Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan takdir dan hikmah-Nya telah menciptakan dunia dan seisinya ini sebagai tempat persinggahan sementara bagi manusia. Agar mereka mampir sebentar, untuk mengambil perbekalan ilmu dan amal menuju kebahagiaan akhirat yang kekal abadi. Oleh karena itu tidaklah Allah menyediakan bumi beserta fasilitas yang lengkap ini, melainkan sebagai sarana penunjang ibadah.
Begitu pula Allah menciptakan manusia sebagai khalifah dengan tujuan untuk memakmurkan bumi ini dengan peribadatan hanya kepadaNya semata.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : “ Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang kholifah di muka bumi”. Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan kholifah di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan engkau? Tuhan berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” (Al Baqarah : 30-32)
Peristiwa diciptakannya manusia merupakan peristiwa besar dan memuat hikmah yang sangat agung. Di dalam ayat tersebut terkandung padanya beberapa faedah ilmu :
Pertama, Bahwasanya Allah Ta’ala menolak pernyataan para malaikat : “Bagaimana Dia (Allah) menjadikan manusia di muka bumi, padahal kami lebih taat dibandingkan mereka? Maka Allah menjawab : “Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa-apa yang kalian tidak ketahui.” Allah menjawab pertanyaan mereka bahwasanya Dia lebih mengetahui inti permasalahan dan hakekat (diciptakannya manusia). Dan Dia maha Mengetahui lagi maha Bijaksana. Sesungguhnya jelas bagi Allah bahwa khalifah yang diciptakanNya adalah dari kalangan makhluk yang baik, para rasul, para nabi, hamba-hamba-Nya yang sholeh, orang-orang yang mati syahid, orang-orang yang jujur, ulama serta generasi orang yang memiliki ilmu dan iman yang lebih baik dari para malaikat. Begitu pula jelas bagi Allah bahwa iblis adalah makhluk yang paling jelek di alam ini. Sehingga Allah mengusirnya dari syurga. Sedangkan para malaikat tidak memiliki pengetahuan tentang perkara tersebut (yaitu tentang penciptaan dan menetapnya nabi Adam di muka bumi dengan keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Kedua, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin menampakkan keutamaan Adam akan ilmu dan membedakan dengan mereka (para malaikat) dengan ilmu, maka Allah mengajarkannya seluruh nama-nama. Allah bertanya kepada para malaikat : “Kabarkan kepadaku nama-nama mereka jika kalian memang benar”. (Al Baqarah : 31). Disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir, bahwa mereka (para malaikat) mengatakan : “Tidaklah Allah menciptakan seorang makhluk pun yang lebih mulia daripada kami. Mereka menyangka bahwasanya mereka lebih baik dan utama dibandingkan kholifah yang Allah jadikan di muka bumi. Tatkala Allah menguji mereka dengan ilmu yang diajarkan terhadap kholifah ini, maka mereka mengakui kelemahan terhadap apa-apa yang mereka tidak ketahui, mereka mengatakan : “Maha Suci Engkau, tidak ada pengetahuan bagi kami kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Al Baqarah : 32). Maka ketika itu nampaklah dihadapan mereka keutamaan nabi Adam dengan kekhususan berupa ilmu.
Ketiga, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala tatkala memberitahukan kepada para malaikat tentang keutamaan nabi Adam berupa ilmu, dan lemahnya mereka untuk mengetahui apa yang diajarkan-Nya, maka Allah berfirman kepada mereka : “Bukankah Aku telah mengatakan kepada kalian sesungguhnya Aku Maha Mengetahui rahasia langit dan bumi dan Aku mengetahui yang kalian tampakkan dan yang kalian sembunyikan”. (Al Baqarah : 33). Kemudian Allah mengajarkan mereka tentang ilmu. Ilmu Allah meliputi segala yang nampak maupun yang tersembunyi, serta rahasia di langit dan di bumi. Allah mengenalkan kepada mereka tentang sifat ilmu dan keutamaan nabi-Nya.
