Sesungguhnya kondisi ummat Islam sekarang ini dalam marabahaya besar. Musuh-musuh mereka telah mengepung dan mengintai serta membidikkan senjatanya ke arah ummat dalam keadaan ummat tidak sadar, yang tujuan akhir mereka adalah membuat kacau dan menggoncangkan ummat Islam serta mengenyahkan mereka dari muka bumi, seperti yang terjadi di Andalusia, Spanyol, Palestina dan negeri lainnya. Banyak cara yang mereka tempuh untuk mencapai sasarannya. Oleh karena itu mengetahui siapa musuh-musuh Islam adalah perlu, agar kita mengetahui jalan keluar dan menghindarinya.
Musuh-musuh itu terbagi-bagi menjadi musuh dari luar dan musuh dari dalam.
1. Musuh dari luar
One. Syaithan
Syaithan adalah musuh pertama ummat manusia. Dan permusuhannya terhadap Adam, bapak sumua manusia sudah terkenal. Dalam kitab suci-Nya Allah berfirman,
(Al Isra’: 61-65)
Allah berfirman dalam surat Thaha: 110,
Ibnul Qayyim berkata, “Karena jihad memerangi musuh-musuh Allah yang di luar cabang jihad dari jihad terhadap nafsu, sebagaimana kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Mujahid adalah orang yang memerangi dirinya dalam ketaatan kepada Allah dan muhajir adalah orang yang berhijrah dari apa yang dilarang Allah”, maka jihad melawan nafsu merupakan sendi dan didahulukan daripada jihad melawan musuh yang di luar. Karena orang yang tidak memerangi nafsunya untuk menjalankan semua yang diperintah dan menjauhi semua yang dilarang serta memeranginya di jalan Allah tidak mungkin berjihad melawan musuh yang di luar. Bagaimana dia melawan musuh yang diluar sementara musuh dari dalam dirinya menguasainya dan tidak dia perangi di jalan Allah?
Seorang hamba diuji untuk memerangi kedua musuhnya dan di antaranya kedua musuhnya ada musuh ketiga dan tidak mungkin memerangi kedua musuh pertamanya kecuali haus memerangi musuh yang ketiga.
Musuh yang terakhir ini berdiri di depannya, memperlambat perjuangan melawan kedua musuhnya, dia senantiasa mengesankan bahwa memerangi kedua musuhnya sangat berat, dapat membuat miskin dan kehilangan banyak kesenangan dunia.
Maka tidak mungkin memerangi kedua musuhnya tadi kecuali setelah berhasil menghancurkan musuh yang satu ini dan memeranginya merupakan dasar berpijak dalam memerangi keduanya, dialah syaithan yang Allah firmankan, “Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah dia sebagai musuh”. (Fathir: 6)
Seorang hamba diuji untuk memerangi kedua musuhnya dan di antara kedua musuhnya ada musuh ketiga dan tidak mungkin memerangi kedua musuh pertamanya kecuali harus memerangi musuh yang ketiga.
Musuh yang terakhir ini berdiri di depannya, memeperlambat perjuangan kedua musuhnya, dia senantiasa mengesankan bahwa memerangi kedua musuhnya sangat berat, dapat membuat muskin dan kehilangan banyak kesenangan dunia.
Maka tidak mungkin memerangi kedua musuhnya tadi kecuali setelah berhasil menghancurkan musuh yang satu ini dan memeranginya merupakan dasar berpijak dalam memerangi keduanya, dialah syaithan yang Allah firmankan, “Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah dia sebagai musuh”. (Fathir: 6)
Perintah menjadikan syaithan sebagai musuh emnunjukkan keharusan mencurahkan segala upaya dalam memeranginya. Dia adalah musuh yang tidak pernah bosan berjuang memerangihamba-hamba sebanyak nafas mereka”. (Zaadul Ma’ad 3/6)
Two. Orang-orang kafir dan orang-orang musyrik/penyembah berhala
Allah ta’ala memerintahkan orang-orang yang beriman untuk memerangi orang-orang kafir dalam banyak ayat-Nya, antara lain:
Dia berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang disekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (At taubah: 123)
Allah menerangkan tujuan puncak dari memerangi orang-orang kafir dalam firman-Nya, “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama ini semata-mata ini untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasannya Allah pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.” (Al Anfal: 39-40)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mengatakan laa ilaaha illallah dan Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan sholat dan membayar zakat. Maka jika mereka telah melakukan itu, mereka telah menjaga darah dan harta mereka dariku (aman dan tidak dirampas sebagai harta rampasan) dan perhitungan amal mereka di sisi Allah.” (HR. Muttafaq ‘alaihi)
Tujuan pokok orang-orang kafir memerangi orang-orang yang beriman adalah melenyapkan agama Allah dan menghancurkan kaum muslimin. Allah berfirman, “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yagn benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (At Taubah: 32-33)
Yang sekarang ini kita yang berada dalam kepungan mereka tinggal menunggu waktu untuk membinasakan ummat Islam. Jadi nasib kaum muslimin sangat membahayakan yang mengharuskan mereka terbangun dari tidur nyenyak, sangat waspada dan mencambuk mereka berusaha menjauhkan mushu-musuh mereka dari negeri muslimin. Insya Allah akan kita bahas jalan keluar dari marabahaya ini dan jalan selamat dari musuh-musuh tersebut.
2. Musuh dari dalam
Musuh dari dalam banyak macamnya, antara lain:
One. Nafsu
Nabi Yusuf ‘alaihis salam mengataakn tentang nafsu yang kemudian diabadikan Allah dalam firman-Nya, “Sesungguhnya nafsu memerintahkan kepada kejelekan.” (Yusuf: 53).
Dalam surat Al Ankabut disebutkan, “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (berjihad) dalam mencari keridhaan Kami niscaya akan kami tunjukkan jalan-jalan Kami.” (Al Ankabut: 69).
Sebagian tabi’in mengatakan bahwa jihad memerangi nafsu adalah jihad yang terbesar (akbar). Dan Ibnul Qayyim mengatakan, “Jihad ada empat tingkatan: jihad melawan nafsu, jihad melawan syaithan, jihad melawan orang-orang kafir dan jihad melawan orang-orang munafik. Sedangkan jihad melawan nafsu ada empat tingkatan, yaitu
Pertama: Memerangi nafsu untuk mempelajari hidayah dan agama yang benar yang merupakan komponen kebahagiaan seseorang di dua negeri. Manakala kehilangan ilmu ini maka seseorang akan celaka di dua negeri.
Kedua: Memerangi nafsu untuk mengamalkan ilmunya, jika tidak, maka kalau sekedar berilmu tanpa amal maka paling tidak ilmunya tidak memberi manfaat jika tidak membahayakannya.
Ketiga: Memerangi nafsu untuk mendakwahkan ilmunya, jika tidak maka dia termasuk orang yang menyembunyikan ilmu hidayah yang telah Allah turunkan, sehingga ilmunya tidak bermanfaat dan tidak menyelamatkannya dari adzab Allah.
Keempat: Memerangi nafsu untuk bersabar atas kesulitan dakwah, gangguan manusia dan memikul beban dakwah karena Allah. Manakala seseornag telah menyempirnakan keempat tingkatan ini dinamakan golongan Rabbaniyyin. Para salaf sepakat seorang alim tidak dinamakan dengan Rabbaniyin sampai mengenal kebenaran, mengamalkannya dan mengajarkannya.
Maka barangsiapa mengetahui kebenaran, mengamalkannya dan mengajarkannya maka dia dipanggil sebagai pembesar di kerajaan langit.”
Ibnu Rajab berkata, “Berkata Ibnu Bathal, “Salah satu dari dua keberanian adalah: Sabar sesaat”. Ini adalah jihad terhadap musuh dari luar, yaitu orang-orang kafir, demikian juga jihad terhadao musuh dari dalam, yaitu jihad melawan hawa dan nafsu. Sesungguhnya jihda terhadap keduanya adalah jihad yang terbesar sebagaimana kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Mujahid adalah orang yang menundukkan nafsunya untuk taat kepada Allah.”
