Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
ALLAH TINGGI DI ATAS ‘ARSY SEKALIGUS DEKAT DENGAN HAMBA-NYA
Al-Muzani rahimahullah menyatakan:
عَالٍ عَلَى عَرْشِهِ فِي مَجْدِهِ بِذَاتِهِ وَهُوَ دَانٍ بِعِلْمِهِ مِنْ خَلْقِهِ أَحَاطَ عِلْمُهُ بِاْلأُمُوْرِ وَأَنْفَذَ فِي خَلْقِهِ سَابِقَ الْمَقْدُوْرِ وَهُوَ الْجَوَّادُ الْغَفُوْرُ { يَعْلَمُ خَائِنَةَ اْلأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُوْرُ }
Tinggi di atas ‘Arsy-Nya, dalam KemulyaanNya dengan DzatNya. Dia dekat dengan Ilmu-Nya dari hambaNya. IlmuNya meliputi segala perkara. Dan Dia mewujudkan dalam penciptaanNya (sesuai) yang telah ditaqdirkan sebelumnya. Dan Dia Yang Maha Dermawan lagi Maha Pengampun. { Dia Mengetahui pandangan-pandangan mata yang berkhianat dan segala yang disembunyikan (dalam) dada <<Q.S Ghafir/ al-Mu’min:19>>}
PENJELASAN:
Ketinggian Allah di Atas Arsy
Allah Maha Tinggi di atas ‘Arsy pada puncak ketinggian. ‘Arsy adalah makhluk Allah tertinggi dan terbesar yang berada di atas langit. Secara tegas dalam kalimat ini al-Muzani menyatakan bahwa Dzat Allah di atas ketinggian.
Al-Muzani juga pernah menyatakan:
لاَ يَصِحُّ لِأَحَدٍ تَوْحِيْدٌ حَتَّى يَعْلَمَ أَنَّ اللهَ عَلَى الْعَرْشِ بِصِفَاتِهِ
Tidak sah tauhid seseorang hingga ia mengetahui bahwa Allah di atas ‘Arsy dengan Sifat-SifatNya (al-‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar karya adz-Dzahaby (1/186)).
Akidah yang menyatakan bahwa Allah berada di atas langit, ber-istiwa’ di atas ‘Arsy adalah akidah para Nabi dan para Sahabatnya. Tidak hanya Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam, namun juga Nabi-Nabi sebelumnya.
Sebagai contoh, Nabi Musa ‘alaihissalaam telah berdakwah kepada Fir’aun dan menyatakan bahwa Allah berada di atas langit. Namun Fir’aun dengan congkak dan sombong menolak dan mengingkarinya, sambil mengejek Nabi Musa, Fir’aun berkata:
…فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ
…Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liatkemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta (Q.S al-Qoshosh:38).
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ (36) أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا…
Dan berkatalah Fir’aun: “Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta…(Q.S Ghafir/ al-Mu’min:36-37)
Para Ulama’ menjelaskan bahwa dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Allah berada di atas puncak ketinggian, di atas Arsy, di atas langit berjumlah 1000-an atau bahkan 2000-an.
Al-Alusiy menjelaskan:
وأنت تعلم أن مذهب السلف إثبات الفوقية لله تعالى كما نص عليه الإمام الطحاوي وغيره ، واستدلوا لذلك بنحو ألف دليل
“ Dan engkau mengetahui bahwa madzhabus Salaf menetapkan ketinggian Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan oleh al-Imam AtThohawy dan yang selainnya, mereka berdalil dengan sekitar 1000 dalil” (Lihat Tafsir Ruuhul Ma’aaniy fii Tafsiiril Qur’aanil ‘Adzhiim was Sab’il Matsaaniy juz 5 halaman 263).
Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah menyatakan dalam salah satu syairnya:
ياَ قَوْمَنَا وَاللهِ إنَّ لِقَوْلِنَا … أَلْفاً تَدُلُّ عَلَيْهِ بَلْ أَلْفَانِ
Wahai kaum kami, Demi Allah, sesungguhnya pada ucapan kami (bahwa Allah berada di atas ‘Arsy) memiliki seribu dalil bahkan dua ribua-an (Tadzkirotul Mu’tasiy syarh Akidah Abdil Ghony karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin al-Badr (1/67)).
Sekian banyaknya dalil itu dijabarkan oleh para Ulama’ dalam 20-an sisi pendalilan. Tiap sisi pendalilan memiliki sekian banyak dalil. Sisi-sisi pendalilan berikut contoh dalilnya tersebut salah satunya bisa ditemukan dalam Syarh al-Akidah atThohawiyyah karya Ibnu Abdil Izz al-Hanafiy pada halaman 267-269.