Keempat, Bahwasanya Allah menganugerahkan pada diri Adam berupa sifat-sifat sempurna yang lebih utama dari makhluk selainnya. Allah hendak menampakkan kepada para malaikat tentang keutamaan dan kemuliaan Adam. Sehingga jelaslah bagi malaikat tentang kelebihan nabi Adam dari segi ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu sangat mulia di sisi manusia. (Al Ilmu Syarfuhu wa fadluhu 30-32)
Sesungguhnya ilmu itu akan mengangkat derajat pemiliknya di dunia dan akherat. Bukan karena kekuasaan, harta, dan bukan pula selainnya. Dan ilmu juga itu menambah kemuliaan bahkan bisa mengangkat derajat seorang hamba sahaya menjadi mulia. Sebagaimana diriwayatkan di dalam Shohih Muslim (817) dari hadits Zuhri, dari Abi Tufail bahwasanya Nafi’ ibnu Abdil Harits mendatangi Umar ibnul Khoththob di ‘Usfan –yang mana Umar mengangkatnya (sebagai bupati) untuk penduduk Mekkah- Maka berkata umar : “Siapa yang engkau angkat menjadi bupati di negeri ini? dia (Nafi’) menjawab : “Aku telah mengangkat Ibnu Abza untuk mereka.” Lantas Umar berkata : “Siapa Ibnu Abza? Kemudian dijawab : “Dia adalah seorang budak.” Umar berkata : “(Kenapa) engkau mengangkat seorang budak? Dijawab : “Karena dia seorang yang ahli membaca Al Qur’an dan ‘alim dalam ilmu waris. Maka Umar berkata: Ketahuilah sesungguhnya Nabi kalian Shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda : “Sesungguhnya Allah akan mengangkat dengan Kitab ini (Al Qur’an) sekelompok kaum dan merendahkan yang selainnya.”
Berkata Al Hasan ibnu Ali kepada anaknya dan saudaranya : “Pelajarilah ilmu, karena bisa jadi (pada saat ini) kalian adalah kaum yang kecil, namun besok kalian akan menjadi pembesar kaum. Maka barang siapa yang tidak menghafal, hendaklah dia menulis.” (Al Madkhal ila As Sunan Al Kubro (632)).
Berkata Urwah bin Az Zubair kepada anaknya : “Mari, belajarlah ilmu kepadaku. Karena sesungguhnya bisa jadi (suatu saat) kalian menjadi pemimpin suatu kaum. Dulu aku adalah seorang yang kecil dan tidak seorangpun yang memandangku. Tatkala aku beranjak dewasa (dengan memiliki ilmu) maka orang-orang mulai bertanya kepadaku. Dan tidak ada sesuatu yang paling berat bagi seseorang ketika ditanya tentang perkara agamanya melainkan dia dalam keadaan bodoh (tidak berilmu).” (Bayanul Ilmi wa Fadlihi oleh Al Imam Ibnu Abdil Bar).
Diriwayatkan dari Lukman bahwa dia berkata kepada anaknya : “Wahai anakku, duduklah bersama para ulama, dan dekatilah mereka dengan kedua lututmu (bergaul dengan mereka). Sesungguhnya Allah akan menghidupkan hati dengan hikmah sebagaimana menghidupkan (menyuburkan) bumi yang kering dengan siraman hujan.” (Al Madkhal ila As Sunan Al Kubro (445))
Berkata Sufyan Ats Tsaury : “Barangsiapa yang menginginkan dunia dan akherat maka hendaklah dia menuntut ilmu.”
An Nadhor bin Syumail berkata : “Barangsiapa yang menginginkan kemuliaan di dunia dan Akherat hendaklah dia pelajari ilmu. Cukuplah bagi seseorang sebuah kebahagiaan, tatkala dipercaya tentang perkara agama Allah, dan menjadi (perantara dakwah) antara Allah dan Hamba-Nya.”
Sufyan bin Uyainah mengatakan : “Manusia yang paling tinggi kedudukannya disisi Allah adalah orang yang menjadi (perantara dakwah) antara Allah dan hamba-Nya. Mereka itu adalah para nabi dan ulama.
Masih banyak lagi perkataan para ulama yang menerangkan bahwa ilmu akan meninggikan derajat orang-orang yang menempuh jalan untuk menimbanya. Namun sebaliknya, bagi orang-orang yang meremehkan ilmu, maka Allah akan merendahkan kedudukannya di dunia dan akherat. Sesungguhnya orang yang merasakan tetesan ilmu, maka dia telah menggapai kebahagiaan yang hakiki. Karena ilmu merupakan anugerah yang sangat utama dan mulia. Barangsiapa yang luput dari merasakan lezatnya ilmu maka tidak akan bermanfaat apa yang diperoleh dari selainnya. Bahkan hal tersebut bisa menggiring seseorang kepada kebinasaan dan kehinaan.