Abdullah bin Amr seorang shahabat berkata tentang jihad, “Mulailah dengan dirimu lalu peranghilah dirimu”. Ibrahim bin Abi Ablah berkata kepada pasukan yang baru saja pulang perang, “Kalian daru datang dari jihad kecil dan melum mengerjakan jihad yang lebih besar”. Mereka bertanya, “Apakah jihad yang besar?”, Dia menjawab, “Jihad yang lebih besar adalah jihad hati”. (Jadi ini bukan ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang sering didengung-dengungkan para khatib, tapi hadits palsu yang maknanya sama dengan hadits shahih).
Abu Bakar berkata kepada Umar ketika Umar akan menjabat khalifah, “Sesungguhnya perkara yang pertama kali aku peringatkan kepadamu adalah nafsumu yang pada dirimu”. Jihad ini membutuhkan kesabaran juga. Barangsiapa berabar memerangi nafsu, hawa dan syaithan, maka dia menang dan menguasai nafsunya dan jadilah dia penguasa yang mulia. Dan barangsiapa tidak sabar menghadapi nafsunya maka dia kalah dan tertawan dan jadilah dia seorang budak nafsu dan syaithan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya pertolongan bersama kesabaran”. Meliputi pertolongan terhadap dua jihad: jihad terhadap musuh luar dan jihad terhadap musuh bathin. Barangsiapa bersabar dalam menghadapi kedua musuhnya maka dia menang dan ditolong, dan barangsiapa tidak sabar menghadapi keduanya maka jadilah tawanan, kalah dan terbunuh”. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikamn Ibnu Rajab Al hambali).
Two. Orang-orang Munafik
Musuh ini sangat membahayakan yang menampakkan persamaan terhadap Islam tetapi menyembunyikan sebaliknya, berkata dengan dalil-dalil Islam, bagian dari kulit orang Islam, bahkan ikut berperang dalam barisan kaum muslimin. Merekalah yang telah diperingatkan Allah dalam banyak ayat Al Qur’an, antara lain dalam surat Al Baqarah, At Taubah, Muhammad dan Munafikin. Dalam surat At Taubah atau dinamakan, “Surat yang menyingkap kejelekan orang-orang munafik”, karena di dalamnya disingkap hakikat dan makar mereka. Banyak macamnya orang-orang munafik dalam memerangi orang-orang beriman, di antaranya tidak ikut berperang, mencemooh orang yang bersedekah, menyelisiihi perjanjian-perjanjian, berbohong, khianat, menghinakan orang-orang yang beriman, mengadu domba kaum muslimin, lari mundur ketika peperangan berkecamuk, mencela syariat, membangun masjid dhirar untuk memfitnah dan memperolok Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan sampai kepada upaya membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Manakala mereka gagal dalam upaya membunuh Nbai shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa hidup beliau, maka mereka berupaya membuat makar terhadap sunnah dan agamanya. Dan banyak sekali cara mereka dalam membuat makar terhadap sunnnah dan agama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Antara lain:
1. Membuat madzhab syiah (mengkultuskan Ali) yang dipelopori oleh seorang Yahudi terlaknat Abdullah bin Saba’, bahkan dialah yang membuat madzhab Khawarij yang pertama kali memberontak terhadap khalifah Utsman bin Affan. Kemudian beliau tumpas hingga tinggal sedikit dan menyingkir di daerah Haura yang sisa-sisa pasukan ini dihabisi Ali radhiyallahu ‘anhu.
2. Membuat madzhab Qadariyah yang tidak mengakui ilmu (pengetahuan) Allah terhadap kejadian yang akan datang. Golongan ini dibentuk oleh Ma’bad Al Juhani.
3. Membuat madzhab Jahmiyah (meniadakan nama dan sifat Allah) dan irja’ (hanya mengharap tanpa usaha, atau iman itu cuma hati). Pendirinya adalah Jahm bin Shofwan.
4. Membuat bid’ah mu’tazilah yang mendahulukan akal daripada Al Qur’an dan As Sunnah, mereka hendak membuat makar terhadap syariat dengan makar terhadap syariat dan menggantinya dengan pikiran mereka yang dangkal.
5. Membuat pemahaman bid’ah dalam memahami sifat dan nama Allah yaitu dengan membuang sebagian dan menetapkan sebagian.
6. Tidak memfungsikan As Sunnah dan hanya mencukupkan dengan dalil Al Qur’an. Pemahaman ini diadopsi dari Mu’tazilah kemudian di jaman sekarang diekmbangkan dalam bentuk yang lebih jelek dari pada pendahulunya yang disebarkan oleh kelompok yang menamakan dirinya dengan Al Qur’aniyun. (kalau di Indonesia semacam Isa Bugis, Islam liberal dan lan-lain).
7. Meninggalkan hukum Al Qur’an dan menggantikannya dengan undang-undang produk manusia yang mengotori akal menusia bersamaan bercampuran dengan kebenaran.
8. Memisahkan hukum Allah dari kehidupan kaum muslimin yang digencarkan oleh orang-orang komunis dan orientalis serta oportunis.
9. Merendahkan As Sunnah dengan mencela orang yang berpegang teguh dengannya di sisi lain mempopulerkan ahli bid’ah semacam Syiah (dahulu Khamaini).
Musuh dari dalam ketiga: Ahli Bid’ah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa memerangi ahli bid’ah termasuk jihad yang paling afdhal dan penting. Ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan memerangi khawarij, beliau berkata, “Akan keluar di akhir jaman kaum yang masih muda, picik pikiran, berbicara dari ucapan sang pencipta, yang membaca Al Qur’an tidak melampaui ternggorokan mereka (tidak paham apa yang dibaca), mereka keluar dari agama ini seperti anak panah keluar dari busurnya, jika kamu menjumpainya maka bunuhlah karena sesungguhnya membunuh mendapat pahala dari Allah pada hari kiamat”.
Bahaya mereka karena mereka berbicara atas nama Islam tetapi mencampurinya dengan bid’ah-bid’ah serta mereka mengaku di atas Al Qur’an dan As Sunnah. Allah juga memperingatkan kita dari ahli bid’ah dan ucapan mereka dalam firman-Nya, “Jika kamu melihat orang-orang yang berdalam-dalalm membicarakan ayat-ayat Allah maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithan menjadikan kamu lupa akan larangan itu maka janganlah kamu duduk dengan orang-orang yang dzalim itu setelah teringat akan larangan itu”. (Al An’am: 68)
Maksud berdalma-dalam membicarakan ayat-ayat Allah adalah menyampaikan isi ceramah yang bathil dengan gaya bahasa dan bicara yang menarik dan indah, menyeru kepada kebathilan, berpaling dari kebenaran dan memuji ahli bid’ah. (Taisirul Karimir Rahman, 222)
Ibnu Sirrin seorang tabi’in memandang bahwa manusia yang paling cepat murtad adalah ahli bid’ah dan ayat ini turun berkaitan dengan mereka. Ahli bid’ah yang membuat kesamaran terhadap agama, abstain (diam) terhadap nash-nash Al Qur’an dan As Sunnah, dan menipu ummat, maka peringatan terhadap mereka semakin keras sebagaimana yang dilakukan para salaf yang shalih. Termasuk bahaya yang ditimbulkan ahlul bid’ah adalah perpecahan ummat dalam banyak kelompok yang fanatik terhadap kelompoknya masing-masing dan perselisihan mereka yang menyebabkan kelemahan dan kekalahan kaum muslimin.
