DI tulis oleh al ustadz abu utsman kharisman
Menjawab pertanyaan akh Ahmad Khair tentang masalah tahdzir terkait artikel ucapan Syaikh Robi’:
Perlu diketahui bahwa tahdzir adalah bagian tak terpisahkan dari Dien ini.
Salah satunya tersebut dalam surat al-An’aam ayat 68, perintah utk menjauhi majelis yg membicarakan ayat-ayat Allah secara batil dan larangan duduk-duduk dengan orang yg dzhalim.
Nabi shollallaahu alaihi wasallam dalam hadits Aisyah riwayat alBukhari dan Muslim juga memerintahkan kepada kaum muslimin agar mentahdzir (menjauhi; memperingatkan bahaya) orang-orang yg selalu mengikuti ayat-ayat mutasyabihat dan meninggalkan ayat-ayat yg muhkam:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: تَلَا رَسُولُ اللَّهِ[: {هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ} قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ[: «إِذَا رَأَيْتُمْ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ، فَأُولَئِكَ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ».
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat ini; “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat darinya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata; Kami beriman kepada Al Qur’an seluruhnya dari Rabb kami. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang memiliki akal pikiran. (Ali Imran: 7). Aisyah berkata; kemudian Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kalian melihat orang-orang yang mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat, maka mereka itulah adalah orang-orang yang disebutkan oleh Allah, maka tahdzirlah (hindari; peringatkan orang akan bahaya) mereka (H.R al-Bukhari dan Muslim)
Maka syariat tahdzir akan tetap berlaku dalam setiap waktu dan tempat. Hanya saja berbeda-beda penerapannya sesuai kemampuan orangnya. Sama seperti penyikapan terhadap kemunkaran: jika mampu maka dengan tangan, jika tdk, dengan lisan. Jika tidak mampu maka dengan hati.
مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ
“Tidaklah seorang nabi yang diutus oleh Allah pada suatu umat sebelumnya melainkan dia memiliki pembela dan sahabat yang memegang teguh sunah-sunnah dan mengikuti perintah-perintahnya, kemudian datanglah setelah mereka suatu kaum yang mengatakan sesuatu yang tidak mereka lakukan, dan melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan. Barangsiapa yang berjihad dengan tangan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan lisan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan hati melawan mereka maka dia seorang mukmin, dan setelah itu tidak ada keimanan meski sebiji sawi.” (H.R Muslim dari Ibnu Mas’ud)
Tulisan (mungkin transkrip ceramah) dari Syaikh Rabi’ tsb bukanlah utk meniadakan tahdzir sama sekali. Tapi bimbingan utk bersikap tepat dalam menerapkan tahdzir dan bersikap hikmah dalam dakwah. Jangan sampai kita mentahdzir orang yg belum layak ditahdzir, masih butuh bimbingan, serta hendaknya berhias dgn akhlak yg mulya dalam berdakwah. Adapun penerapan tahdzir secara umum, tetap berlaku dalam setiap waktu dan tempat sesuai keadaan dan kemampuan.
Ada kalanya seseorang mentahdzir penyebar kesesatan utk menyelamatkan dirinya sendiri. Ada kalanya pula tahdzir disampaikan pd kalangan terbatas. Ada kalanya pula tahdzir disampaikan pada khalayak umum. Semua disesuaikan dgn kemampuan dan keadaan. Tujuannya utk menghindari bahaya kebid’ahan dan pemikiran yg sesat.
Wallaahu A’lam
WA al-I’tishom