BAB 10
Peringatan Salafus Shalih Akan Bahayanya Bergaul Dengan Ahli Bid’ah dan Menyebut Nama Tokoh-Tokoh Mereka Bukan Ghibah
73. Abu Nu’aim berkata, Sufyan Ats Tsauri memasuki mesjid pada hari Jum’at, tiba-tiba ia melihat Al Hasan bin Shalih bin Hayy sedang shalat, beliau berkata :
“Kami berlindung kepada Allah dari khusyuknya munafiq.”
Lalu beliau mengambil sandalnya dan berpindah.
Katanya lagi –juga dari Ats Tsauri– : “Dia itu adalah orang yang menganggap bolehnya menumpahkan darah ummat.” (At Tahdzib 2/249 nomor 516)
74. Bisyr bin Al Harits berkata, Zaidah biasa duduk di masjid memperingatkan manusia dari Ibnu Hayy dan shahabat-shahabatnya, katanya :
“Mereka itu menganggap halal menumpahkan darah kaum Muslimin.” (Ibid)
75. Abu Shalih Al Farra’ berkata, saya menyampaikan kepada Yusuf bin Asbath dari Waki’ mengenai perkara fitnah, ia berkata :
“Dia –Al Hasan bin Hayy– itu seperti gurunya.”
Lalu saya berkata kepada Yusuf :
“Apakah kamu tidak takut kalau ini ghibah?”
Ia menjawab :
“Mengapa, hai tolol? Saya lebih baik terhadap mereka dibanding bapak ibu mereka. Saya mencegah manusia beramal dengan apa yang mereka ada-adakan agar manusia tidak mengikuti pula dosa-dosa mereka itu dan orang yang menyanjung mereka justru jauh lebih berbahaya daripada mereka.” (Ibid)
76. Abdullah bin (Al Imam) Ahmad bin Hanbal berkata, saya mendengar ayahku berkata : “Barangsiapa yang mengatakan ucapanku (lafadhku) dengan Al Quran adalah makhluk maka ini adalah ucapan yang sangat jelek dan rendah dan ini adalah perkataan orang-orang Jahmiyyah.”
Saya katakan padanya : “Sesungguhnya Husain Al Karabisiy mengatakan hal ini.”
Beliau berkata : “Dia dusta, semoga Allah membuka aibnya yang jelek itu. Sungguh ia telah menggantikan Bisyr Al Marisiy.” (As Sunnah li Abdillah 1/165-166 nomor 186-188)
77. Kata beliau juga :
“Saya bertanya kepada Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbiy tentang Husain Al Karabisiy lalu beliau berkata dengan ucapan yang jelek dan rendah tentang Husain.” (Ibid)
78. Abdullah berkata –lagi– :
“Saya bertanya kepada Al Hasan bin Muhammad Az Za’farani tentang Husain Al Karabisiy ternyata ia mengatakan hal yang sama dengan Abu Tsaur.” (Ibid)
79. Imam Ahmad berkata :
“Bisyr Al Marisiy telah mati dan ia digantikan oleh Husain Al Karabisiy.” (Tarikh Baghdad 8/66)
80. Dari Muhammad bin Al Hasan bin Harun Al Maushuly ia berkata, saya bertanya kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal tentang ucapan Al Karabisiy :
“Ucapanku dengan Al Quran adalah makhluk.”
Maka beliau berkata kepadaku :
“Hai Abu Abdillah, hati-hatilah kamu, hati-hatilah kamu terhadap Al Karabisiy, jangan ajak dia bicara dan jangan pula kamu ajak bicara orang yang bicara dengannya.”
Beliau ucapkan 4 atau 5 kali. (Ibid 8/65)
81. Sampai berita kepada Umar bin Al Khaththab radliyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki yang terkumpul pada dirinya beberapa perkara bid’ah maka beliau melarang manusia duduk dengannya. (Majmu’ Fatawa 35/414)
Ibnu Taimiyyah berkata : “Maka apabila seseorang bergaul dengan orang yang jahat secara rahasia tetap harus diperingatkan manusia darinya.” (Ibid)
82. Ayyub As Sikhtiyani berkata, Abu Qilabah berkata kepadaku :
“Jangan beri kesempatan ahli ahwa’ itu mendengar sesuatu dari kamu nanti ia akan melontarkan terhadapnya apa yang mereka kehendaki.” (Al Lalikai 1/134 nomor 246 dan Al Ibanah 2/445 nomor 397)
83. Utsman bin Zaidah berkata, Sufyan (Ats Tsauri) berwasiat kepadaku :
“Janganlah kamu bergabung dengan ahli bid’ah.” (Al Ibanah 2/463 nomor 452-456)
84. Al Faryabi berkata :
“Sufyan Ats Tsauri selalu melarangku duduk dengan si Fulan –yaitu seorang ahli bid’ah–.” (Ibid)
85. Ibnul Mubarak berkata :
“Hati-hatilah kamu jangan sampai duduk dengan ahli bid’ah.” (Ibid)
86. Muqatil bin Muhammad berkata, Abdurrahman bin Mahdi berkata kepadaku :
“Hai Abul Hasan, janganlah kamu duduk dengan ahli bid’ah ini sesungguhnya mereka senantiasa berfatwa tentang perkara yang Malaikat tidak mampu (menuliskannya).” (Ibid)
87. Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Saya telah mendapatkan bahwa sebaik-baik manusia seluruhnya adalah Ahli Sunnah dan mereka senantiasa melarang bergaul dengan ahli bid’ah.” (Al Lalikai 1/138 nomor 267)
88. Yahya bin Abi Katsir berkata :
“Kalau kamu bertemu ahli bid’ah di suatu jalan maka ambillah jalan lain.”