Seseorang yang menimba ilmu agama Allah bagaikan seorang nahkoda yang berlayar dengan bahtera menuju pulau abadi. Dalam menempuh perjalanannya, mau tidak mau harus berhadapan dengan berbagai rintangan yang menghadang, apakah berupa angin yang bergemuruh, ataukah ombak yang menggulung tinggi sehingga bisa menghempaskan bahtera dengan dahsyat. Namun seiring dengan itu, sang nahkoda adalah seorang yang bermental baja dan telah membekali dirinya dengan ilmu, Sehingga dia menghadapi berbagai rintangan itu dengan sabar dan hati yang tegar, tidak tergoyahkan sedikitpun walaupun ombak menerjang. Akan tetapi keinginannya tidak pernah pupus untuk melanjutkan perjalanan menuju pulau abadi tersebut. Demikianlah bagi siapa saja yang ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akherat, maka hendaklah dia berlayar dengan bahtera ilmu.
Diriwayatkan dari Al Imam Ahmad dan Tirmidzi dari hadits Abu Kabsyah Al Annamaari, dia berkata :Telah bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “Sesungguhnya di dunia ini terdapat empat golongan : “(Pertama) seorang hamba yang Allah memberikan harta dan ilmu kepadanya. Sedangkan dia takut kepada Allah dalam harta tersebut, sehingga dia menyambung tali silaturahmi, dan dia mengetahui kewajibannya terhadap harta tersebut. Maka orang seperti ini memperoleh kedudukan yang sangat mulia di sisi Allah. (Kedua), seorang yang diberi ilmu dan tidak memiliki harta, sedangkan dia mengatakan : “Seandainya aku memiliki harta maka aku akan beramal seperti amalannya fulan. walaupun dia hanya berniat saja, maka kedua-duanya memperoleh pahala yang sama. (Ketiga), Seorang yang diberi harta dan tidak diberi ilmu maka dia bakhil dalam hartanya dan dia tidak takut kepada Rabbnya, tidak menyambung tali silaturahmi serta tidak menjalankan kewajibannya terhadap harta tersebut. Maka orang ini kedudukannya lebih hina di sisi Allah. (Keempat), Seseorang yang tidak diberi harta dan tidak pula memperoleh ilmu, kemudian mengatakan : “Kalau aku punya harta maka aku akan beramal seperti amalan fulan (yang ketiga). Walaupun hanya dengan niat maka kedua-duanya memperoleh dosa yang sama.” (Hadits Shohih, dishohihkan oleh At Tirmidzi, Al Hakim dan selainnya).
Dalam Hadits diatas Nabi Shallallahu’alaihi wasallam menyebutkan orang-orang yang bahagia dalam dua kategori, dan menjadikan ilmu dan amal -dengan berbagai kewajibannya- sebagai sebab diperolehnya kebahagiaan. Sedangkan orang-orang yang celaka, beliau bagi dalam dua kategori, dan menjadikan kebodohan dan pengaruhnya sebagai sebab kebinasaan.
Dalam Shohih Muslim diriwayatkan dari Abi Hurairoh radliyallahu’anhu dari Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda : “Jika seorang anak Adam wafat maka terputus amalannya kecuali tiga perkara ; shodaqoh jariyah (mengalir pahalanya), ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendo’akan orang tuanya.”
Hadits diatas menunjukkan tentang keutamaan dan kemuliaan ilmu, serta besarnya pahala yang akan diraih dengan ilmu tersebut. Karena pahalanya tetap akan mengalir kepada orang yang wafat selama dia masih memperoleh manfaat dengannya. Maka seolah-olah dia masih tetap hidup dan belum terputus amalannya walaupun nyawa tidak lagi dikandung badan. Oleh karena itu seorang berilmu yang berdakwah dan menyebarkan kebaikan, jiwanya akan tetap hidup walaupun dia wafat. Amal kebajikan seorang yang berilmu ini akan selalu diingat oleh orang banyak dan jejaknya akan dijadikan panutan bagi orang-orang yang masih hidup.
Oleh karena kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat serta menganugerahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat dan memalingkan dari kebodohan diri-diri kita. Wallahul Muwaffiq ila sabilish Showab
(Dikirim al akh Jaka Trianova Nugraha Ibnu Zulkifli, pada hari Kamis, 14 Juni 2003 – 01:35:52)