Syaikh Ali Hasan ditanya:
Sebagian dari kami mengatakan: “Mentahdzir mubtadi’ (pendukung, pembela, pemrakarsa ajaran baru dalam agama, red) adalah suatu keharusan , tetapi ini adalah urusan ulama, Adapun kita hanya para penuntut ilmu”. Apakah benar pernyataan ini?
Jawaban:
Perkataan ini memiliki sebagian yang benar dan sebagian yang lain telah
hilang dari pemilik ucapan tersebut.
Pertama:
Karena adanya kewajiban untuk menerangkan tahdzir terhadap bid’ah dan ahli
bid’ah
Kedua:
Adalah apa yang telah diisyaratkan bahwa ini hanya kepentingan dan urusan
ulama
Saya berkata: Bahwa mentahdzir ahlul bid’ah jika berdasarkan ilmu atau fatwa
para ulama, maka para penuntut ilmu dan alim boleh melakukannya. Tidak ada
perbedaan antara keduanya, tetapi kami berkata: Perkara yang harus ada
padanya fatwa ulama yang sampai kepada para penuntut ilmu dan para pemula,
hanyalah hukum kepada orang tertentu bahwa dia itu mubtadi’ dan dia
ditahdzir karena dia mubtadi’.
Adapun kalau telah terbukti itu adalah benar-benar perbuatan bid’ah
berdasarkan fatwa para ulama atau pengarahan orang yang telah mantap
keilmuannya, maka jika keadaannya memang demikian, orang tersebut harus
ditahdzir.
Ucapan Imam Ahmad kepada para muridnya dalam masalah ini banyak sekali,
padahal para muridnya tidak sederajat keilmuan mereka dengan beliau dan
tidak mendekati, tetapi mereka hanyalah penuntut ilmu yang berbeda-beda
tingkatannya.
(“Tanya Jawab dengan Syaikh Ali Hasan hafidhahullah di Yogyakarta” Muhammad Ali Ishmah, Buletin Al-Manhaj Edisi 7/1419 H/1999M, terbitan Lajnah Khidmatus Sunnah wa Muhaarabatul Bid’ah, Ponpes Ihyaus Sunnah-Degolan-Jogjakarta)