Umat manusia pada awalnya merupakan satu umat dan satu aqidah. Hal tersebut terjadi sejak masa nabi Adam sampai masa sebelum diutusnya nabi Nuh.
Allah berfirman:
ßóÇäó ÇáäøóÇÓõ ÃõãøóÉð æóÇÍöÏóÉð ÝóÈóÚóËó Çááåõ ÇáäøóÈöíøöíúäó ãóÈóÔøöÑöíúäó æóãõäúÐöÑöíúäó. (ÇáÈÞÑÉ: 213)
Manusia dahulunya adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan (al-Baqarah: 213).
Berkata Ibnu Abbas : “Antara Nabi Adam dan Nuh alaihimas sallam (berlangsung) sepuluh generasi yang kesemuanya berada di atas agama Islam. (Tafsir Ibnu Katsir (1/237) dan Jami’ul Bayan ath-Thabari (2/193))”.
Yakni semuanya dalam keadaan bertauhid sampai terjadinya kesyirikan pertama kali pada zaman Nuh alaihi sallam, maka terjadilah perpecahan dan perselisihan.
Kemudian Allah dengan rahmat dan kasih sayang-Nya mengutus Nuh alaihis sallam -dan rasul-rasul setelahnya sampai rasul terakhir yaitu nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam – untuk mengembalikan manusia pada fitrahnya yaitu beribadah kepada Allah saja dan tidak melakukan kesyirikan-kesyirikan.
Orang-orang yang mengikuti para Rasul tersebut dalam beriman kepada Allah dan beribadah hanya kepada-Nya dinamakan muslimin. Allah berfirman:
…ãöáøóÉó ÃóÈöíúßõãú ÅöÈúÑóÇåöíúãó åõæó ÓóãøóÇßõãõ ÇáúãõÓúáöãöíúäó ãöäú ÞóÈúáõ æóÝöíú åóÐóÇ áöíóßõæúäó ÇáÑøóÓõæúáõ ÔóåöíúÏðÇ Úóáóíúßõãú æóÊóßõæúäõæúÇ ÔõåóÏóÂÁó Úóáóì ÇáäøóÇÓö…. (ÇáÍÌ: 78)
“(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu dan (begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini, supaya rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia”. (al-Hajj: 78)
Dan demikian pula tatkala Nabi Ibrahim dan Ya’qub berwasiat kepada anak-anaknya menyebut dengan nama muslimin. Sebagai-mana firman Allah ta’ala:
æóæóÕøóì ÈöåóÇ ÅöÈúÑóÇåöíúãõ Èóäöíúåö æóíóÚúÞõæúÈõ íóÇÈóäöíøó Åóäøó Çááåó ÇÕúØóÝóì áóßõãõ ÇáÏøöíúäó ÝóáÇó ÊóãõæúÊõäøó ÅöáÇøó æóÃóäúÊõãú ãõÓúáöãõæúäó. (ÇáÈÞÑÉ: 132)
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya demikian pula Ya’-qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam. (al-Baqarah: 132)
Dengan diutusnya para rasul manusia terpisah menjadi dua golongan: yang mengikuti mereka yaitu mukminin dan orang-orang kafir yang menentang mereka.