Allah telah memerintahkan kita bersatu dalam agamanya, “Dan berpeganglah dengan tali agama Allah dan janganlah kamu berpecah belah”. Nabi juga bersabda, “Bersatu rahmat dan berpecah belah adzab”. Sedangkan ahli bid’ah berpisah dari jalan yang lurus lalu mereka sesat darinya. Inilah keadaan ummat sekarang.
Faktor kelemahan dan bercerai berainya ummat terbesar adalah ahli bid’ah, politikus yang mengatasnamakan Islam dan partai-partai. Termasuk ahli bid’ah yang telah menyimpang dan menyebarkan perpecahan dan kebencian di antara ummat adalah syi’ah, shufiyah, khawarij (mental pemberontak dan menjelek-jelekkan penguasa yang sah di muka umum), hizbut tahrir, ldii, jamus (jama’atul muslimin), nii, isa bugis, jama’ah ikhwanul muslimin dengan cabang-cabangnya yang banyak, jama’ah tabligh dan selain mereka dari ahli bid’ah yang merusak Islam dari dalam.
Musuh Dari Dalam yang Keempat: Ahli maksiat, mungkar dan penyebar kekejian dan kemungkaran.
Kemaksiatan adalah faktor kerusakan, turunnya musibah dan hilangnya barokah. Maksiat adalah menyelisihi perintah-perintah Allah dengan meninggalkan perintah-perintah-Nya, dan melakukan apa yang dilarang dengan menjalankan keharaman. Kemaksiatan yang terbesar menyekutukan ibadah kepada Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya menyekutukan Allah adalah kedhaliman yang besar”.
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. (An Nisa’ : 16)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ketika ditanya dosa apa yang terbesar? “Kamu menjadikan tandingan (dalam ibadah) bagi Allah, padahal dia yang mencipta kamu. Kemaksiatan merupakan faktor kelemahan iman dan ummat”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kamu berjual beli dengan riba, memegang ekor-ekor sapi, ridho dengan pertanian dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menguasakan musuh pada kalian dan Dia tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian”. (HR. Abu dawud)
Kaum muslimin jika telah mencintai hartanya (dunianya) daripada agamanya dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menghinakan mereka sampai mereka mempelajari dan mengamalkan agama mereka. Tetapi jika mereka mendahulukan agama daripada kecintaan terhadap harta dan yang sejenisnya, maka mereka akan dimuliakan. Ketahuilah, bahwa pintu-pintu maksiat banyak sekali yang dapat masuk ke dalamnya kekafiran, kefasikan, dan kebid’ahan.
JALAN KELUAR DARI KEHINAAN
Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskan dalam Al Qur’an dan As Sunnah jalan yang menyelamatkan ummat yang dapat mewujudkan kemenangan, pertolongan dan kekuasaan.
Pertama: mentauhidkan Allah, ikhlas dan membuang kesyirikan.
Tauhid adalah sendi tercapainya pertolongan Allah. Allah telah memerintahkan manusia untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata, dalam firman-Nya, “Dan tidaklah mereka diperintah melainkan agar mereka menyembah Allah semata dengan mengikhlaskan untuk agamanya”. (Al bayyinah: 5)
Allah telah menyelamatkan Rasul-rasul-Nya, karena keikhlasan mereka dalam beribadah kepada Allah. Allah telah menyelamatkan Musa karena keikhlasannya, “Dan ingatlah dalam kitab Musa adalah dia seorang yang ikhlas dan seorang Nabi”. Demikian pula Yusuf selamat dari perbuatan keji, karena keikhlasan, “… Sesungguhnya dia termauk hamba Kami yang ikhlas”. Al Qurthubi berkata, “Yusuf mempunyai dua sifat, yaitu ikhlas dalam ketaatan dan ikhlas dalam menyampaikan risalah-Nya”.
Kedua: Kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah dan Berpegang teguh dengan Tali agama Allah.
Inilah sendi yang pokok, realisasi ubudiyah dan realisasi kalimat laa ilaaha illallah. Allah berfirman, “Katakanlah: “Ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta`at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan ta`atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat”. (An Nur: 54-56)
“Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (Ali Imran: 101-103)
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”. (Al Hajj: 41)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku tinggalkan pada kalian dua perkara jika kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan sesat selamanya, Kitabullah dan sunnahku”.
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggariskan satu garis lurus untuk kami, kemudian menggaris beberapa garis di samping kanan dan kirinya, kemudian berketa, “Ini adalah jalan-jalan Allah dan yang itu adalah jalan yang masing-masingnya ada syaithan yang menyerunya”. Kemudian membaca ayat, “Katakanlah, inilah jalanku yang lurus maka ikutilah dan janganlah mengikuti jalan-jalan syaithan itu nanti memecah belah kamu dari jalan-Nya”.
Manakala ummat ini meninggalkan jalan yang lurus tersebut dan tali agama Allah, dan mengikuti pikiran dan pendapatnya masing-masing maka mereka mengadakan kebid’ahan, sesat jalannya, bergolong-golongan yang setiap golongan membanggakan golongannya sendiri.
Hal itu disebabkan mereka tidak berpegang dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan mengingkari orang yang berpegang teguh dengannya. Misalnya dalam hal yang dianggap sepele, ummat merasa heran dan risih melihat muslimah yang memakai pakaian hitam dan menutup wajahnya, dan lelaki yang memelihara jenggotnya dan lelaki yang berpoligami, serta amalan sunnah lainnya yang dianggap asing oleh ummat Islam sendiri. Apa yang mereka ketahui tentang Islam kalau sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak mereka ketahui? Laa haulaa walaa quwwata illa billah
Ketiga: Bertaubat dari Semua Dosa-dosa
Ummat Islam sekarang yang dilanda krisis multi dimensi haruslah bertaubat dari semua dosa, baik yang besar atau yang kecil. Terlebih dosa syirik yang masih dijalankan, seperti mengagungkan kubur, mendatangi dukun, perjudian, makan uang riba (dari bank), pelacuran, pergaulan bebas, korupsi, menipu, durhaka kepada kedua orang tua dan sebagainya. Dalam sebuah riwayat, Nabi ditanya dosa apa yang terbesar? Beliau menjawab, “Syirik dan durhaka kepada kedua orang tua” (HR. Muslim)
Keempat: Do’a
Do’a adalah ibadah. Do’a adalah senjata yang ampuh bagi kaum muslimin. Allah pasti menjamin bagi orang yang berdo’a pasti dikabulkan, “Jika hamba-Ku bretanya tentang-Ku, katakanlah sesungguhnya Aku dekat. Aku menjawab do’a jika dia berdoa kepada-Ku, maka dari itu penuhilah panggilan-Ku dan berimanlah kapada-Ku agar kamu mendapat petunjuk” (Al Baqarah: 186)
Kelima: Berpegang teguh dengan Jama’ah, Mendengar, Taat dan Tidak Memberontak kepada Pemerintah (Penguasa yang sah)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Jama’ah rahmat dan pepecahan adzab”. Berpegang teguh dengan jama’ah adalah etrmasuk sendi daripada Ahlus Sunnah wal jama’ah yang telah dipegangi erat oleh pendahulu mereka yang shalih. Berpegang teguh dengan jama’ah sangat penting di setiap jaman, terlebih di jaman fitnah seperti sekarang ini. Imam Thahawi berkata, “Kami memandang bahwa jama’ah adalah kebanarandan perpecahan adalah menyimpang dan kesesatan”. Selanjutnya beliau bersabda, “Kami tidak memberontak kepada pemimpin dari pemerintah kita walaupun mereka berdosa/bermaksiat, tidak mendo’akan kejeelekan mereka, tidak durhaka kepada mereka. Kami memandang bahwa ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah yang wajib, selama mereka tidak memerintahkan kemaksiatan. Dan Kami mendo’akan kebaikan dan keselamatan untuk mereka”. Demikianlah Imam Thahawiyah menerangkan makna jama’ah dengan keterangan yang padat sesuai dengan jalan salaf, tidak dengan golongan yang semau sendiri menafsirkan Al Jama’ah.