Pada buku ini akan disebutkan 10 saja sisi pendalilan berikut dalilnya:
Pertama: Penyebutan ‘alFauqiyyah (ketinggian) Allah dengan kata penghubung ‘min’. Seperti dalam firman Allah :
وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ () يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
dan milik Allah sajalah segala yang ada di langit dan di bumi berupa makhluk melata dan para Malaikat, dalam keadaan mereka tidaklah sombong. Mereka takut terhadap Rabb mereka yang berada di atas mereka, dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan” (Q.S AnNahl:49-50).
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam menyatakan kepada Sa’ad bin Mu’adz ketika Sa’ad memberi keputusan terhadap Bani Quraidzhah:
لَقَدْ حَكَمَ الْيَوْمَ فِيهِمْ بِحُكْمِ اللَّهِ الَّذِى حَكَمَ بِهِ مِنْ فَوْقَ سَبْعِ سَمَوَاتٍ
“ Sungguh engkau telah menetapkan hukum pada hari ini dengan hukum Allah yang telah Allah tetapkan dengannya dari atas tujuh langit” (diriwayatkan oleh anNasaa-i dalam Manaaqibul Kubraa, Ibnu Sa’ad dalam atThobaqoot, atThohaawy dalam Syarh al-Maa’niy, al-Haakim dalam al-Mustadrak. Al-Hafidz Ibnu Hajar menghasankan hadits ini dalam Takhriijul Mukhtashor. Silakan dilihat penjelasan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany dalam Silsilah al-Ahaadits Asshohiihah juz 6/556).
Kedua: Penyebutan al-fauqiyyah (ketinggian) tanpa diikuti kata penghubung apapun. Seperti dalam firman Allah:
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ
“ dan Dialah Yang Maha Menundukkan di atas hamba-hambaNya”(Q.S al-An’aam:18).
Ketiga: Penjelasan adanya sesuatu yang naik (Malaikat, amal sholih) menuju Allah. Lafadz ‘naik’ yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan al-Hadits bisa berupa al-‘uruuj atau as-Shu’uud.
Seperti dalam firman Allah:
مِنَ اللَّهِ ذِي الْمَعَارِجِ * تَعْرُجُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ} [المعارج:3 – 4]
“ dari Allah yang memiliki al-Ma’aarij. Malaaikat dan Ar-Ruuh naik menuju Ia “(Q.S al-Ma’aarij:3-4).
Mujahid (murid Sahabat Nabi Ibnu Abbas) menafsirkan: (yang dimaksud) dzil Ma’aarij adalah para Malaikat naik menuju Allah (Lihat dalam Shahih al-Bukhari).
Dalam hadits disebutkan:
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلاَئِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلاَئِكَةٌ بِالنَّهَارِ، وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلاَةِ الْعَصْرِ وَصَلاَةِ الْفَجْرِ، ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ – وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِم – فَيَقُولُ: كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي؟ فَيَقُولُونَ: تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ، وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
“ Bergantian menjaga kalian Malaikat malam dan Malaikat siang. Mereka berkumpul pada sholat ‘Ashr dan Sholat fajr. Kemudian naiklah malaikat yang bermalam bersama kalian, sehingga Allah bertanya kepada mereka –dalam keadaan Dia Maha Mengetahui- Allah berfirman: Bagaimana kalian tinggalkan hambaKu? Malaikat tersebut berkata: “Kami tinggalkan mereka dalam keadaan sholat, dan kami tinggalkan mereka dalam keadaan sholat” (H.R Al-Bukhari dan Muslim).
Ibnu Khuzaimah asy-Syafi’i menyatakan: “ Di dalam khabar (hadits) telah jelas dan shahih bahwasanya Allah ‘Azza Wa Jalla di atas langit dan bahwasanya para Malaikat naik menujuNya dari bumi. Tidak seperti persangkaan orang-orang Jahmiyyah dan Mu’aththilah (penolak Sifat Allah) (Lihat Kitabut Tauhid karya Ibnu Khuzaimah halaman 381)
Keempat: Penjelasan tentang diangkatnya sebagian makhluk menuju Allah.
Sebagaimana dijelaskan dalam AlQur’an:
{بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ} [النساء: 158]
“ Bahkan Allah mengangkatnya kepadaNya” (Q.S AnNisaa’:158).
{إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ} [آل عمران: 55]
“ Sesungguhnya Aku mewafatkanmu dan mengangkatmu kepadaKu” (Q.S Ali Imran:55).
……..Inysa Allah Bersambung