Pada masa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam kaum musli-min satu, satu aqidah, pemahaman dan satu jalan. Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mengabarkan bahwa umat ini akan terpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, sebagaimana sab-danya:
æóÚóäú ÚóÈúÏö Çááåö Èúäö ÚóãúÑõæ ÞóÇáó ÑóÓõæúáõ Çááåö i æóÊóÝúÊóÑöÞõ ÃõãøóÊíö Úóáóì ËóáÇóËö æóÓóÈúÚöíúäó ãöáøóÉó ßõáøõåóÇ Ýìö ÇáäøóÇÑö ÅöáÇøó æóÇÍöÏóÉð: ãóÇ ÃóäóÇ Úóáóíúåö æóÃóÕúÍóÇÈíö. (ÑæÇå ÇáÊÑãÐí)
Dan dari Abdullah bin Amr, Rasulullah bersabda: “Akan terpecah belah umatku atas tujuh puluh tiga milah (golongan), seluruh-nya akan masuk neraka kecuali satu milah yakni apa yang aku dan para shahabatku berada di atasnya. (HR. Tirmidzi)
Perpecahan umat kali ini disebabkan oleh keluarnya mereka -yang mengaku muslim ini- dari sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Bermula dari sekelompok orang yang terlalu bersema-ngat dalam melakukan amalan, akan tetapi tanpa ilmu. Mereka mengkafirkan kaum mus-limin yang berbuat dosa besar dan mereka mengkafirkan penguasa hanya dengan tuduh-an-tuduhan bahwa penguasa telah melakukan kedhaliman. Padahal pada waktu itu khalifah-nya adalah Utsman bin Affan d. Akhirnya mereka keluar dari sunnah nabinya yang kemudian dikenal dengan nama kelompok Khawarij.
Setelah itu muncul pula sekelompok orang yang mengaku muslim, namun me-lampaui batas dalam mengkultuskan Ali bin Abi Thalib d. Sebagian mereka menganggap Ali bin Abi Thalib lebih pantas sebagai khalifah daripada Abu Bakar dan Umar. Dengan ini mereka menyelisihi kesepakatan (Ijma’) para shahabat dan keluar dari jama’ah mereka. Sebagian lagi menganggap bahwa Ali dlah yang seharusnya menjadi nabi dan bahkan sebagian lagi menganggap Ali adalah tuhan mereka. Mereka akhirnya telah keluar dari Agama Islam dan ajaran Nabi Mu-hammad i. Merekalah yang dikenal dengan sebutan Syi’ah Rafidhah.
Setelah itu muncul pula kelompok qoda-riyah yang mengingkari adanya takdir Allah dan tidak percaya kalau semua yang terjadi ini adalah takdir dari Allah. Mereka mengang-gap semua terjadi dengan sendirinya. Sebaliknya dari di atas muncullah golongan Jabriyah yang dengan alasan takdir mereka meng-ingkari perlunya amal dan syari’at. Dengan pemahaman ini mereka keluar dari ajaran sunnah nabi.
Kemudian muncullah berbagai macam kelompok-kelompok baru yang memahami Islam tidak seperti apa yang diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, meyakini tidak seperti keyakinan-keyakinan yang ditanamkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam atau dengan kata lain pemahaman bid’ah dan berkeyakinan bid’ah.
Mereka yang telah keluar dari pemahaman sunnah ini dikenal dengan ahlul bid’ah, sedangkan yang masih tetap di atas sunnah dalam pemahaman, keyakinan dan amalan dikenal dengan ahlus sunnah.
Dengan munculnya berbagai macam aliran pemahaman dan aqidah, yang semua-nya mengaku kaum muslimin, maka ketika seseorang berbicara tentang Islam kita harus jeli, Islam yang mana dan dengan pemahaman siapa, apakah dengan pema-haman orang-orang yang sudah keluar dari sunnah atau yang masih tetap di atas sunnah?!
Kemudian nama ahlus sunnah sema-kin dikenal dan hampir semua kaum musli-min mengaku sebagai ahlus sunnah. Dan mereka semua menyatakan berpegang pada kitab dan sunnah. Akan tetapi sayang sebagian besar mereka tidak memahami maknanya.