Dan para ulama telah menerangkan jama’ah dengan lengkap juga, antara lain Imam Thabari berkata, “Yang dimaksudkan dengan jama’ah adalah pemimpin yang telah diangkat dengan kesepakatan, barangsiapa tidak mau membai’at kepadanya berarti dia telah keluar dari jama’ah. Jika tidak ada seorang pemimpin yang ditaati pada suatu masyarakat sehingga menusia berpecah dalam banyak golongan, maka janganlah kamu mengikuti salah satu dari kelompok itu dan menyingkirlah dari golongan-golongan itu semampu kamu, khawatir terjatuh ke dalam kejelekan”.
Namun dari nash-nash yang ada dapat disimpulkan bahwa hanya ada dua jama’ah yang hasur diikuti yang keduanya tidak bertentangan, yaitu:
1. Jama’ah Ilmiyah. Yaitu jama’ah shahabat radhiyallahu ‘anhum dan pengikut mereka yang setia sampai hair kiamat. Wajib bagi setiap muslim mengikuti mereka dan memahami agama dengan pemahaman mereka, tidak menyelisihi mereka dalam urusan agama sedikit pun. Imam Abul Izzi berkata, “Sunnah adalah jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan jama’ah adalah jama’ah kaum muslimin, mereka adalah shahabat, dan orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat. Maka mengikuti mereka adalah hidayah dan menyelisihi mereka adalah kesesatan”. (Syarah Aqidah Thahawiyah)
2. Jama’ah kaum muslimin jika bersatu di bawah satu pemimpin maka mereka harus mentaati pemimpin dan haram menyelisihi perintahnya (yang tidak maksiat), wajib bagi mereka berpegang dengan jama’ah ini dan tidak boleh memberontak. Yang demikin itu menimbulkan ketenteraman dan keselamatan rakyat. Banyak dalil yang menjelaskan wajibnya berpegang teguh dengan jama’ah ini, antara lai, “Dan berpegang teguhlah kemu semua kepada tali Allah dan janganlah bercerai-berai”. (Ali Imran: 103). Maksud tali agama Allah di dalam ayat ini ada dua pendapat, yaitu kitabullah dan jama’ah, dan tidak akan ada jama’ah kecuali dengan satu imam. Kemudian beliau menyebutkan hadits, “Sesungguhnya ummat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu yang masuk surga, aitu al jama’ah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan ada pemimpin setelahku orang-orang yang tidak mengambil dengan petunjukku dan tidak mengambil sunnnahku, akan ada pemimpin yang hati mereka berhati syaithan”. Apa yang aku lakukan wahai Rasulullah jika aku menemui peristiwa itu? Tanya shahabat. Beliau menjawab, “Engkau mendengar dan taat kepada penguasamu, walaupun dia memukul punggungmu dan mengambil hartamu”.
Keenam: Ulama adalah pewaris para Nabi dan keutamaan mereka sudah ma’ruf, sebagaimana Allah berfirman, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti bulan purnama atas seluruh bintang”. Wajib bagi kaum muslimin menghormati dan memuliakan ulama, yang mana mereka termasuk ulil amri yang wajib ditaati perintahnya. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri kalian”. Ulil Amri adalah umara dan ulama. Karena umara berfungsi menjaga hukum-hukum Allah, menjaga keamanan, harta dan kehormatan rakyatnya. Demikin juga ulama, keberadaan mereka sangat penting untuk mengajari agama kepada ummat, amar ma’ruf nahi munkar, menegakkan sunnah dan menepis semua bid’ah.
Imam Thahawi berkata, “Para ulama salaf dan tabi’in dari ahli hadits dan fiqh menetapkan, menyebut-nyebut kebaikan umara dan ulama, barangsiapa menjelek-jelekkan mereka maka dia sesat”. Thawus seorang tabi’in berkata, “Termasuk bagian dari sunnah adalah menghormati empat golongan: orang alim, orang yang sudah tua, pemimpin dan orang tua sendiri”.
Tetapi sekarang ada sebagian pemuda yang semangat agamanya terlalu tinggi melihat kemungkaran yang dilakukan umara (pemerintah), bangkitlah kemarahan mereka sampai mengkafirkan umara dan sebaliknya mengatakan ulama itu orang-orang bodoh.
Ketahuilah, bahwa ulama ada dua macam: ulama sesat dan bid’ah, dan ulama sunnah.
Ulama sennah adalah ulama yang berpegang teguh dengan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Al Qur’an dan As Sunnah, shahabatnya, mempraktekkan sunnah lahir dan bathin, serta jauh dari perbuatan yang dibenci Allah. Sedangkan ulama sesat adalah ulama yang lebih mendahulukan akal daripada Al Qur’an dan As Sunnah, tidak berpegang teguh dengan keduanya, menyebarkan bid’ah, menghalangi manusia mempelajari aqidah ahlus sunnah (salaf) dengan ucapan atau dengan perbuatan, menyelisihi salaf yang shalih dalam aqidah dan amalannya, mengajak pemuda menyenangi kebudayaan barat, dan sifat jelek lainnya.
Ketujuh: Wajib Meneliti dan Hati-hati Menerima Kabar
Seiring dengan arus globalisasi, informasi dari mana saja mudah didapat dan murah oleh setiap orang yang mau mendengar dan melihatnya. Media audio visual ditambah dengan CD beredar bak cendawan di musim hujan, tak tertahan pertumbuhannya. Yang menjadi sasaran tentu saja kaum muslimin yang di Indonesia ini mayoritas jumlahnya.
Maka kaum muslimin haruslah memiliki filter dalam menyerap gencarnya arus informasi yang mengglobal itu, seolah dunia semaikn kecil dan dekat jaraknya. Apalagi jaman sekarang ini informasi yang jelek dapat menimbulkan kekacauan dan kerusakan. Allah telah menurunkan dalam kitab-Nya agar kita berhati-hati dalam menerima kabar, apalagi kabar yang datang dari orang-orang fasik (tidak teguh agamanya) yang dijajakan dalam bentuk koran atau televisi, ataupun media lainnya. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu orang fasik membawa berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengerti keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu”. (Al Hujurat: 6).
Hendaknya apabila datang suatu perkara yang penting dan maslahat yang bersifat menyeluruh yang berkaitan dengan keamanan dan kebahagiaan kaum muslimin atau ketakutan yang mengandung musibah, mereka mengecek dan tidak terburu-terburu menyebarkan kabar, tapi mengembalikan kepada ulil amri di antara mereka”. (Taisir Karimur Rahman)
Jadi ketika tersiar kabar-kabar yang demikian, hendaknya kita sabar dan tidak tergesa-gesa ikut arus yang dapat membuat madharat, sebagaimana telah terjadi pada beberapa waktu yang lalu.
Kedelapan: Percaya Sepenuhnya dengan Janji Allah
Sesungguhnya Allah menjanjikan kemenangan, kemuliaan, kekuasaan bagi kaum muslimin jika ummat Islam merealisasikan tauhid, menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya yang telah lewat pembahasannya. Di sini kami akan lebih menekankan, yaitu agar kaum muslimin bertawakkal dan bersandar kepada Allah semata dalam meminta pertolongan atas musuh-musuhnya. Sesungguhnya pertolongan itu dari sisi-Nya yang Dia berikan kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki sehingga pertolongan tidak diminta kecuali dari Allah semata. Allah berfirman, “Dan Allah tidak menjadikan bala bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi kemenanganmu. Dan agar tenteram hatimu karenanya, dan agar kemenangan itu hanyalah bagi Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Ali Imran: 126)
Allah berfirman, “Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat kepada keduanya, “Serbulah mereka melalui gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknyakamu bertawakal, bila kamu benar-benar orang yang beriman”. (Al Maidah: 23). Allah telah menjamin menjaga agama-Nya tapi haruslah yang disertai dengan usaha-usaha yang dituntunkan syari’at agar membuahkan kemenangan yang diinginkan sebagaimana dahulu para shahabat telah mengalahkan orang-orang kafir. Wallahu a’lam.
