Ditulis Oleh Ustadz Marwan
Propaganda musuh-musuh islam senantiasa dan semakin dilancarkan dalam segala sisi kehidupan. Hal tersebut telah ter-nash-kan dalam Firman Allah Ta’aala berkaitan dengan sifat yang dimiliki oleh musuh-musuh islam dari kalangan ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani). Allah Ta’aala berfirman :
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Dan tidaklah akan pernah meridhai kalian orang-orang Yahudi dan Nasrani hingga kalian ikuti millah (agama) mereka….(Al-Baqarah : 120).
Di antara perkara yang dilancarkan oleh musuh-musuh islam terhadap kaum muslimin adalah upaya mereka untuk menghancurkan wanita-wanita muslimah dengan propaganda yang mereka serukan di antaranya seruan persamaan hak antara laki-laki dan wanita dalam segala bidang tanpa terdapat pengecualian, emansipasi, tabbaruj (memamerkan aurat tubuh) dan selainnya.
Maka kaum muslimin secara umum dan terkhusus wanita-wanita muslimah harus tersadar akan hal tersebut. Bahwa berhijab mengenakan pakaian yang sesuai dengan ketentuan syari’at adalah bukan perkara berganti seragam ala timur tengah setelah seseorang memahami agamanya dengan benar (sesuai ungkapan perkataan sebagian orang). Wanita-wanita muslimah mengenakan hijab dengan menutup wajah-wajah mereka urusannya bukan perkara menguntungkan para pedagang pakaian dari negeri Saudi, Yaman atau Pakistan, sehingga urusannya bukan masalah mencintai produk dalam atau luar negeri. Akan tetapi semua itu dikenakan adalah dalam rangka upaya untuk taat atas perintah Allah dan Rasul-Nya.
Di bawah ini kami bawakan dua fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin –rahimahullah– sebagai jawaban atas pertanyaan bagaimana tuntunan syari’at yang mulia ini dalam memberikan batasan hukum atas aurat wanita ketika di sisi wanita yang lain sebagaimana disebutkan di dalam kitab Liqaa-aatul Baabil Maftuh pada pertanyaan nomor 940.
Pertanyaan : Fadzilatusy-Syaikh, Apa yang boleh bagi seorang wanita untuk membuka anggota badannya di sisi wanita yang lain?
Jawab : Wajib bagi wanita untuk memakai baju syar’i yang berfungsi sebagai penutup. Dan dulu gambaran pakaian wanita-wanita para sahabat adalah sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan yang selainnya : Yaitu pakaian dari telapak tangan sampai mata kaki ketika di dalam rumah-rumah mereka. Dan jika mereka keluar rumah, mereka memakai pakaian yang panjang yang melebihi dari kaki-kaki mereka sepanjang satu jengkal, dan Nabi shollallohu’alaihi wa sallam memberikan rukhshah /keringanan kepada mereka sampai satu telapak hasta yaitu agar menutupi kaki-kaki mereka. Ini berkenaan dengan wanita yang berpakaian. Dan jika mereka mengangkat pakaian lebih tinggi dari keadaan itu berarti termasuk seorang yang berpakaian tapi telanjang.
Adapun berkaitan dengan wanita yang melihat maka tidak boleh baginya untuk melihat aurat wanita yaitu tidak boleh untuk melihat apa yang ada di antara pusar dan lutut, semisal ketika seorang wanita sedang membuang hajatnya, maka saat tersebut tidak boleh seorang wanita melihat kepada wanita tadi. Karena berarti melihat auratnya. Adapun yang di atas pusar atau di bawah lutut maka jika seorang wanita terkadang terbuka dari padanya karena suatu keperluan, misalnya seorang wanita mengangkat pakaiannya dari betisnya karena ia melewati tanah becek misalnya atau ia menghendaki untuk mencuci betisnya dan di sisinya terdapat wanita yang lain maka yang demikian ini tidaklah mengapa. Atau mengeluarkan payudaranya untuk menyusui anaknya di hadapan para wanita maka yang demikian ini tidaklah mengapa.
Akan tetapi tidaklah difahami dari perkataan kita, sebagaimana yang difahami sebagian para wanita yang kurang memiliki pengetahuan, bahwa maknanya adalah bahwa seorang wanita boleh memakai pakaian yang hanya menutupi pusar dan lututnya saja, maka ini adalah kekeliruan dalam pemahaman. Dan demikian itu adalah kesalahan yang besar terhadap kitabulloh dan sunnah RosulNya dan kesalahan besar dalam memahami syari’ah Alloh dan kesalahan besar terhadap Salaful Ummah. Barangsiapa yang mengatakan : Sesungguhnya wanita itu boleh hanya memakai sirwal yang hanya menutupi apa yang ada di antara pusar dan lutut. Apakah demikian ini pakaian para wanita ? maka tidak mungkin!
Bagi wanita wajib untuk memakai pakaian pada badannya dari telapak tangan sampai mata kaki. Adapun wanita yang lain yang melihat pada wanita ( secara hukum ) maka boleh untuk melihat di atas dada dan betis akan tetapi tidak boleh baginya melihat apa yang ada di antara pusar dan lutut. Jika terbuka pakaiannya maka wanita yang lain tidak boleh melihat apa yang ada di antara pusar dan lutut.