Maka nama atau istilah ahlus sunnah harus didudukkan kembali dan diberi penjelasan yang rinci agar jangan manusia hanya mengambil lafadznya tanpa mengerti makna-nya. Demikian pula terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman siapakah harus diterapkan? Jawabnya sangat jelas. Bahwasanya ahlus sunnah yang betul-betul berpegang dengan sunnah adalah mereka-mereka yang menjalani jalan Rasulullah yang dibimbing dan dipimpin langsung oleh Rasu-lullah dan diarahkan oleh Rasulullah, se-hingga langkahnya tepat, pemahamannya benar dan pengamalannya sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah serta Rasulullah sendiri. Itulah para shahabat Rasulullah Radiyallahu ‘anhum. Dan itulah ahlus sunnah yang pasti yang diistilahkan oleh Rasulullah b dengan Al-Jama’ah.
ÇÝúÊóÑóÞóÊö ÇáíóåõæúÏõ Úóáóì ÅöÍúÏóì æóÓóÈúÚöíúäó ÝöÑúÞóÉð¡ ÝóæóÇÍÏöÉñ Ýíö ÇáúÌóäøóÉö æóÓóÈúÚõæúäó Ýíö ÇáäøóÇÑö æóÇÝúÊóÑóÞóÊö ÇáäøóÕóÇÑóì Úóáóì ÇËúäóÊóíúäö æóÓóÈúÚöíúäó ÝöÑúÞóÉð æóÅöÍúÏóì æóÓóÈúÚöíúäó Ýìö ÇáäøóÇÑö æóæóÇÍöÏóÉñ Ýíö ÇáúÌóäøóÉö. æóÇáøóÐöí äóÝúÓõ ãõÍóãøóÏò ÈöíóÏöåö áóÊóÝúÊóÑöÞõ ÃõãøóÊíö Úóáóì ËóáÇóËö æóÓóÈúÚöíúäó ÝöÑúÞóÉð æóÇÍöÏóÉñ Ýöí ÇáúÌóäøóÉö æóËöäúÊóÇäö æóÓóÈúÚõæúäó Ýìö ÇáäøóÇÑö. Þöíúáó: íóÇ ÑóÓõæúáó Çááåö ãóäú åõãú¿ ÞóÇáó: ÇáúÌóãóÇÚóÉõ. (ÑæÇå ÇÈä ãÇÌå Úä ÚæÝ Èä ãÇáãß)
Telah terpecah belah Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqah (golongan), satu firqah masuk ke dalam surga dan yang tujuh puluh firqah masuk neraka. Dan telah terpecah belah Nashroni menjadi tujuh puluh dua firqah, tujuh puluh satu firqah masuk neraka dan satu firqah masuk ke dalam surga. Dan demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga firqah, satu firqah akan masuk ke dalam surga dan yang tujuh puluh dua firqah akan masuk ke dalam neraka. Di tanyakan (oleh shahabat): “Si-apakah dia wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Al-Jama’ah”. (HR. Ibnu Majah dari Auf bin Malik)
Yaitu mereka yang tetap bersama jama’ah yang pertama: yaitu para shahabat karena keterangan Rasulullah I yang menyatakan bahwa dari tujuh puluh tiga golongan tersebut hanya satu yang selamat yaitu Al-Jama’ah (ßáåÇ Ýí ÇáäÇÑ ÅáÇ æÇÍÏÉ): “Semuanya di dalam neraka kecuali satu”
Dan diterangkan oleh beliau bahwa mereka adalah siapa saja yang bersama beliau dan para shahabatnya: ãÇ ÃäÇ Úáíå æÃÕÍÇÈí.
Dengan demikian kalimat ahlus sunnah tidak bisa dipisahkan dengan Al-Jama-’ah dan pemahaman terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah tidak bisa dipisahkan dengan pemahaman para shahabat, karena tidak ada di dunia ini yang dijamin oleh Allah dengan keridlaan, secara ta’yin (jelas dan pasti) kecuali mereka.
