Apakah melaksanakan qiyamullail di malam Ied dan malam Pertengahan dari bulan Sya’ban, apakah hukum menghidupkan kedua malam tersebut dengan qiyamul lail (sholat malam) ini wajib di dalam agama ataukah Bid’ah, Sunnah atau Mustahab?Karena saya mendapatkan sebuah hadith yang berisikan tentang keutamaan kedua macam qiyamullail tersebut yaitu hadits : (“Barangsiapa yang menghidupkan malam Ied dan malam pertengahan bulan Sya’ban (dengan qiyamullail-pent), tidak akan mati hatinya di hari dimana semua hati manusia akan mati”)
Jawaban Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta
(Dewan Tetap Arab saudi untuk riset-riset ilmiyah dan Fatwa) :
Qiyamullail di malam Ied dan malam pertengahan bulan Sya’ban tidak disyari’atkan, dan mengkhususkan kedua malam kedua malam tersebut bukanlah termasuk dalam Sunnah bahkan hal tersebut adalah Bid’ah. Dan hadits yang anda sebutkan (“Barangsiapa yang menghidupkan malam-malam Ied dan malam pertengahan bulan Sya’ban (dengan qiyamullail-pent), tidak akan mati hatinya di hari dimana semua hati manusia akan mati”), disebutkan oleh Imam As Suyuthi di dalam kitab Al Jami’ Ash Shaghir dengan lafadz :(“Barang siapa yang menghidupkan malam iedul fithri dan iedul adha tidak akan mati hatinya dihari dimana semua hati manusia akan mati”) telah diriwayatkan oleh Imam Ath Thabraniy. Dan Imam As Suyuthi memberikan tanda bahwa hadith tersebut adalah dho’if.
Serta penulis kitab Faidhul Qadir menukilkan dari Imam Ibnu Hajar tentang hadits ini bahwa beliau berkata : hadits ini isnadnya mudhtharib (terdapat perselisihan didalam isnadnya antara perawi-perawinya dan tidak ada satu jalanpun yang dapat dinyatakan lebih kuat dari yang lain-pent) dan didalamnya terdapat seorang perawi yang bernama ‘Umar Bin Harun, dia adalah seorang yang dho’if dan para perawi yang lain menyelisihinya dalam menyebutkan nama sahabat Nabi yang meriwayatkannya dan bahwa hadits tersebut adalah marfu’ (disandarkan kepada Nabi) atau mauquf (disandarkan kepada seorang sahabat, karena sebagian dari para perawi hadits ini meriwayatkannya secara mauquf-pent).
Juga telah diriwayatkan oleh Al Hasan bin Sufyan dari riwayat ‘Ubadah dan didalamnya terdapat perawi yang bernama Bisyr bin Rafi’ dan dia adalah seorang yang tertuduh sering memalsukan hadits.
(Dikutip dari terjemahan fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta, Dewan Tetap Arab saudi untuk riset-riset ilmiyah dan fatwa, oleh Abu Abdillah Alee Masaid As Salafee)