Dua buah pertanyaan ini tertuju pertama kali kepada penulis secara khusus dan kepada segenap saudaraku yang beriman secara umum. Dua pertanyaan tersebut: “Takutkah anda berkorban?” dan “Maukah anda berjuang?” Hal ini menggugah:
1. Agar setiap orang mengintrospeksi diri atas setiap gerak yang dilakukan.
2. Mengingat segala apa yang telah dipersiapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa ganjaran yang besar di sisi-Nya, dengan sebuah pengorbanan dan perjuangan yang tidak seberapa dan tidak sebanding dengannya.
3. Agar tetap tegar dan bersemangat dalam beramal, berkorban, dan berjuang.
4. Mengikhlaskan semua amalnya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan selalu menjaganya.
5. Mengoreksi bentuk pengorbanan dan perjuangan agar tidak keluar dari rel yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada segenap nabi dan rasul-Nya.
Dan tentunya juga menggugah kita untuk menelaah kembali teguran, peringatan, serta anjuran-anjuran Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam banyak firman-Nya seperti:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
“Lihatlah apa yang dilakukan oleh setiap jiwa untuk hari esoknya” artinya: “Hisablah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab dan lihatlah apa yang kalian tabung untuk diri-diri kalian dari amal-amal shalih untuk hari yang akan datang dan hari ketika engkau berada di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Tafsir Ibnu Katsir 4/411)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (At-Tahrim: 6)
لِيَجْزِيَ اللَّهُ كُلَّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya, tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.” (Ibrahim: 51)
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
“Sesungguhnya kami menolong rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” (Al-Mu`min: 51)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7)
Beberapa pelajaran penting dari ayat-ayat di atas:
1. Mendidik diri di atas perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala serta membentengi diri dari kemaksiatan. (lihat Zadul Masir hal. 1453)
2. Tidak boleh terus menerus dalam kelalaian sampai datang hari penyesalan di mana penyesalan pada hari itu tidak berarti sedikitpun. (Taisir Karimirrahman hal. 673)
3. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalas setiap jiwa baik dengan kebaikan atau kejelekan serta tidak ada kezhaliman pada hari itu dengan dikurangi pahalanya. (Fathul Qadir hal. 1518)
4. Amat sangat mudah bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menghisab hamba-hamba-Nya sebagaimana menghisab satu orang. (Tafsir Ibnu Katsir 4/78)
5. Seluruh nabi diperangi di dunia dan mereka tetap menang padanya. (Tafsir Ibnu Katsir 4/86)
Ridha dan Ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Meraih ridha dan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan tujuan setiap ibadah yang dilakukan oleh setiap muslim. Karena tidak ada seorang pun dari mereka, melainkan berharap ridha Pemilik dirinya dan ampunan-Nya. Dan mereka menganggap bahwa itu merupakan nilai tertinggi dan tujuan yang paling akhir dalam kehidupan di dunia ini. Namun berapakah dari kaum mukminin yang sadar bahwa dia sedang berjuang melepaskan diri dari belenggu kemaksiatan yang melilitnya? Dan berapakah dari kaum mukminin yang sadar bahwa dia sedang berkorban mengejar ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Pemiliknya dan Pemilik apa yang dimilikinya? Sungguh amatlah sedikit yang mengetahui hal ini.
Kemaksiatanlah yang membelenggu mereka untuk menjadi sadar. Nafsulah yang telah menawan mereka untuk menjadi orang yang selalu ingat. Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan: “Sesungguhnya pelaku maksiat selalu dalam tawanan setan, penjara syahwat dan belenggu nafsunya. Dia sebagai tawanan dalam penjara dan terbelenggu. Dan tidak ada tawanan yang paling jelek dari tawanan musuh bebuyutannya dan tidak ada penjara yang paling sempit dari penjara hawa nafsu, serta tidak ada belenggu yang paling rumit (untuk melepaskan diri darinya) daripada belenggu syahwat. Lalu bagaimana akan bisa berjalan menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala dan negeri akhirat, sebuah hati yang tertawan, terpenjara, dan terbelenggu, serta bagaimana mungkin dia bisa melangkah walaupun satu langkah?” (lihat Ad-Da`u Wad Dawa` hal. 93)
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (Al-Baqarah: 207)
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.” (Az-Zumar: 53)
“(Mereka mengajak ke neraka), sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.” (Al-Baqarah: 221)
Paham yang Harus Diluruskan
Demikian luas pengampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi setiap hamba-Nya dan demikian besar anugerah Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap setiap mereka. Orang yang beriman akan menjadikan hal itu sebagai momentum terbaik untuk meraih kemuliaan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu bagaimana halnya dengan orang yang selalu bermaksiat?
Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan: “Di antara mereka ada yang tertipu dengan ungkapan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak butuh untuk mengadzabnya dan adzab-Nya tidak akan menambah kemuliaan Allah Subhanahu wa Ta’ala sedikitpun serta rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala sedikitpun tidak akan mengurangi kerajaan-Nya. Dan dia berkata: ‘Saya orang yang sangat butuh kepada rahmat-Nya dan Dia Allah Maha Kaya. Jika seseorang yang faqir miskin sangat butuh akan seteguk air di sisi seseorang yang ada bentangan bak air laut yang mengalir di rumahnya, tentu dia tidak akan mencegahnya. Dan Allah Maha Dermawan dan luas, sedangkan pengampunan-Nya tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya sedikitpun dan adzab-Nya tidak akan menambah kemuliaan-Nya sedikitpun’.” (lihat Ad-Da`u Wad Dawa` hal. 24)
Berkorban Untuk Mengejar Ridha dan Ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (Al-Baqarah: 207)
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ ۚ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ ۚ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur`an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 111)
Pengorbanan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak tersembunyi bagi orang yang merasakan manisnya ilmu As-Sunnah, karena segala yang telah beliau perbuat termaktub di dalam kitab-kitab As-Sunnah.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita:
“Adalah Rasulullah apabila memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Beliau menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikatan sarungnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Mengencangkan ikatan sarungnya maksudnya adalah menyingkir dari istri-istri beliau.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita:
Bahwa Nabi bangun di malam hari sampai pecah kedua kaki beliau. Lalu aku berkata: “Kenapa engkau lakukan hal ini, ya Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Beliau bersabda: “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Inilah beberapa ayat dan hadits yang menggambarkan sebuah usaha dalam berkorban yang akan membuahkan lebih dari apa yang dikorbankan. Lalu kenapa mesti takut untuk berkorban dan kenapa tidak mau berjuang?
Di sisi lain, ada sebuah pengorbanan yang akan berujung pada kerugian yang dalam, kebinasaan yang nyata, dan kehancuran yang hebat.
Itulah pengorbanan di atas kesesatan dan keingkaran.
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَىٰ فَمَا رَبِحَت تِّجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ
“Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah: 16)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dia melelang agamanya dengan sedikit harta benda dunia.” (HR. Muslim no. 118 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bercerita tentang akhir usaha Khawarij di atas kesesatan mereka dalam banyak hadits, bercerita secara umum tentang akhir perjuangan ahli bid’ah serta para penelusur kejahatan. Dan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari bahaya mereka.
Berjuang untuk Selamat dari Murka Allah Subhanahu wa Ta’ala
Ada sebuah wasiat dan bimbingan serta arahan dari Allah Yang Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman menuju sebuah perniagaan yang sangat besar. Sebuah tujuan yang mulia dan cita-cita yang tinggi, yang dengannya akan terwujud keselamatan dari adzab yang pedih dan akan selamat dengan kemenangan yang abadi.
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari adzab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (Ash-Shaff: 10-13)
Figur Perjuangan dan Pengorbanan seorang Nabi dan Rasul, Ibrahim ‘alaihissalam
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan beliau sebagai contoh dan suri teladan yang baik dalam berpegang terhadap prinsip kebenaran, membelanya, memperjuangkan dan dalam berkorban di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
a. Pengorbanan beliau ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkannya untuk menyembelih putra yang dicintai dan diharapkannya. Lihat kisahnya di dalam surat Ash-Shaffat ayat 102-107.
b. Perjuangan beliau untuk mendakwahi ayah dan kaumnya dalam mengembalikan mereka menuju peribadatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Karena seruan tersebut, dia diusir dari sisi ayahnya dan diancam dengan (hukuman) rajam, sebagaimana dalam surat Maryam ayat 41-48.
c. Pengorbanan beliau dijilat api yang berkobar dalam berjuang untuk menggugat perbuatan kaumnya yang jelas-jelas menyelisihi akal yang sehat serta fitrah yang lurus. Di saat mereka menuhankan berhala-berhala yang merupakan hasil karya dan pahatan mereka sendiri. Dengan burhan dan hujjah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam melumatkan hujjah mereka satu demi satu serta mengajak mereka agar mau mempergunakan akal. Lihat kisahnya dalam surat Al-Anbiya` ayat 52-69.
d. Perjuangan beliau untuk mematahkan hujjah sang raja kafir dengan dialog ilmiah, yang berujung pada membongkar kedok sang raja yang mengaku tuhan dan membungkam mulut-mulut mereka di hadapan kebenaran. Lihat kisahnya di dalam surat Al-Baqarah ayat 258.
e. Keberanian beliau dalam memberikan teladan pada generasi setelahnya dengan sebuah proklamasi pemutusan muamalah terhadap kaumnya yang kafir dan ingkar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang dibatasi sampai mereka beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lihat kisahnya pada surat Al-Mumtahanah ayat 4.
