Syaikh Abdul Malik membawakan cerita tentang dialog antara Hizbut Tahrir dengan Syaikh Al Albani rahimahullah. Suatu saat salah seorang anggota Hizbut Tahrir saya beri nasehat : “Wahai jamaah, kalian ingin mendirikan negara Islam tetapi kalian tidak mempelajari seluk-beluk dan pokok-pokok syariat Islam. Kalian menulis buku-buku dengan menggunakan dalil-dalil yang sebagiannya ternyata merupakan hadits-hadits yang tidak shahih.”
Hizbut Tahrir menjawab : “Wahai saudaraku, kami justru minta tolong kepada orang-orang semacam Anda.”
Syaikh Al Albani berkata : “Jawaban semacam ini merupakan kekalahan pertama, karena ketika sebuah partai mengandalkan diri kepada pihak lain, maka hal itu berarti kekuatannya tidak sempurna.”
Orang Hizbut Tahrir itu menjawab : “Kalian ternyata menghabiskan waktu hanya untuk membolak-balik kitab saja.”
Syaikh Al Albani berkata : “Bukankah jutaan anggota partai itu memerlukan dokter-dokter medis? Sudah tentu Anda mempunyai ratusan dokter medis bahkan ribuan. Bukankah mereka ini juga memerlukan dokter rohani menurut istilah orang sekarang? Justru dokter-dokter rohani inilah yang lebih penting dan lebih dibutuhkan. Apakah ada pada mereka dokter-dokter rohani yang jumlahnya cukup untuk sejumlah besar anggota partai?”
Jawab pemuda : “Tidak.”
Syaikh Al Albani kemudian menceritakan kembali pembicaraannya dengan Hizbut Tahrir : “Seandainya kalian ini dalam suatu hari dapat mengibarkan bendera negara Islam dengan cara-cara revolusi, sedangkan rakyat ternyata tidak siap untuk menerima berlakunya hukum-hukum Islam, mungkin kalian akan menjawab : ‘Kita buat satu atau dua peraturan pemerintah misalnya, melarang adanya bioskop, melarang wanita keluar tanpa berjilbab, dan sebagainya.’ Mungkin sekali sebagian dari wanita yang menolak dari ketetapan tersebut adalah istri-istri kalian sendiri. Mengapa begitu? Karena rakyat sebelumnya tidak terdidik dengan syariat Islam. Lalu siapakah yang harus mendidik rakyat ini? Tentulah para ulamanya. Apakah sembarang ulama bisa melakukannya?”
Kemudian beliau membicarakan sifat ulama Ahlul Qur’an dan Ahlul Hadits yang mumpuni, berwawasan luas, serta teguh dalam mengamalkannya.
Selanjutnya berkata Syaikh Al Albani : “Oleh karena itu, saya berkeyakinan bahwa jihad akbar dewasa ini adalah kewajiban jutaan anggota partai untuk sekedar melahirkan puluhan ulama Islam ditengah mereka, sehingga orang yang jutaan ini kelak mendapatkan bimbingan untuk mengenal agama mereka dan mendidik mereka dengan ajaran Islam.
Adapun pengertian jihad yang dikembangkan berbagai kelompok dewasa ini tujuannya untuk merebut kekuasaan. Oleh karena itu setiap kelompok akan berusaha untuk meraihnya dan setelah diperoleh maka mereka menggunakan kekuasaannya untuk melaksanakan semua undang-undang dan ketetapan pemerintahnya baik haq maupun bathil, padahal Islam tidaklah seperti itu.
Seandainya saudara-saudara kita ini mau memperhatikan nasehat yang berharga tersebut, niscaya Islam dan umat Islam dapat terhindar dari fitnah besar yang dewasa ini menimpa segenap negara Islam. Setiap kali dakwah Islam dikesampingkan, para pemuda Islam dengan cepat terjerumus dalam bimbingan dan pengarahan yang sesat, dan orang yang tergesa-gesa melakukan sesuatu biasanya akan memetik kegagalan.”
(Bersambung ke “Kata Pengantar Manhaj Dakwah Para Nabi”)
[Kumpulan Risalah Ilmiyah – Dinukil dari Buku Bagian Kedua – Hizbut Tahrir Mu’tazilah Gaya Baru, Cahaya Tauhid Press]