan melempari beliau dengan batu-batuan.
Inilah yang diceritakan Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ حَتَّى إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الْأَمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا أَرَاكُمْ مَا تُحِبُّونَ مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ وَلَقَدْ عَفَا عَنْكُمْ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ(152)إِذْ تُصْعِدُونَ وَلَا تَلْوُونَ عَلَى أَحَدٍ وَالرَّسُولُ يَدْعُوكُمْ فِي أُخْرَاكُمْ فَأَثَابَكُمْ غَمًّا بِغَمٍّ لِكَيْلَا تَحْزَنُوا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا مَا أَصَابَكُمْ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah mema`afkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman. (Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput daripada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali ‘Imran 152-153).
Al-Imam Bukhari menceritakan dalam Shahih-nya:
عَنْ أَنَسٍ رَضِي الله عَنْه قَالَ لَمَّا كَانَ يَوْمَ أُحُدٍ انْهَزَمَ النَّاسُ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو طَلْحَةَ بَيْنَ يَدَيِ النَّبِيِّ صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُجَوِّبٌ عَلَيْهِ بِحَجَفَةٍ لَهُ وَكَانَ أَبُو طَلْحَةَ رَجُلا رَامِيًا شَدِيدَ النَّزْعِ كَسَرَ يَوْمَئِذٍ قَوْسَيْنِ أَوْ ثَلاثًا وَكَانَ الرَّجُلُ يَمُرُّ مَعَهُ بِجَعْبَةٍ مِنَ النَّبْلِ فَيَقُولُ انْثُرْهَا لأَبِي طَلْحَةَ قَالَ وَيُشْرِفُ النَّبِيُّ صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَى الْقَوْمِ فَيَقُولُ أَبُو طَلْحَةَ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي لا تُشْرِفْ يُصِيبُكَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ الْقَوْمِ نَحْرِي دُونَ نَحْرِكَ
Dari Anas radliyallahu ‘anhu, katanya: “Ketika terjadi perang Uhud, kaum muslimin berlarian meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Sedangkan Abu Thalhah tetap berdiri di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melindungi beliau dengan perisainya. Abu Thalhah sendiri adalah seorang pemanah ulung. Pada waktu itu dia telah memecahkan dua atau tiga buah busur. Kalau ada yang melintas dengan membawa panah, beliau berkata kepadanya: “Serahkan panah itu kepada Abu Thalhah.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam berusaha melihat suasana pertempuran dari balik punggung Abi Thalhah. Abu Thalhah berkata: “Demi ayah dan ibuku jadi tebusanmu, janganlah anda melihat-lihat, nanti anda terkena panah musuh. Dadaku di dekat dadamu (sebagai perisai).”