Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
BAB KETIGA: BARANGSIAPA YANG MEMURNIKAN TAUHID, MASUK SURGA TANPA HISAB
TEMA: KEUTAMAAN MEMURNIKAN TAUHID
▶Makna ‘Memurnikan Tauhid’
Makna memurnikan tauhid adalah membersihkan tauhid dari segala hal yang mengotorinya, berupa kesyirikan (baik kecil atau besar), bid’ah, maupun kemaksiatan (disarikan dari penjelasan Syaikh Abdurrahman as-Sa’di)
✅Dalil Pertama:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Sesungguhnya Ibrahim adalah teladan yang baik, tunduk patuh kepada Allah, lurus, dan tidak pernah termasuk orang-orang yang berbuat kesyirikan (Q.S anNahl:120)
????Penjelasan Dalil Pertama:
Ayat ini menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim adalah contoh orang yang memurnikan tauhidnya. Allah sebutkan 4 sifat Nabi Ibrahim dalam ayat ini, yaitu:
- Ummat : teladan yang mengajarkan kebaikan.
عَنْ مَسْرُوْقٌ قَالَ : قَرَأْتُ عِنْدَ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ أَنَّ إِبْرَاهِيْمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ قَالَ فَقَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ : إِنَّ مُعَاذًا كَانَ أُمَّةً قَانِتًا قَالَ فَأَعَادُوْا عَلَيْهِ فَأَعَادَ ثُمَّ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْأُمَّةُ ؟ الَّذِي يُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ وَ الْقَانِتُ الَّذِي يُطِيْعُ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
Dari Masruq beliau berkata: Aku membaca (ayat) di sisi Abdullah bin Mas’ud (surat anNahl:120) : Sesungguhnya Ibrohim adalah ummat qoonitan lillah. Maka Ibnu Mas’ud berkata: Sesungguhnya Muadz adalah ummat qoonitan. Kemudian mereka mengulanginya dan beliau mengulanginya. Kemudian beliau berkata: Apakah kalian tahu apa ummat itu? Yaitu orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. Dan Qoonit adalah yang mentaati Allah dan RasulNya (H.R al-Hakim, dinyatakan shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim, dan disepakati oleh adz-Dzahaby).
Nabi Ibrohim adalah satu orang, namun disebut sebagai ummat. Padahal kata ummat biasanya disebutkan untuk orang yang banyak jumlahnya. Hal ini untuk memberikan semangat bagi orang yang mengikuti jejak beliau bahwa seakan-akan mereka tidak mengikuti satu orang saja, tapi seakan-akan mereka mengikuti suatu ummat atau sekelompok orang. Sehingga hal itu membuat pengikut beliau semakin berbesar hati dan tidak merasa minder (disarikan dari penjelasan Syaikh Sholih Aalusy Syaikh).
Demikian juga Nabi shollallahu alaihi wasallam mendefinisikan kelompok yang selamat dan terlepas dari penyimpangan adalah al-Jamaah. al-Jamaah itu biasa dipahami sebagai sekelompok orang. Namun, secara istilah, Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud mendefinisikan makna al-Jamaah sebagai:
إِنَّمَا الْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ طَاعَةَ اللهِ وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ
Al-Jamaah itu adalah yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah, meski engkau sendirian (riwayat al-Laalikaai dalam Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah wal Jamaah(1/108) dengan sanad yang shahih).
Karena itu, janganlah kita merasa berkecil hati jika meniti al-Haq (kebenaran) meskipun sendirian.
- Qaanit: tunduk patuh kepada Allah. Sebagaimana penjelasan Ibnu Mas’ud di atas.
- Haniif, menyimpang dari kesyirikan. Lurus di atas tauhid.
- Tidak pernah berbuat kesyirikan.
Nabi Ibrahim tidak pernah sekalipun berbuat kesyirikan. Karena itu ini adalah dalil yang membantah anggapan sebagian orang bahwa Nabi Ibrahim pernah dalam keadaan tidak bertuhan, dan mengalami proses pencarian tuhan. Sesungguhnya yang disebutkan dalam surat al-An’aam ayat 76-78 adalah debat antara Nabi Ibrahim dengan kaumnya, seakan-akan Nabi Ibrahim ketika menunjuk ke bintang, bulan, dan matahari menyatakan: Apakah yang seperti ini layak menjadi Tuhanku. Untuk membantah keyakinan kaumnya. Bukannya Nabi Ibrahim dalam proses pencarian Tuhan. Demikian yang dijelaskan Ibnu Katsir dalam tafsirnya.