Begitu pula kata Al Fudlail bin Iyyadl. (Al I’tisham 1/172, Al Ibanah 2/474-475 nomor 490 dan 493, Ibnu Wudldlah dalam Al Bida’ 55, Asy Syari’ah 67, dan Al Lalikai 1/137 nomor 259)
89. Abu Qilabah berkata :
“Janganlah kamu duduk bersama ahli ahwa’ dan jangan berdialog dengan mereka sebab sesungguhnya saya tidak aman kalau-kalau mereka membenamkan kamu dalam kesesatan mereka atau mengaburkan apa-apa yang telah kamu ketahui.” (Al Bida’ 55, Al I’tisham 1/172, Al Lalikai 1/134 nomor 244, Ad Darimy 1/120 nomor 391, Al Ibanah 2/473 nomor 369, Asy Syari’ah 61)
90. Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Jangan kamu duduk (bermajelis) bersama ahli bid’ah sebab sesungguhnya saya khawatir kamu tertimpa laknat.” (Al Lalikai 1/137 nomor 261 dan 262)
91. Ia –juga– berkata :
“Hati-hatilah kamu (jangan) masuk kepada ahli bid’ah karena sesungguhnya mereka itu selalu menghalangi orang dari Al Haq.” (Ibid)
92. Al Hasan Al Bashry dan Ibnu Sirin berkata :
“Janganlah duduk (bermajelis) bersama ahli ahwa’ dan jangan kamu berdialog dengan mereka dan jangan dengar ucapan mereka.” (Al Ibanah 2/444 nomor 395 dan Ad Darimy 1/121 no 401)
93. Ibrahim An Nakha’i berkata :
“Janganlah duduk (bermajelis) bersama ahli ahwa’ karena saya khawatir kalau-kalau hatimu berbalik (murtad).” (Al Ibanah 2/439 nomor 373, Al Bida’ 56, Al I’tisham 1/172)
94. Al Hasan Al Bashry berkata :
“Janganlah kamu duduk (bermajelis) dengan ahli ahwa’ sebab yang demikian menjadikan hati berpenyakit.” (Al Bida’ 54, Al Ibanah 2/438 nomor 373 juga dari Abdullah Al Mula’i nomor 373 dan Ibnu Abbas nomor 371)
95. Mujahid berkata :
“Janganlah kamu berada dalam satu majelis dengan ahli ahwa’ sebab mereka mempunyai cacat seperti kurap.” (Al Ibanah 2/441 nomor 382)
96. Muhammad bin Muslim berkata, Allah mewahyukan kepada Musa bin Imran Alaihis Salam :
“Hendaknya kamu jangan duduk dengan ahli ahwa’ karena (dikhawatirkan) engkau akan mendengar satu ucapan yang menyebabkan kamu ragu lalu sesat dan masuk neraka.” (Al Bida’ 56)
97. Ibnu Mas’ud berkata :
“Barangsiapa yang suka memuliakan Diennya maka tinggalkanlah bermajelis dengan ahli ahwa’ sebab yang demikian itu lebih sulit lepasnya dibanding penyakit kulit (koreng, dan sebagainya).” (Ibid 57)
98. Al Hasan Al Bashry berkata :
“Janganlah duduk dengan pengekor hawa nafsu lalu ia melemparkan sesuatu dalam hatimu dan kamu ikuti lalu kamu celaka atau kamu menolaknya akibatnya hatimu menjadi sakit.” (Ibid)
99. Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Ahli bid’ah itu jangan kamu mempercayainya dalam soal agamamu dan jangan ajak dia bermusyawarah dalam urusanmu dan jangan duduk dengannya. Maka siapa yang duduk dengannya, Allah wariskan kepadanya kebutaan (dari Al Haq).” (Al Lalikai 1/138 nomor 264)
100. Ibrahim An Nakha’i berkata :
“Janganlah duduk dengan ahli ahwa’ sebab sesungguhnya duduk dengan mereka melenyapkan cahaya iman dari dalam hati dan menghilangkan keindahan wajah dan mewariskan kebencian di dalam hati kaum Mukminin.” (Al Ibanah 2/439 nomor 375)
101. Dari Atha’ ia berkata, Allah Azza wa Jalla mewahyukan kepada Musa Alaihis Salam :
“Janganlah kamu duduk (bermajelis) dengan ahli ahwa’ sebab sesungguhnya mereka akan menimbulkan perkara baru yang belum pernah ada di dalam hatimu.” (Ibid 2/433 nomor 358)
102. Salamah bin Alqamah berkata :
“Muhammad bin Sirin selalu melarang manusia berbicara dan duduk (bermajelis) dengan ahli ahwa’.” (Ibid 2/522 nomor 624)
103. Aly bin Abi Khalid menceritakan bahwa ia berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal :
“Orang tua ini –sambil mengisyaratkan kepada syaikh itu– adalah jiranku dan saya telah melarangnya bergaul dengan seseorang (bid’iy) dan ia lebih suka mendengar perkataan Anda dalam perkara ini –mengenai Harits Al Qashir– (Harits Al Muhasibi) dan Anda pernah melihatku bersamanya selama beberapa tahun lalu Anda katakan pada saya :
‘Jangan duduk (bermajelis) dengannya dan jangan ajak bicara.’