Musuh-musuh itu terbagi-bagi menjadi musuh dari luar dan musuh dari dalam.
1. Musuh dari luar
One. Syaithan
Syaithan adalah musuh pertama ummat manusia. Dan permusuhannya terhadap Adam, bapak sumua manusia sudah terkenal. Dalam kitab suci-Nya Allah berfirman,
(Al Isra’: 61-65)
Allah berfirman dalam surat Thaha: 110,
Ibnul Qayyim berkata, “Karena jihad memerangi musuh-musuh Allah yang di luar cabang jihad dari jihad terhadap nafsu, sebagaimana kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Mujahid adalah orang yang memerangi dirinya dalam ketaatan kepada Allah dan muhajir adalah orang yang berhijrah dari apa yang dilarang Allah”, maka jihad melawan nafsu merupakan sendi dan didahulukan daripada jihad melawan musuh yang di luar. Karena orang yang tidak memerangi nafsunya untuk menjalankan semua yang diperintah dan menjauhi semua yang dilarang serta memeranginya di jalan Allah tidak mungkin berjihad melawan musuh yang di luar. Bagaimana dia melawan musuh yang diluar sementara musuh dari dalam dirinya menguasainya dan tidak dia perangi di jalan Allah?
Seorang hamba diuji untuk memerangi kedua musuhnya dan di antaranya kedua musuhnya ada musuh ketiga dan tidak mungkin memerangi kedua musuh pertamanya kecuali haus memerangi musuh yang ketiga.
Musuh yang terakhir ini berdiri di depannya, memperlambat perjuangan melawan kedua musuhnya, dia senantiasa mengesankan bahwa memerangi kedua musuhnya sangat berat, dapat membuat miskin dan kehilangan banyak kesenangan dunia.
Maka tidak mungkin memerangi kedua musuhnya tadi kecuali setelah berhasil menghancurkan musuh yang satu ini dan memeranginya merupakan dasar berpijak dalam memerangi keduanya, dialah syaithan yang Allah firmankan, “Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah dia sebagai musuh”. (Fathir: 6)
Seorang hamba diuji untuk memerangi kedua musuhnya dan di antara kedua musuhnya ada musuh ketiga dan tidak mungkin memerangi kedua musuh pertamanya kecuali harus memerangi musuh yang ketiga.
Musuh yang terakhir ini berdiri di depannya, memeperlambat perjuangan kedua musuhnya, dia senantiasa mengesankan bahwa memerangi kedua musuhnya sangat berat, dapat membuat muskin dan kehilangan banyak kesenangan dunia.
Maka tidak mungkin memerangi kedua musuhnya tadi kecuali setelah berhasil menghancurkan musuh yang satu ini dan memeranginya merupakan dasar berpijak dalam memerangi keduanya, dialah syaithan yang Allah firmankan, “Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah dia sebagai musuh”. (Fathir: 6)
Perintah menjadikan syaithan sebagai musuh emnunjukkan keharusan mencurahkan segala upaya dalam memeranginya. Dia adalah musuh yang tidak pernah bosan berjuang memerangihamba-hamba sebanyak nafas mereka”. (Zaadul Ma’ad 3/6)
Two. Orang-orang kafir dan orang-orang musyrik/penyembah berhala
Allah ta’ala memerintahkan orang-orang yang beriman untuk memerangi orang-orang kafir dalam banyak ayat-Nya, antara lain:
Dia berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang disekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (At taubah: 123)
Allah menerangkan tujuan puncak dari memerangi orang-orang kafir dalam firman-Nya, “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama ini semata-mata ini untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasannya Allah pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.” (Al Anfal: 39-40)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mengatakan laa ilaaha illallah dan Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan sholat dan membayar zakat. Maka jika mereka telah melakukan itu, mereka telah menjaga darah dan harta mereka dariku (aman dan tidak dirampas sebagai harta rampasan) dan perhitungan amal mereka di sisi Allah.” (HR. Muttafaq ‘alaihi)
Tujuan pokok orang-orang kafir memerangi orang-orang yang beriman adalah melenyapkan agama Allah dan menghancurkan kaum muslimin. Allah berfirman, “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yagn benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (At Taubah: 32-33)
Yang sekarang ini kita yang berada dalam kepungan mereka tinggal menunggu waktu untuk membinasakan ummat Islam. Jadi nasib kaum muslimin sangat membahayakan yang mengharuskan mereka terbangun dari tidur nyenyak, sangat waspada dan mencambuk mereka berusaha menjauhkan mushu-musuh mereka dari negeri muslimin. Insya Allah akan kita bahas jalan keluar dari marabahaya ini dan jalan selamat dari musuh-musuh tersebut.
2. Musuh dari dalam
Musuh dari dalam banyak macamnya, antara lain:
One. Nafsu
Nabi Yusuf ‘alaihis salam mengataakn tentang nafsu yang kemudian diabadikan Allah dalam firman-Nya, “Sesungguhnya nafsu memerintahkan kepada kejelekan.” (Yusuf: 53).
Dalam surat Al Ankabut disebutkan, “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (berjihad) dalam mencari keridhaan Kami niscaya akan kami tunjukkan jalan-jalan Kami.” (Al Ankabut: 69).
Sebagian tabi’in mengatakan bahwa jihad memerangi nafsu adalah jihad yang terbesar (akbar). Dan Ibnul Qayyim mengatakan, “Jihad ada empat tingkatan: jihad melawan nafsu, jihad melawan syaithan, jihad melawan orang-orang kafir dan jihad melawan orang-orang munafik. Sedangkan jihad melawan nafsu ada empat tingkatan, yaitu
Pertama: Memerangi nafsu untuk mempelajari hidayah dan agama yang benar yang merupakan komponen kebahagiaan seseorang di dua negeri. Manakala kehilangan ilmu ini maka seseorang akan celaka di dua negeri.
Kedua: Memerangi nafsu untuk mengamalkan ilmunya, jika tidak, maka kalau sekedar berilmu tanpa amal maka paling tidak ilmunya tidak memberi manfaat jika tidak membahayakannya.
Ketiga: Memerangi nafsu untuk mendakwahkan ilmunya, jika tidak maka dia termasuk orang yang menyembunyikan ilmu hidayah yang telah Allah turunkan, sehingga ilmunya tidak bermanfaat dan tidak menyelamatkannya dari adzab Allah.
Keempat: Memerangi nafsu untuk bersabar atas kesulitan dakwah, gangguan manusia dan memikul beban dakwah karena Allah. Manakala seseornag telah menyempirnakan keempat tingkatan ini dinamakan golongan Rabbaniyyin. Para salaf sepakat seorang alim tidak dinamakan dengan Rabbaniyin sampai mengenal kebenaran, mengamalkannya dan mengajarkannya.
Maka barangsiapa mengetahui kebenaran, mengamalkannya dan mengajarkannya maka dia dipanggil sebagai pembesar di kerajaan langit.”
Ibnu Rajab berkata, “Berkata Ibnu Bathal, “Salah satu dari dua keberanian adalah: Sabar sesaat”. Ini adalah jihad terhadap musuh dari luar, yaitu orang-orang kafir, demikian juga jihad terhadao musuh dari dalam, yaitu jihad melawan hawa dan nafsu. Sesungguhnya jihda terhadap keduanya adalah jihad yang terbesar sebagaimana kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Mujahid adalah orang yang menundukkan nafsunya untuk taat kepada Allah.”
