BAB Keutuhan Pemahaman Salaf dan Dakwah Meluruskan Penyimpangan dalam Masyarakat
Dakwah salafiyah yang bertitik pangkal dari petunjuk para pendahulu ummat ini dari kalangan sahabat dan para tabi’in, adalah dakwah yang menyeluruh. Dakwah yang meliputi berbagai topik dan permasalahan. Bukan sebagaimana anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa dakwah tauhid tidak mengenal kecuali hal-hal yang sempit dan terbatas.
Ini adalah syubhat yang keliru dan menyimpang. Dikumandangkan oleh sikap fanatik buta terhadap golongan demi tercapainya tujuan memperbanyak anggota jama’ah yang justru menyimpang dari manhaj salaf. Dan hal ini tersebar diseluruh dunia islam.
Kalau tidak demikian, maka persoalannya sangat jauh berbeda dari apa yang mereka sebarkan itu. Karena sesungguhnya, manhaj salaf adalah dakwah yang haq. Dakwah Islam. Dakwah yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Dakwah yang bertujuan mengeluarkan manusia dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid. Dari kegelapan syubhat dan bid’ah menuju kesatuan sunnah dan aqidah. Dari azab kemaksiatan kepada cahaya dan luasnya ketaatan.
Persoalan dakwah ini tidaklah bergantung kepada hawa nafsu dan ra’yu (pemikiran) tokoh tertentu. Dakwah ini dilandasi dengan batas-batas yang telah Allah tetapkan. Dan perkara pertama yang paling utama dan harus ditaati di dalam Kitabullah (Al Quran) dan Sunnah Rasulullah ialah At Tauhid. Apabila dosa dan kemungkaran yang paling besar dan nyata adalah syirik.
Maka apabila seorang da’i secara bertahap dalam perjalanan dakwahnya memulai dari yang paling penting dan seterusnya, sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Berarti dia telah berjalan di atas jalan yang benar dan manhaj yang kokoh.
Kita katakan bertahap, tidaklah harus berarti meninggalkan sikap inkar (pengingkaran, penentangan) terhadap orang-orang yang terjatuh kepada kemaksiatan dan dosa besar. Bahkan di dalam setiap tahap perjalanan dakwahnya itu, dia harus memperhatikan apa yang menyebabkan terjatuhnya orang-orang tertentu dan masyarakatnya ke dalam kemaksiatan dan dosa besar. Sehingga dia dapat mengajak mereka meninggalkannya. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barangsiapa di antara kalian melihat satu kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya, kalau tidak mampu dengan lisannya, kalau tidak mampu dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim Kitabul Iman 2/27 no 49).
Allah telah mengutus Nabi-Nya untuk memperbaiki dunia ini, serta mewujudkan kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya. Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi:
“Sesungguhnya tidak seorang nabipun sebelumku melainkan wajib atasnya untuk menunjuki ummatnya kepada kebaikan yang diketahuinya dan memperingatkan mereka dari kejahatan yang diketahuinya.” (HR. Muslim Kitabul Imarah 12/322 no 1844)
Jelaslah, bahwa agama ini terdiri dari perintah dan larangan. Memerintahkan kebaikan dan mencegah (melarang) dari kejahatan. Tidak terbatas pada satu masalah tertentu. Sehingga seorang da’i muslim, dialah yang seharusnya memperhatikan tahapan dan hal-hal yang penting dalam dakwahnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan:
“Perintah yang Allah utus para Rasul-Nya membawanya ialah amar ma’ruf (memerintahkan kebaikan), sedangkan an nahyu yang Allah utus beliau membawanya ialah an nahyu ‘anil munkar (mencegah kemunkaran).”
Dan dakwah ini meliputi seluruh aspek yang ada, tidak terbatas pada persoalan-persoalan tertentu, sebagaimana diterangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
“Dakwah dan ibadah adalah dua kata yang masing-masing mempunyai pengertian lengkap meliputi puncak kecintaan kepada Allah dan ketundukan kepada-Nya.”
(dikutip dari buku Ad -Durusil Muhimmah Li Ammatil Ummah, Penerbit Cahaya Tauhid Press)