Nabi Isa ‘alaihi wa sallam diturunkan ke muka bumi memang bukan dalam kapasitasnya sebagai rasul yang menyerukan syariat baru. Tidak pula menghapus syariat nabi terakhir Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas misi apa yang beliau emban?
Merujuk kepada hadits-hadits yang lalu, kita akan mengetahui misi Nabi Isa ‘alaihi wa sallam ketika turunnya. Di antaranya:
1. sebagai hakim yang adil.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menerangkan: “Yakni beliau turun sebagai hakim dengan (hukum) syariat ini, bukan turun sebagai nabi yang membawa risalah tersendiri atau syariat yang menghapus (syariat Nabi Muhamad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, -pent.). Bahkan beliau adalah salah seorang hakim di antara hakim-hakim umat ini. (Syarah Muslim, 2/366. Demikian pula Ibnu Hajar rahimahullahu menerangkan dalam Fathul Bari, 6/491)
Ibnu Abi Dzi’b mengatakan kepada Al-Walid bin Muslim, ketika menyampaikan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa: “Nabi Isa mengimami/memimpin kalian dengan kitab Rabb kalian dan Sunnah Nabi kalian.” (Shahih Muslim 1/369-392 Kitabul Iman, Fi Nuzul Ibnu Maryam. Cet. Darul Ma’rifah)
2. memecah atau menghancurkan salib.
Ibnu Hajar rahimahullahu mengatakan: “Yakni membatalkan agama Nasrani, dengan cara menghancurkan salib dengan sebenar-benarnya, serta membatalkan apa yang diyakini oleh orang Nasrani tentang keagungannya.” (Fathul Bari, 6/491)
3. membunuh babi.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu mengatakan bahwa padanya terdapat dalil bagi pilihan madzhab kami (madzhab Asy-Syafi’i) dan madzhab mayoritas para ulama bahwa bila kita mendapati babi di negeri peperangan atau negeri aman sementara kita dapat membunuhnya maka hendaknya kita membunuhnya. (Syarhun Nawawi, 2/367)
4. meletakkan atau menggugurkan jizyah.
Jizyah adalah semacam upeti yang dibebankan kepada ahlul kitab yang hidup di tengah negeri muslimin, ketika mereka tidak mau memeluk agama Islam. Dengan itu, mereka boleh tinggal di negeri muslimin serta mendapatkan jaminan keamanan dari muslimin. Tapi dengan turunnya Nabi Isa ‘alaihi wa sallam maka Islam tidak lagi menerima jizyah, yang juga berarti tidak diterimanya lagi dari ahlul kitab kecuali Islam. Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu mengatakan: “Makna yang benar adalah bahwa beliau tidak akan menerima jizyah, tidak menerima dari orang kafir kecuali Islam, dan orang kafir yang tetap ingin membayar jizyah, mereka tidak akan dilindungi. Bahkan beliau tidak akan menerima kecuali Islam atau kalau tidak, dibunuh. Demikian dikatakan Abu Sulaiman Al-Khaththabi rahimahullahu dan yang lain dari kalangan para ulama.” (Syarhun Nawawi, 2/367)
5. Mengajak orang untuk masuk Islam atau memerangi manusia demi Islam. Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada antara aku dengan dia nabi –yakni Isa– dan ia pasti turun, dan bila kamu melihatnya maka ketahuilah dia. Seorang lelaki yang tingginya sedang, agak merah dan putih, antara dua pakaian yang berwarna agak kuning, seakan-akan kepalanya meneteskan air, walaupun tidak basah. Lalu ia memerangi manusia agar masuk Islam, menghancurkan salib, membunuh babi, menghilangkan jizyah, dan pada masanya, Allah hancurkan agama-agama seluruhnya kecuali Islam, dan ia membunuh Al-Masih Ad-Dajjal, lalu ia tinggal di bumi selama 40 tahun. Kemudian ia wafat lalu kaum muslimin menyalatinya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud no. 4324, dan Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Fathul Bari, 6/493 dan Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 2182)
(Sumber : http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=553)