Pembicaraan tentang hukum orang yang meninggalkan sholat tidak keluar dari dua permasalahan.
Pertama, para ulama sepakat bahwa barangsiapa yang meninggalkan sholat dalam keadaan mengingkari dan menentang akan kewajibannya adalah kafir dan keluar dari agama Islam.
Kedua, perselisihan para ulama terjadi pada hukum orang yang meninggalkan sholat karena bermalas-malas dan menyibukkan diri dengan selainnya tanpa memiliki udzur, tetapi masih meyakini tentang kewajibannya (sholat).
Maka dalam hal ini, sebagian ulama ada yang mengkafirkannya, di antaranya Imam Ahmad, Ibnul Mubarok, dan yang lainnya. Demikian pula sebelumnya dari kalangan para sahabat seperti Umar ibnul Khoththob, Abu Hurairoh, Ibnu Mas’ud, dan yang lainnya. Berdalil dengan hadits Jabir, “Pembeda antara seseorang dengan kekafiran ialah meninggalkan sholat.” (HR Muslim) dan berdalil juga dengan atsar Abdullah ibnu Syaqiq, ia berkata, “Mereka para sahabat tidak melihat satu amalan pun yang apabila ditinggalkannya menyebabkan kafir selain amalan sholat.”
Adapun pendapat yang lainnya, tidak mengkafirkannya, akan tetapi menghukuminya dengan fasiq. Dan ini pendapat jumhur salaf dan khalaf, di antaranya Imam Malik, Asy Syafi’i, dan Abu Hanifah. Berdalil dengan ayat, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selainnya bagi yang dikehendaki-Nya.”
Dan berdalil dengan hadits-hadits, di antaranya hadits yang dishahihkan oleh Imam Al Albani dalam Al Jaami’, bahwa Allah mewajibkan atas hambanya sholat lima waktu, barangsiapa yang melaksanakannya maka Allah memiliki janji untuknya yakni akan dimasukkan ke dalam jannah dan jika sebaliknya maka Allah tidak memiliki janji untuknya. Jika Dia (Allah) berkehendak akan mengadzabnya, dan jika Dia berkehendak akan memasukkannya ke dalam jannah.
Jumhur ulama mentafsirkan pernyataan “kufur” yang terdapat dalam hadits-hadits tentang orang-orang yang meninggalkan sholat adalah kufur amali yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama selama dia meninggalkannya karena bermalas-malas dan bukan karena menentang hukum wajibnya.
Wal ‘ilmu indallah.
(Dikutip dari tulisan Ustadz Abu Hamzah Yusuf, bulletin al Wal wal Bara Edisi ke-8 Tahun ke-1 / 07 Februari 2003 M / 05 Dzul Hijjah 1423 H. Url sumber http://fdawj.atspace.org/awwb/th1/8.htm#sub2)