Abdullah bin Amr seorang shahabat berkata tentang jihad, “Mulailah dengan dirimu lalu peranghilah dirimu”. Ibrahim bin Abi Ablah berkata kepada pasukan yang baru saja pulang perang, “Kalian daru datang dari jihad kecil dan melum mengerjakan jihad yang lebih besar”. Mereka bertanya, “Apakah jihad yang besar?”, Dia menjawab, “Jihad yang lebih besar adalah jihad hati”. (Jadi ini bukan ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang sering didengung-dengungkan para khatib, tapi hadits palsu yang maknanya sama dengan hadits shahih).
Abu Bakar berkata kepada Umar ketika Umar akan menjabat khalifah, “Sesungguhnya perkara yang pertama kali aku peringatkan kepadamu adalah nafsumu yang pada dirimu”. Jihad ini membutuhkan kesabaran juga. Barangsiapa berabar memerangi nafsu, hawa dan syaithan, maka dia menang dan menguasai nafsunya dan jadilah dia penguasa yang mulia. Dan barangsiapa tidak sabar menghadapi nafsunya maka dia kalah dan tertawan dan jadilah dia seorang budak nafsu dan syaithan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya pertolongan bersama kesabaran”. Meliputi pertolongan terhadap dua jihad: jihad terhadap musuh luar dan jihad terhadap musuh bathin. Barangsiapa bersabar dalam menghadapi kedua musuhnya maka dia menang dan ditolong, dan barangsiapa tidak sabar menghadapi keduanya maka jadilah tawanan, kalah dan terbunuh”. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikamn Ibnu Rajab Al hambali).
Two. Orang-orang Munafik
Musuh ini sangat membahayakan yang menampakkan persamaan terhadap Islam tetapi menyembunyikan sebaliknya, berkata dengan dalil-dalil Islam, bagian dari kulit orang Islam, bahkan ikut berperang dalam barisan kaum muslimin. Merekalah yang telah diperingatkan Allah dalam banyak ayat Al Qur’an, antara lain dalam surat Al Baqarah, At Taubah, Muhammad dan Munafikin. Dalam surat At Taubah atau dinamakan, “Surat yang menyingkap kejelekan orang-orang munafik”, karena di dalamnya disingkap hakikat dan makar mereka. Banyak macamnya orang-orang munafik dalam memerangi orang-orang beriman, di antaranya tidak ikut berperang, mencemooh orang yang bersedekah, menyelisiihi perjanjian-perjanjian, berbohong, khianat, menghinakan orang-orang yang beriman, mengadu domba kaum muslimin, lari mundur ketika peperangan berkecamuk, mencela syariat, membangun masjid dhirar untuk memfitnah dan memperolok Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan sampai kepada upaya membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Manakala mereka gagal dalam upaya membunuh Nbai shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa hidup beliau, maka mereka berupaya membuat makar terhadap sunnah dan agamanya. Dan banyak sekali cara mereka dalam membuat makar terhadap sunnnah dan agama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Antara lain:
1. Membuat madzhab syiah (mengkultuskan Ali) yang dipelopori oleh seorang Yahudi terlaknat Abdullah bin Saba’, bahkan dialah yang membuat madzhab Khawarij yang pertama kali memberontak terhadap khalifah Utsman bin Affan. Kemudian beliau tumpas hingga tinggal sedikit dan menyingkir di daerah Haura yang sisa-sisa pasukan ini dihabisi Ali radhiyallahu ‘anhu.
2. Membuat madzhab Qadariyah yang tidak mengakui ilmu (pengetahuan) Allah terhadap kejadian yang akan datang. Golongan ini dibentuk oleh Ma’bad Al Juhani.
3. Membuat madzhab Jahmiyah (meniadakan nama dan sifat Allah) dan irja’ (hanya mengharap tanpa usaha, atau iman itu cuma hati). Pendirinya adalah Jahm bin Shofwan.
4. Membuat bid’ah mu’tazilah yang mendahulukan akal daripada Al Qur’an dan As Sunnah, mereka hendak membuat makar terhadap syariat dengan makar terhadap syariat dan menggantinya dengan pikiran mereka yang dangkal.
5. Membuat pemahaman bid’ah dalam memahami sifat dan nama Allah yaitu dengan membuang sebagian dan menetapkan sebagian.
6. Tidak memfungsikan As Sunnah dan hanya mencukupkan dengan dalil Al Qur’an. Pemahaman ini diadopsi dari Mu’tazilah kemudian di jaman sekarang diekmbangkan dalam bentuk yang lebih jelek dari pada pendahulunya yang disebarkan oleh kelompok yang menamakan dirinya dengan Al Qur’aniyun. (kalau di Indonesia semacam Isa Bugis, Islam liberal dan lan-lain).
7. Meninggalkan hukum Al Qur’an dan menggantikannya dengan undang-undang produk manusia yang mengotori akal menusia bersamaan bercampuran dengan kebenaran.
8. Memisahkan hukum Allah dari kehidupan kaum muslimin yang digencarkan oleh orang-orang komunis dan orientalis serta oportunis.
9. Merendahkan As Sunnah dengan mencela orang yang berpegang teguh dengannya di sisi lain mempopulerkan ahli bid’ah semacam Syiah (dahulu Khamaini).
Musuh dari dalam ketiga: Ahli Bid’ah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa memerangi ahli bid’ah termasuk jihad yang paling afdhal dan penting. Ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan memerangi khawarij, beliau berkata, “Akan keluar di akhir jaman kaum yang masih muda, picik pikiran, berbicara dari ucapan sang pencipta, yang membaca Al Qur’an tidak melampaui ternggorokan mereka (tidak paham apa yang dibaca), mereka keluar dari agama ini seperti anak panah keluar dari busurnya, jika kamu menjumpainya maka bunuhlah karena sesungguhnya membunuh mendapat pahala dari Allah pada hari kiamat”.
Bahaya mereka karena mereka berbicara atas nama Islam tetapi mencampurinya dengan bid’ah-bid’ah serta mereka mengaku di atas Al Qur’an dan As Sunnah. Allah juga memperingatkan kita dari ahli bid’ah dan ucapan mereka dalam firman-Nya, “Jika kamu melihat orang-orang yang berdalam-dalalm membicarakan ayat-ayat Allah maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithan menjadikan kamu lupa akan larangan itu maka janganlah kamu duduk dengan orang-orang yang dzalim itu setelah teringat akan larangan itu”. (Al An’am: 68)
Maksud berdalma-dalam membicarakan ayat-ayat Allah adalah menyampaikan isi ceramah yang bathil dengan gaya bahasa dan bicara yang menarik dan indah, menyeru kepada kebathilan, berpaling dari kebenaran dan memuji ahli bid’ah. (Taisirul Karimir Rahman, 222)
Ibnu Sirrin seorang tabi’in memandang bahwa manusia yang paling cepat murtad adalah ahli bid’ah dan ayat ini turun berkaitan dengan mereka. Ahli bid’ah yang membuat kesamaran terhadap agama, abstain (diam) terhadap nash-nash Al Qur’an dan As Sunnah, dan menipu ummat, maka peringatan terhadap mereka semakin keras sebagaimana yang dilakukan para salaf yang shalih. Termasuk bahaya yang ditimbulkan ahlul bid’ah adalah perpecahan ummat dalam banyak kelompok yang fanatik terhadap kelompoknya masing-masing dan perselisihan mereka yang menyebabkan kelemahan dan kekalahan kaum muslimin.
Allah telah memerintahkan kita bersatu dalam agamanya, “Dan berpeganglah dengan tali agama Allah dan janganlah kamu berpecah belah”. Nabi juga bersabda, “Bersatu rahmat dan berpecah belah adzab”. Sedangkan ahli bid’ah berpisah dari jalan yang lurus lalu mereka sesat darinya. Inilah keadaan ummat sekarang.