Maka sejak saat itu saya tidak pernah mengajaknya bicara sampai saat ini sedangkan orang tua ini senang duduk (bermajelis) dengannya maka bagaimana pendapat Anda dalam hal ini?”
Saya lihat wajah Imam Ahmad memerah, urat lehernya membengkak dan matanya melotot marah dan saya belum pernah melihatnya seperti itu sama sekali kemudian beliau menghembuskan nafas dan mulai berkata :
“Orang itu! Allah telah berbuat terhadapnya apa yang Dia perbuat, tidak ada yang mengetahuinya kecuali orang yang berpengalaman dan mengenalnya, uwaiyyah, uwaiyyah, uwaiyyah, dia itu tidak ada yang mengetahuinya kecuali yang pernah bergaul dan mengenalnya, dia itu yang pernah duduk bersamanya Al Maghazily, Ya’qub, dan Fulan lalu ia menggiring mereka kepada pemikiran Jahm akhirnya mereka binasa karenanya.”
Orang tua itu berkata : “Wahai Abu Abdillah, ia juga meriwayatkan hadits, lembut, khusyu’ dan orang tua itu terus menceritakan kebaikan Harits Al Muhasibi.”
Imam Ahmad marah dan berkata :
“Janganlah kau tertipu dengan kekhusyukan dan kelembutannya. Dan jangan kamu terpedaya dengan kebiasaannya menundukkan kepala karena sesungguhnya dia adalah laki-laki yang jahat, dia itu tidaklah mengetahuinya kecuali yang telah berpengalaman dengannya, jangan kamu ajak dia bicara. Tidak ada kemuliaan baginya. Apakah setiap yang meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam padahal ia seorang mubtadi’ kamu akan duduk bersamanya? Tidak! Jangan. Tidak ada kemuliaan baginya dan jangan kita membutakan mata!”
Beliau mengulangi-ulangi ucapannya : “Tidak ada yang mengetahuinya kecuali yang pernah mengujinya dan mengenalnya.” (Thabaqat Hanabilah 1/233-234 nomor 325)
104. Dari Abduus bin Malik Al Aththar ia berkata, saya mendengar Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal berkata :
“Dasar-dasar As Sunnah menurut kami adalah –beliau sebutkan di antaranya– : ‘ … dan tidak duduk (bermajelis) dengan ahli ahwa’.” (Ibid 1/241 nomor 338)
105. Imam Ahmad ketika ditanya tentang Al Karabisiy, beliau menjawab :
“Dia itu seorang mubtadi’.” (Tarikh Baghdad 8/66)
106. Diberitakan kepada Yahya bin Ma’in bahwa Husain Al Karabisiy mengatakan sesuatu tentang Ahmad bin Hanbal maka katanya :
“Siapa Husain Al Karabisiy itu? Semoga Allah melaknatnya. Dia itu selalu membicarakan perkara yang masih tersamar bagi manusia, Husain itu rendah dan Ahmad itu tinggi kedudukannya.” (Ibid 8/65)
107. Juga diceritakan kepadanya bahwa Husain mengatakan sesuatu tentang Imam Ahmad maka ia berkata :
“Alangkah pantasnya ia dipukul.” (Ibid 8/64)
108. Yusuf bin Asbath berkata :
“Ayahku seorang Qadariy sedangkan saudara-saudara ibuku adalah Rafidly (Syiah ekstrim) lalu Allah menyelamatkanku dengan (bimbingan) Sufyan.” (Al Lalikai 1/60 nomor 32)
(Sumber : Kilauan Mutiara Hikmah Dari Nasihat Salaful Ummah, terjemah dari kitab Lamudduril Mantsur minal Qaulil Ma’tsur, karya Syaikh Abu Abdillah Jamal bin Furaihan Al Haritsi. Diterjemahkan oleh Ustadz Idral Harits, Pengantar Ustadz Muhammad Umar As Sewwed. Diambil dari www.assunnah.cjb.net.)