Salafy mengira hanya dirinya yang benar (Syubhat)

  • Post author:
  • Post category:Manhaj

Syubhat : “Salafy mengira hanya dirinya yang benar”

Jawaban :

Kita harus membuat suatu pembedaan antara yang dianggap berasal/dinisbahkan di atas –jalan/metode Salaf– serta seseorang yang menisbahkan dirinya padanya (manhaj Salaf).

Dalam terminologi absolut, seseorang yang menisbahkan – pada metode Salaf – maka tidak lain pembenaran secara lahiriah saja.

Adapun dalam terminologi spesifik, yang dipermasalahkan masalah Aqidah dan Manhaj, Ushul (pokok) dan Furu’ (cabang) – maka tak seorangpun menyangkal atau menolak, bahwa (mengesampingkan hal ini) dapat membikin bid’ah (cara baru dalam berIslam).

Permasalahannya, seseorang yang menisbahkan dirinya atas jalannya Salafy, kemudian dalam prinsipnya (Salafy) – yang mana dia tidak berbuat kesalahan (sesuai prinsip Salaf)– lalu dia konsisten diatasnya, maka apa yang bertentangan dengan ini, tidak lain merupakan kesesatan dan perihal yang menyimpang.

Adapun yang kami maksud disini, (metode Salaf) dalam memahami secara menyeluruh Aqidah dan Manhaj dan pokok dari agama (Islam) ini. Hal ini dikarenakan Aqidah dan Manhaj dan pokok/prinsip Salaf (Islam) dalam setiap zaman tidak pernah berubah, (sehingga) mereka (Salafy) dipersatukan di atas hal tadi.

Karenanya, seseorang (yang disebut) Salafy dan dia jujur di atas (jalannya) Salaf dan berilmu dan beramal dengannya, mengikuti jejak mereka (Salafus Sholih), maka dia dapat dikatakan benar dengannya, Insya ALLAH. Maka orang ini akan berupaya (untuk) mengetahui metode Salaf secara garis besarnya, agar ia mengetahui (Islam) dengan benar.

Sungguhpun ia mungkin tidak mengerti tentangnya (Salaf) secara detailnya, namun ia terus mengoreksi untuk mengikuti jalan mereka (Salaf) – dan mengikuti jalannya dan meniti jejaknya – untuk menapaki kebenaran dan menjauhi apa yang bertentangan dengannya, yang akan menyesatkannya.

Atau ia berupaya mengetahui jalan Salaf, baik secara umum dan secara spesifik, dalam hal Aqidah dan Manhaj dan pokok (Ushul) dan Furu’ (cabang) sehingga dia ia akan beramal dengan tepat, dan dia berkeyakinan dan beramal yang sesuai diatasnya, dan akhir dari semua ini, tergantung ketulusan dalam belajarnya, semangatnya dalam memperoleh ilmu (Islam) dan beramal di atasnya.

Adapun untuk pribadi yang selalu (dianggap) benar tiap-tiap hal dalam seluruh masalah/cabangnya, maka bila ada seseorang mengklaim demikian, maka dia dalam kekeliruan yang nyata. Karena tidak mungkin setiap orang selalu benar (sifat ma’shum/terlepas dari kesalahan sama sekali) di dalam tiap-tiap cabang agama, karena -pertama-tama- , tidaklah mungkin untuk dia mempunyai pengetahuan dari semua (menyangkut Dienul Islam) itu, dan – yang kedua – , ketika bahwa para Imam (Ulama Islam) masa lalu juga tidak pernah meraihnya, demikian juga oleh semua peniti jejaknya (Salaf) di masa datang, akan susah mencapainya.

Maka dari itu, dalam beberapa hal/cabang sangat mungkin seorang pengikut Salaf (Salafy) berbuat kesalahan (hal ini diperkuat hadits, “Setiap Bani Adam tidak terlepas dari kesalahan”, red). Namun hal itu tidak membikin dirinya lupa mengoreksi Aqidah dan Manhajnya, serta (Dienul Islam) secara menyeluruh, untuk menjadikannya keluar dari dalam jalannya 72 sekte yang menyimpang dan di atas petunjuk yang salah..

Bagaimanapun, kasus ini sangat sering muncul, seseorang yang menisbahkan (seakana-akan) atas metode Salaf, lalu menyatakan secara nyata bahwa (Salaf) merupakan metodologi yang keliru, bahkan dia menyatakan kekolotan yang perihal Aqidah dan Manhaj (belaka).

Meskipun dia mengikuti seruan Aqidah (yang benar), akan tetapi manhajnya telah tercemar. Di dalam kasus ini, maka seseorang yang sepertinya tidak benar atau tidak jujur dalam penisbahan dirinya (atas Salaf), karena dia telah memiliki suatu manhaj selain Salaf, maka hal ini dapat ditentukan dengan melihat pandangannya : Apakah ia mempertahankan dan membela Sayyid Qutb? Apakah ia mengambil perbuatan memalukan dan pandangan Abdur-Rahmaan Abdul-Khaaliq? Apakah ia memuji Muhammad Qutb dan mengambil dia sebagai pembimbing dan pemimpin. Apakah ia mempertahankan dan menyepakati Hasan Al-Banna? Apakah ia berbicara dengan istilah dan ungkapan bid’ah, ” Al-Ummah Al-Ghaa’Ibah”, ” Shabaab Us-Sahwah”, ” Tauhid ul-Haakimiyyah”, ” Al-Muwazanah” dan lain yang semisalnya, ungkapan yang sudah menjadi semboyan pembaharu (ahlul bid’ah) tadi.

Maka kita lihat dan perhatikan, apakah dia mengamalkan yang mereka miliki, siapa bergaul dengan siapa, siapa berdiskusi dengan siapa, apakah buku yang ia acuannya, dan cara ini yang dipakai untuk mengenali kebenaran manhajnya Dan dari sini kita mengenali apakah ia adalah suatu pengikut, mengklaim mengikuti metode Salaf, sementara dia diatas selainnya (Salaf).
(Diterjemahkan dari SalafiPublications.Com artikel ID SLF010007 oleh tim Salafy.or.id)