Faktor kelemahan dan bercerai berainya ummat terbesar adalah ahli bid’ah, politikus yang mengatasnamakan Islam dan partai-partai. Termasuk ahli bid’ah yang telah menyimpang dan menyebarkan perpecahan dan kebencian di antara ummat adalah syi’ah, shufiyah, khawarij (mental pemberontak dan menjelek-jelekkan penguasa yang sah di muka umum), hizbut tahrir, ldii, jamus (jama’atul muslimin), nii, isa bugis, jama’ah ikhwanul muslimin dengan cabang-cabangnya yang banyak, jama’ah tabligh dan selain mereka dari ahli bid’ah yang merusak Islam dari dalam.
Musuh Dari Dalam yang Keempat: Ahli maksiat, mungkar dan penyebar kekejian dan kemungkaran.
Kemaksiatan adalah faktor kerusakan, turunnya musibah dan hilangnya barokah. Maksiat adalah menyelisihi perintah-perintah Allah dengan meninggalkan perintah-perintah-Nya, dan melakukan apa yang dilarang dengan menjalankan keharaman. Kemaksiatan yang terbesar menyekutukan ibadah kepada Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya menyekutukan Allah adalah kedhaliman yang besar”.
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. (An Nisa’ : 16)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ketika ditanya dosa apa yang terbesar? “Kamu menjadikan tandingan (dalam ibadah) bagi Allah, padahal dia yang mencipta kamu. Kemaksiatan merupakan faktor kelemahan iman dan ummat”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kamu berjual beli dengan riba, memegang ekor-ekor sapi, ridho dengan pertanian dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menguasakan musuh pada kalian dan Dia tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian”. (HR. Abu dawud)
Kaum muslimin jika telah mencintai hartanya (dunianya) daripada agamanya dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menghinakan mereka sampai mereka mempelajari dan mengamalkan agama mereka. Tetapi jika mereka mendahulukan agama daripada kecintaan terhadap harta dan yang sejenisnya, maka mereka akan dimuliakan. Ketahuilah, bahwa pintu-pintu maksiat banyak sekali yang dapat masuk ke dalamnya kekafiran, kefasikan, dan kebid’ahan.
JALAN KELUAR DARI KEHINAAN
Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskan dalam Al Qur’an dan As Sunnah jalan yang menyelamatkan ummat yang dapat mewujudkan kemenangan, pertolongan dan kekuasaan.
Pertama: mentauhidkan Allah, ikhlas dan membuang kesyirikan.
Tauhid adalah sendi tercapainya pertolongan Allah. Allah telah memerintahkan manusia untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata, dalam firman-Nya, “Dan tidaklah mereka diperintah melainkan agar mereka menyembah Allah semata dengan mengikhlaskan untuk agamanya”. (Al bayyinah: 5)
Allah telah menyelamatkan Rasul-rasul-Nya, karena keikhlasan mereka dalam beribadah kepada Allah. Allah telah menyelamatkan Musa karena keikhlasannya, “Dan ingatlah dalam kitab Musa adalah dia seorang yang ikhlas dan seorang Nabi”. Demikian pula Yusuf selamat dari perbuatan keji, karena keikhlasan, “… Sesungguhnya dia termauk hamba Kami yang ikhlas”. Al Qurthubi berkata, “Yusuf mempunyai dua sifat, yaitu ikhlas dalam ketaatan dan ikhlas dalam menyampaikan risalah-Nya”.
Kedua: Kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah dan Berpegang teguh dengan Tali agama Allah.
Inilah sendi yang pokok, realisasi ubudiyah dan realisasi kalimat laa ilaaha illallah. Allah berfirman, “Katakanlah: “Ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta`at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan ta`atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat”. (An Nur: 54-56)
“Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (Ali Imran: 101-103)
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”. (Al Hajj: 41)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku tinggalkan pada kalian dua perkara jika kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan sesat selamanya, Kitabullah dan sunnahku”.
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggariskan satu garis lurus untuk kami, kemudian menggaris beberapa garis di samping kanan dan kirinya, kemudian berketa, “Ini adalah jalan-jalan Allah dan yang itu adalah jalan yang masing-masingnya ada syaithan yang menyerunya”. Kemudian membaca ayat, “Katakanlah, inilah jalanku yang lurus maka ikutilah dan janganlah mengikuti jalan-jalan syaithan itu nanti memecah belah kamu dari jalan-Nya”.
Manakala ummat ini meninggalkan jalan yang lurus tersebut dan tali agama Allah, dan mengikuti pikiran dan pendapatnya masing-masing maka mereka mengadakan kebid’ahan, sesat jalannya, bergolong-golongan yang setiap golongan membanggakan golongannya sendiri.
Hal itu disebabkan mereka tidak berpegang dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan mengingkari orang yang berpegang teguh dengannya. Misalnya dalam hal yang dianggap sepele, ummat merasa heran dan risih melihat muslimah yang memakai pakaian hitam dan menutup wajahnya, dan lelaki yang memelihara jenggotnya dan lelaki yang berpoligami, serta amalan sunnah lainnya yang dianggap asing oleh ummat Islam sendiri. Apa yang mereka ketahui tentang Islam kalau sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak mereka ketahui? Laa haulaa walaa quwwata illa billah
Ketiga: Bertaubat dari Semua Dosa-dosa
Ummat Islam sekarang yang dilanda krisis multi dimensi haruslah bertaubat dari semua dosa, baik yang besar atau yang kecil. Terlebih dosa syirik yang masih dijalankan, seperti mengagungkan kubur, mendatangi dukun, perjudian, makan uang riba (dari bank), pelacuran, pergaulan bebas, korupsi, menipu, durhaka kepada kedua orang tua dan sebagainya. Dalam sebuah riwayat, Nabi ditanya dosa apa yang terbesar? Beliau menjawab, “Syirik dan durhaka kepada kedua orang tua” (HR. Muslim)
Keempat: Do’a
Do’a adalah ibadah. Do’a adalah senjata yang ampuh bagi kaum muslimin. Allah pasti menjamin bagi orang yang berdo’a pasti dikabulkan, “Jika hamba-Ku bretanya tentang-Ku, katakanlah sesungguhnya Aku dekat. Aku menjawab do’a jika dia berdoa kepada-Ku, maka dari itu penuhilah panggilan-Ku dan berimanlah kapada-Ku agar kamu mendapat petunjuk” (Al Baqarah: 186)
Kelima: Berpegang teguh dengan Jama’ah, Mendengar, Taat dan Tidak Memberontak kepada Pemerintah (Penguasa yang sah)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Jama’ah rahmat dan pepecahan adzab”. Berpegang teguh dengan jama’ah adalah etrmasuk sendi daripada Ahlus Sunnah wal jama’ah yang telah dipegangi erat oleh pendahulu mereka yang shalih. Berpegang teguh dengan jama’ah sangat penting di setiap jaman, terlebih di jaman fitnah seperti sekarang ini. Imam Thahawi berkata, “Kami memandang bahwa jama’ah adalah kebanarandan perpecahan adalah menyimpang dan kesesatan”. Selanjutnya beliau bersabda, “Kami tidak memberontak kepada pemimpin dari pemerintah kita walaupun mereka berdosa/bermaksiat, tidak mendo’akan kejeelekan mereka, tidak durhaka kepada mereka. Kami memandang bahwa ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah yang wajib, selama mereka tidak memerintahkan kemaksiatan. Dan Kami mendo’akan kebaikan dan keselamatan untuk mereka”. Demikianlah Imam Thahawiyah menerangkan makna jama’ah dengan keterangan yang padat sesuai dengan jalan salaf, tidak dengan golongan yang semau sendiri menafsirkan Al Jama’ah.