æóÇáÓøóÇÈöÞõæúäó ÇúáÃóæøóáõæúäó ãöäó ÇáúãõåóÇÌöÑöíúäó æóÇúáÃóäúÕóÇÑö æóÇáøóÐöíúäó ÇÊøóÈóÚõæúåõãú ÈöÅöÍúÓóÇäò ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõãú æóÑóÖõæúÇ Úóäúåõ æóÃóÚóÏøó áóåõãú ÌóäøóÇÊò ÊóÌúÑöíú ÊóÍúÊóåóÇ ÇúáÃóäúåóÇÑõ ÎõÇáöÏöíúäó Ýöíúåó ÃóÈóÏðÇ Ðóáößó ÇáúÝóæúÒõ ÇáúÚóÙöíúãö. (ÇáÊæÈÉ: 100)
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya; mere-ka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (at-Taubah: 100)
Sedangkan selain para shahabat, me-reka belum bisa dipastikan mendapatkan keridhaan Allah. Allah hanya memberitakan syarat; jika syarat itu diikuti mereka juga mendapatkan keridhaan dari Allah. Syarat itu adalah mengikuti para shahabat dengan baik atau dengan istilah al-Qur’an: ÊÇÈÚíä áåã ÈÅÍÓÇä
Dan istilah dalam hadits:ãËá ãÇ ÃäÇ Úáíå æÃÕÍÇÈí.
Dengan demikian generasi shahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in adalah tiga generasi terbaik yang dipuji oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai generasi percontohan dan umat teladan. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :
ÎóíúÑõ ÇáäøóÇÓö ÞóÑúäöí Ëõãøó ÇáøóÐöíúäó íóáõæúäóåõãú Ëõãøó ÇáøóÐöíúäó íóáõæúäóåõãú. (ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí æãÓáã)
Sebaik-baik manusia ialah generasiku (para shahabat), kemudian generasi berikutnya (tabi’in) dan kemudian generasi berikutnya (tabi’it tabi’in). (HR. Bukhari Muslim)
Merekalah yang disebut dengan istilah salaf atau salafus shalih yang bermakna para pendahulu, seperti ucapan Rasulullah i kepada Fathimah:
ÝóÇÊøóÞöí Çááåó æóÇÕúÈöÑöíú ÝóÅöäøóåõ äöÚúãó ÇáÓøóáóÝõ ÃóäóÇ áóßö. (ÑæÇå ãÓáã¡ ÝÖÇÆá ÝÇØãÉ 2/245ÍÏíË 98)
Bertaqwalah kepada Allah (wahai Fathimah) dan bersabarlah. Dan aku adalah sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu. (HR. Muslim)
Yakni yang dimaksud oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam ialah bahwa beliau yang mendahuluinya dalam kebaikan sehingga makna salaf adalah orang-orang yang mendahului dalam kebaikan. Istilah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam ini dikenal untuk menyebut para shahabat dan tabi’in yang mendahului kita di jalan sunnah.
Jalan merekalah yang harus ditempuh oleh generasi yang datang setelahnya, memahami dengan pemahaman mereka, menerapkan dan mendakwahkannya seperti mereka. Jalan merekalah yang kemudian dikenal dengan istilah manhaj salaf, metode salaf, ajaran salaf atau pemahaman salaf dan lain-lain.
Ringkas kata, ketika seseorang mengaku muslim, maka konsekwensinya adalah harus menjadi ahlus sunnah wal jama’ah. Dan seseorang yang mengaku ahlus sunnah wal jama’ah harus berpegang teguh dengan manhaj salaf. Kalau tidak demikian maka hal itu hanyalah sekedar pengakuan tanpa bukti dan hanya penamaan tanpa arti. Wassallam.
(Dinukil dari Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, artikel asli berjudul “Mengapa Harus Manhaj Salaf”, oleh Ustadz Muhammad Umar As Sewed. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiya’us Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Redaksi: Muhammad Sholehuddin, Dedi Supriyadi, Eri Ziyad; Sekretaris: Ahmad Fauzan; Sirkulasi: Arief, Agus Rudiyanto; Keuangan: Kusnendi. Pemesanan hubungi: Abu Rahmah HP. 081564634143)