Perjuangan dan Pengorbanan di atas Aqidah yang Benar
Tidak diragukan lagi bahwa berjuang dan berkorban di atas aqidah yang benar memiliki dampak dan akibat yang positif baik di dunia ataupun di akhirat. Bagaimana tidak, karena itu adalah sebuah perjuangan yang telah dibangun di atas landasan yang kokoh dan asas yang benar. Mari kita menyimak hasil perjuangan para nabi di atas aqidah yang benar yang telah meraih kemenangan di dunia ataupun di akhirat untuk kemudian kita mencontoh mereka. Kenapa kita takut untuk berkorban dan tidak mau untuk berjuang?
1. Nabi Hud ‘alaihissalam
وَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا هُودًا وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِّنَّا وَنَجَّيْنَاهُم مِّنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ
“Dan tatkala datang adzab kami, kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami; dan kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari adzab yang berat.” (Hud: 58)
2. Nabi Shalih ‘alaihissalam
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا صَالِحًا وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِّنَّا وَمِنْ خِزْيِ يَوْمِئِذٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيزُ
“Maka tatkala datang adzab kami, kami selamatkan Shalih beserta orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari kami dan dari kehinaan di hari itu. Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Hud: 66)
3. Nabi Syu’aib ‘alaihissalam
وَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا شُعَيْبًا وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِّنَّا وَأَخَذَتِ الَّذِينَ ظَلَمُوا الصَّيْحَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دِيَارِهِمْ جَاثِمِينَ
“Dan tatkala datang adzab kami, kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari kami, dan orang-orang yang zhalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya.” (Hud: 94)
4. Nabi Nuh ‘alaihissalam
فَكَذَّبُوهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَمَن مَّعَهُ فِي الْفُلْكِ وَجَعَلْنَاهُمْ خَلَائِفَ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۖ فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُنذَرِينَ
“Lalu mereka mendustakan Nuh, maka kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu.” (Yunus: 73)
5. Nabi Luth dan Ibrahim ‘alaihissalam
وَنَجَّيْنَاهُ وَلُوطًا إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا لِلْعَالَمِينَ
“Dan kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.” (Al-Anbiya`: 71)
6. Para rasul, kaum mukminin, dan orang-orang yang bertakwa.
ثُمَّ نُنَجِّي رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا ۚ كَذَٰلِكَ حَقًّا عَلَيْنَا نُنجِ الْمُؤْمِنِينَ
“Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, Demikianlah menjadi kewajiban atas kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” (Yunus: 103)
وَيُنَجِّي اللَّهُ الَّذِينَ اتَّقَوْا بِمَفَازَتِهِمْ لَا يَمَسُّهُمُ السُّوءُ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka, mereka tiada disentuh oleh adzab (neraka dan tidak pula) mereka berduka cita.” (Az-Zumar: 61)
Koreksi Aqidah dan Tauhidmu
Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu mengatakan: “Adalah kewajiban atas orang yang berilmu di setiap tempat untuk menjelaskan kepada umat tentang agama mereka dan menerangkan kepada mereka hakikat tauhid dan hakikat kesyirikan, sebagaimana wajib bagi mereka menjelaskan kepada manusia jalan-jalan menuju kesyirikan dan segala macam kebid’ahan yang terjadi agar mereka menjauhinya.” (Tuhfatul Ikhwan bi Ajwibah Muhimmah hal. 9)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu menjelaskan: “Tidak mungkin bagi seseorang untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sempurna, sampai dia mengetahui dan mengilmui nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga dia beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas ilmu.” (Muqaddimah Qawa’id Al-Mutsla hal. 20)
Asy-Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata: “Bila seorang muslim tidak bersenjatakan aqidah yang benar yang bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah serta apa yang telah dijalani oleh salaf umat ini, niscaya dia pantas untuk terombang-ambing dalam embusan arus angin penyesatan. Hal ini menuntut agar kita memberikan perhatian yang besar terhadap pengajaran aqidah yang benar kepada anak-anak kaum muslimin, yang disadur dari sumbernya yang asli.” (Muqaddimah beliau dalam Kitabut Tauhid)
Al-Imam As-Sa’di rahimahullahu menyatakan: “Segala kebaikan di dunia dan di akhirat merupakan buah dari tauhid. Dan segala kejahatan di dunia dan akhirat merupakan buah dari kesyirikan.” (Qawa’id Fiqhiyyah hal. 18)
Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami rahimahullahu menegaskan: “Perkara pertama yang wajib diketahui oleh seorang hamba adalah apa tujuan mereka diciptakan, untuk apa Allah Subhanahu wa Ta’ala ambil perjanjian dari mereka, karenanya para rasul diutus, dengannya semua kitab diturunkan, karenanya dunia dan akhirat diciptakan, surga dan neraka diadakan, ditegakkan hari kiamat, dipancangkannya timbangan, ditebarkannya catatan-catatan amal, serta di atasnyalah kecelakaan dan kebahagiaan.” (A‘lamus Sunnah Al-Mansyurah hal. 33)
Wallahu a’lam.
(Sumber http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=580)