Pertanyaan : Fadzilatusy-Syaikh, aku telah membaca tulisan anda yaitu sebagai jawaban ketika terdapat pertanyaan kepada anda : Bagi seorang wanita ia boleh membuka di hadapan mahromnya yaitu dari wajah, kepala, lutut, dua telapak tangan, dua lengan, dua kaki dan dua betis dan ditutup selain dari pada itu. Apakah perkara tersebut adalah mutlak, secara khusus yaitu bahwa pendapat anda ya syaikh, berkaitan dengan pakaian pendek untuk anak-anak wanita dan wanita secara umum adalah tidak boleh?
Jawab : Kami kalau mengatakan bahwa boleh untuk membuka demikian dan demikian maka bukanlah maknanya adalah hendaklah pakaian tersebut dengan batasan tersebut. Akan tetapi kita anggap bahwa seorang wanita memakai pakaian yang menutupi sampai mata kaki, kemudian dalam keadaan tersebut apabila terbuka betisnya karena sesuatu hal dari aktifitasnya, maka yang demikian ini tidaklah berdosa jika tidak ada di tempat tersebut kecuali mahromnya atau tidak ada di situ kecuali para wanita.
Adapun mengenakan pakaian yang pendek maka kami melarang dan memperingatkannya, karena kami mengetahui –walaupun perkara tersebut adalah boleh- karena dengan berjalannya waktu akan diletakkan lebih banyak dari perkara tersebut sebagaimana kebiasaan dalam masalah selain ini. Yaitu manusia melakukan sesuatu pada awal waktu dalam bentuk suatu perkara yang mubah, kemudian berkembang dengan berjalannya waktu kepada perkara yang diharomkan dan tidak ada keraguan tentang keharomannya, sebagaimana bahwa Nabi shollallohu’alaihi wa sallam mengatakan :
لا تَنْظُر المَرْأةُ إلى عَورَةِ المَرْأة.
Artinya : Janganlah seorang wanita melihat kepada aurot wanita.
(Dikeluarkan oleh Imam Muslim npmor (338) Kitab Al-Haidh).
Bukanlah maknanya bahwa seorang wanita itu boleh untuk memakai pakaian yang hanya menutupi apa yang ada di antara pusar dan lututnya saja. Tidaklah seorangpun berpendapat demikian, akan tetapi maknanya kalau terbuka dari seorang wanita apakah dadanya, atau betisnya bersamaan dengan pakaian yang dikenakan tersebut adalah mencukupinya, maka yang demikian ini tidaklah diharomkan melihatnya dari sisi sesama wanita. Kita ambil permisalan : Seorang wanita dalam keadaan menyusui anaknya dan terbuka payudaranya karena dalam rangka menyusui anaknya, maka kita tidak mengatakan bagi si wanita lain, sesungguhnya penglihatanmu terhadap payudara si wanita tersebut adalah harom. Karena yang demikian itu bukanlah aurot (bagi si wanita lain tersebut,pent). Adapun kalau ada seorang wanita dan ia mengatakan : Aku tidaklah memakai pakaian kecuali sirwal (celana panjang) saja yang hanya menutupi antara pusar dan lutut, maka tidaklah seorangpun berpendapat dengan pendapat demikian ini, dan perkara tersebut adalah tidak boleh. Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rohimahulloh- telah menyebutkan bahwa pakaian kalangan para sahabat wanita adalah dari telapak tangan sampai mata kaki mereka, yang demikian ini ketika di rumah-rumah mereka. Adapun jika mereka keluar ke pasar maka suatu perkara yang diketahui yaitu tentang hadits Ummu Salamah bahwa para wanita itu menjulurkan pakaiannya. Dan Nabi shollallohu’alaihi wa sallam memberikan rukhshoh sampai satu jengkal hasta *. Yaitu karena agar tidak terbuka kedua kakinya jika berjalan. (Liqoaatul Baabil Maftuh –Al-Liqoouts-Tsamin-‘Ashar-, pertanyaan nomor 660).
* ( Hadits ini dikeluarkan oleh Tirmidzy nomor (3580) Kitab Al-Libas dan ia mengatakan : Hadits ini hasan shohih. Abu Dawud nomor (4117) Kitab Al-Libas. Ibnu Majah nomor (3580) Kitab Al-Libas. An-Nasai nomor ( 5336) Kitab Az-Ziinah.
Demikian bahasan singkat berkaitan dengan menutup aurot sesuai dengan tuntunan syari’ah antara sesama wanita dan wanita di hadapan mahramnya. Bagaimana dengan seorang wanita di hadapan laki-laki yang bukan mahromnya. Di dalam syari’ah ini juga telah membahas perkara tersebut. Sehingga sekali lagi kita tekankan bahwa menutup aurat (dalam hal ini adalah memakai pakaian yang paling memenuhi sesuai ketentuan syari’at) apakah untuk kalangan laki-laki dan wanita dengan upaya mengikuti generasi para shahabat sebagaimana yang dipaparkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah urusannya adalah bukan masalah mengganti seragam setelah mengenal pemahaman agama ini dengan benar. Demikian pula bukan urusannya dalam rangka mengikuti program cinta produk dalam negeri atau luar negeri, dan demikian pula urusannya bukan masalah apakah menguntungkan para pengusaha pakaian dari negeri-negeri timur tengah, Saudi, Yaman atau Pakistan atau Negara lain. Tetapi urusannya adalah upaya untuk mengikuti jejak generasi salaful ummah bagaimana mereka berpakaian dengan pakaian yang paling memenuhi syarat sesuai ketentuan syari’at.