Dan para ulama telah menerangkan jama’ah dengan lengkap juga, antara lain Imam Thabari berkata, “Yang dimaksudkan dengan jama’ah adalah pemimpin yang telah diangkat dengan kesepakatan, barangsiapa tidak mau membai’at kepadanya berarti dia telah keluar dari jama’ah. Jika tidak ada seorang pemimpin yang ditaati pada suatu masyarakat sehingga menusia berpecah dalam banyak golongan, maka janganlah kamu mengikuti salah satu dari kelompok itu dan menyingkirlah dari golongan-golongan itu semampu kamu, khawatir terjatuh ke dalam kejelekan”.
Namun dari nash-nash yang ada dapat disimpulkan bahwa hanya ada dua jama’ah yang hasur diikuti yang keduanya tidak bertentangan, yaitu:
1. Jama’ah Ilmiyah. Yaitu jama’ah shahabat radhiyallahu ‘anhum dan pengikut mereka yang setia sampai hair kiamat. Wajib bagi setiap muslim mengikuti mereka dan memahami agama dengan pemahaman mereka, tidak menyelisihi mereka dalam urusan agama sedikit pun. Imam Abul Izzi berkata, “Sunnah adalah jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan jama’ah adalah jama’ah kaum muslimin, mereka adalah shahabat, dan orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat. Maka mengikuti mereka adalah hidayah dan menyelisihi mereka adalah kesesatan”. (Syarah Aqidah Thahawiyah)
2. Jama’ah kaum muslimin jika bersatu di bawah satu pemimpin maka mereka harus mentaati pemimpin dan haram menyelisihi perintahnya (yang tidak maksiat), wajib bagi mereka berpegang dengan jama’ah ini dan tidak boleh memberontak. Yang demikin itu menimbulkan ketenteraman dan keselamatan rakyat. Banyak dalil yang menjelaskan wajibnya berpegang teguh dengan jama’ah ini, antara lai, “Dan berpegang teguhlah kemu semua kepada tali Allah dan janganlah bercerai-berai”. (Ali Imran: 103). Maksud tali agama Allah di dalam ayat ini ada dua pendapat, yaitu kitabullah dan jama’ah, dan tidak akan ada jama’ah kecuali dengan satu imam. Kemudian beliau menyebutkan hadits, “Sesungguhnya ummat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu yang masuk surga, aitu al jama’ah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan ada pemimpin setelahku orang-orang yang tidak mengambil dengan petunjukku dan tidak mengambil sunnnahku, akan ada pemimpin yang hati mereka berhati syaithan”. Apa yang aku lakukan wahai Rasulullah jika aku menemui peristiwa itu? Tanya shahabat. Beliau menjawab, “Engkau mendengar dan taat kepada penguasamu, walaupun dia memukul punggungmu dan mengambil hartamu”.
Keenam: Ulama adalah pewaris para Nabi dan keutamaan mereka sudah ma’ruf, sebagaimana Allah berfirman, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti bulan purnama atas seluruh bintang”. Wajib bagi kaum muslimin menghormati dan memuliakan ulama, yang mana mereka termasuk ulil amri yang wajib ditaati perintahnya. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri kalian”. Ulil Amri adalah umara dan ulama. Karena umara berfungsi menjaga hukum-hukum Allah, menjaga keamanan, harta dan kehormatan rakyatnya. Demikin juga ulama, keberadaan mereka sangat penting untuk mengajari agama kepada ummat, amar ma’ruf nahi munkar, menegakkan sunnah dan menepis semua bid’ah.
Imam Thahawi berkata, “Para ulama salaf dan tabi’in dari ahli hadits dan fiqh menetapkan, menyebut-nyebut kebaikan umara dan ulama, barangsiapa menjelek-jelekkan mereka maka dia sesat”. Thawus seorang tabi’in berkata, “Termasuk bagian dari sunnah adalah menghormati empat golongan: orang alim, orang yang sudah tua, pemimpin dan orang tua sendiri”.
Tetapi sekarang ada sebagian pemuda yang semangat agamanya terlalu tinggi melihat kemungkaran yang dilakukan umara (pemerintah), bangkitlah kemarahan mereka sampai mengkafirkan umara dan sebaliknya mengatakan ulama itu orang-orang bodoh.
Ketahuilah, bahwa ulama ada dua macam: ulama sesat dan bid’ah, dan ulama sunnah.
Ulama sennah adalah ulama yang berpegang teguh dengan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Al Qur’an dan As Sunnah, shahabatnya, mempraktekkan sunnah lahir dan bathin, serta jauh dari perbuatan yang dibenci Allah. Sedangkan ulama sesat adalah ulama yang lebih mendahulukan akal daripada Al Qur’an dan As Sunnah, tidak berpegang teguh dengan keduanya, menyebarkan bid’ah, menghalangi manusia mempelajari aqidah ahlus sunnah (salaf) dengan ucapan atau dengan perbuatan, menyelisihi salaf yang shalih dalam aqidah dan amalannya, mengajak pemuda menyenangi kebudayaan barat, dan sifat jelek lainnya.
Ketujuh: Wajib Meneliti dan Hati-hati Menerima Kabar
Seiring dengan arus globalisasi, informasi dari mana saja mudah didapat dan murah oleh setiap orang yang mau mendengar dan melihatnya. Media audio visual ditambah dengan CD beredar bak cendawan di musim hujan, tak tertahan pertumbuhannya. Yang menjadi sasaran tentu saja kaum muslimin yang di Indonesia ini mayoritas jumlahnya.
Maka kaum muslimin haruslah memiliki filter dalam menyerap gencarnya arus informasi yang mengglobal itu, seolah dunia semaikn kecil dan dekat jaraknya. Apalagi jaman sekarang ini informasi yang jelek dapat menimbulkan kekacauan dan kerusakan. Allah telah menurunkan dalam kitab-Nya agar kita berhati-hati dalam menerima kabar, apalagi kabar yang datang dari orang-orang fasik (tidak teguh agamanya) yang dijajakan dalam bentuk koran atau televisi, ataupun media lainnya. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu orang fasik membawa berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengerti keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu”. (Al Hujurat: 6).
Hendaknya apabila datang suatu perkara yang penting dan maslahat yang bersifat menyeluruh yang berkaitan dengan keamanan dan kebahagiaan kaum muslimin atau ketakutan yang mengandung musibah, mereka mengecek dan tidak terburu-terburu menyebarkan kabar, tapi mengembalikan kepada ulil amri di antara mereka”. (Taisir Karimur Rahman)
Jadi ketika tersiar kabar-kabar yang demikian, hendaknya kita sabar dan tidak tergesa-gesa ikut arus yang dapat membuat madharat, sebagaimana telah terjadi pada beberapa waktu yang lalu.
Kedelapan: Percaya Sepenuhnya dengan Janji Allah
Sesungguhnya Allah menjanjikan kemenangan, kemuliaan, kekuasaan bagi kaum muslimin jika ummat Islam merealisasikan tauhid, menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya yang telah lewat pembahasannya. Di sini kami akan lebih menekankan, yaitu agar kaum muslimin bertawakkal dan bersandar kepada Allah semata dalam meminta pertolongan atas musuh-musuhnya. Sesungguhnya pertolongan itu dari sisi-Nya yang Dia berikan kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki sehingga pertolongan tidak diminta kecuali dari Allah semata. Allah berfirman, “Dan Allah tidak menjadikan bala bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi kemenanganmu. Dan agar tenteram hatimu karenanya, dan agar kemenangan itu hanyalah bagi Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Ali Imran: 126)
Allah berfirman, “Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat kepada keduanya, “Serbulah mereka melalui gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknyakamu bertawakal, bila kamu benar-benar orang yang beriman”. (Al Maidah: 23). Allah telah menjamin menjaga agama-Nya tapi haruslah yang disertai dengan usaha-usaha yang dituntunkan syari’at agar membuahkan kemenangan yang diinginkan sebagaimana dahulu para shahabat telah mengalahkan orang-orang kafir. Wallahu a’lam.