You are currently viewing Matahari Terbit Di Kampung Laut ” Sepenggal Kisah Perjalanan Dakwah” (Bagian 1)

Matahari Terbit Di Kampung Laut ” Sepenggal Kisah Perjalanan Dakwah” (Bagian 1)

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, waktu berjalan demikian cepat. Tidak terasa satu tahun lebih telah berlalu menjalani dakwah tauhid di kampung Laut. Ketegangan, kesulitan, senyuman, dan tangisan semuanya teralami ketika mengibarkan panji dakwah tauhid di daerah ini. Semula tatapan pesimis muncul dari sebagian kaum muslimin yang mendengar bahwa Ahlus sunnah mulai melangkahkan kaki untuk berdakwah di daerah ini. Mereka merasa tidak percaya diri kalau masyarakat Kampung laut yang terkenal dengan kehidupan keras , amoral, bodoh, dan miskin mau menerima dakwah tauhid. Karena dahulu pernah ada beberapa ormas yang berupaya mencurahkan dakwah Islam dengan menjalankan berbagai program sosial dan pembangunan masjid namun hasilnya jauh dari yang mereka harapkan. Sehingga ungkapan keputusasaan muncul dari mereka.

Allah Rabbul `Alamin adalah Dzat yang Maha Berkehendak. Namun, ketika Allah menghendaki suatu kaum untuk mendapatkan Hidayah-Nya, maka tidak ada satu orang pun yang bisa menghalanginya. Demikian pula jika menghendaki kesesatan suatu kaum, maka tidak ada seorang pun yang menghalanginya. Alhamdulillahilladzi bi ni`matihi tatimmu Ash Sholihat, segala puji bagi Allah yang mana dengan Nikmat-Nya menjadi sempurnalah berbagai amalan shalih. Berbekal tawakkal, do`a dan semangat menteladani generasi salaf dalam berdakwah, Ahlus Sunnah yang berada di sekitar Ponpes An Nur Al-Atsary Ciamis terjun untuk mempelopori dalam mengkibarkan panji dakwah tauhid di Kampung Laut dengan sebuah harapan besar bahwa hal ini akan menjadi sebab Hidayah dan Ukhuwah bagi masyarakat Kampung laut juga bagi Ahlu Sunnah yang ada di berbagai daerah.

Sampai saat ini, kita melihat adanya tanda-tanda dikabulkannya do`a dan harapan tersebut oleh Allah Ta`ala, karena dengan sebab dakwah ini sekitar 100 orang masyarakat kampung laut telah kembali masuk Islam, setelah sebelumnya murtad mengikuti seruan misionaris Kristen. Selain itu, masjid-masjid jami di wilayah tersebut meminta untuk dikunjungi dan diadakan pembinaan rutin, dan Ahlus Sunnah yang ada di berbagai daerah kini mulai bangkit untuk sama-sama berta`awun. Semua ini menunjukan adanya respon baik yang bisa dijadikan sebagai suatu kekuatan dan peluang untuk melanjutkan dakwah tauhid yang mulia ini. Rasa penat dan letih yang terkadang muncul ketika menjalani dakwah ini, namun rasa tak terasa hilang begitu saja ketika mendengar ucapan Syahadat yang keluar dari lisan seorang muallaf. Betapa tidak sebelumnya ia adalah seorang yang murtad kemudian memusuhi dakwah tauhid.

Pernah suatu ketika rombongan da`i dari Ponpes An Nur Al Atsary mengunjungi sebuah lokasi wakaf di Desa Ujung Gagak yang telah direncanakan untuk dilakukan pembangun masjid di atasnya, namun pihak misionaris kristen mendahuluinya dengan membangun sebuah gereja tepat di samping tanah tersebut. Ketika bangunan gereja itu diambil gambarnya maka tiba-tiba ada seorang lelaki hitam berbadan kekar dengan bertelanjang dada berlari menghampiri. Kemudian membentak rombongan da`i tersebut, belakangan diketahui bahwa lelaki itu adalah seoarang yang murtad dan menjadi pendukung utama para misionaris Kristen. Namun sungguh tidak disangka, berapa waktu kemudian lelaki itu datang ke Ponpes an Nur Al Atsary ditemani beberapa orang masyarakat Kampung Laut lainnya untuk menyatakan keislaman, Alhamdulillah. Rasa haru pun kerap hadir, ketika melihat beberapa orang yang menyatakan bahwa dirinya ingin bertaubat dari segala perbuatan dosa yang ia sering lakukan kemudian ia menjalaninya dengan jatuh bangun sementara kondisi lingkungan belum mendukung keinginannya.

Teringatlah seorang pemuda Karang Anyar yang mana masyarakat telah mengenalnya sebagai “ jagoan” yang ditakuti, hampir setiap hari miras ditenggaknya. Pada suatu hari ia dan sekitar sepuluh orang teman-temanya yang “ se-profesi” datang ke Ponpes An Nur Al Atsary bersama dengan orang yang mau masuk Islam. Para pemuda “ singa-singa kampung Laut” yang berwajah garang tersebut menyatakan bahwa mereka masih beragama Islam namun ingin bertaubat dan ingin memperbaiki jalan hidupnya, maka mereka pun mendapatkan wejangan dan bimbingan dari asatidz Ponpes An Nur Al Atsary. Kemudian setelah berbicara banyak hal yang menunjukan adanya keinginan baik mereka pun pamit untuk pulang. Beberapa waktu kemudian, serombongan da`i dari Ponpes An Nur Al-Atsary berkunjung ke Karang anyar setelah selesai berdakwah di daerah Ujung Alang.

Ketika sedang berjalan di jalan kampung menuju rumah sebuah penduduk, rombongan da`i tersebut melihat salah seorang “ singa Kampung Laut” yang pernah datang ke Ponpes an Nur Al Atsary dalam keadaan sedang berjalan limbung, maka dugaan pun muncul bahwa ia sedang mabuk karena miras. Ketika ia melihat ke rombongan, ia segera berlari dengan sempoyongan menuju rombongan da`i. Melihat kejadian ini beberapa anak kecil yang sedang bermain di depan rumahnya segera berhamburan karena ketakutan, khawatir jika pemuda itu mau mengamuk. Namun setelah sampai di hadapan rombongan ia pun mengucapkan salam dan mengacung-acungkan kedua tangannya ke atas kepala sambil berkata, “ maaf ustadz…..maaf ustadz….”. Ucapan ini terus ia ulang-ulang sambil mengawal rombongan da`i menuju sebuah rumah penduduk, bahkan ketika rombongan berjalan kea rah dermaga untuk pulang ia tetap bersikeras untuk mengawal, walaupun keadaannya sempoyongan.

Karena sudah masuk waktu Maghrib rombongan memutuskan untuk sholat di sebuah mushola yang ada di sana, pemuda itu pun berinisiatif mencarikan tempat yang bisa dijadikan untuk berwudlu. Ia berlari ke pinggiran dermaga lalu mendorong beberapa perahu yang sedang bersandar lalu ia ia bersihkan sampah-sampah di tepian sungai tersebut, kemudian ia berkata, “ silahkan wudlu Ustadz…..!”, rasa takjub dan haru pun belum berhenti sampai disana, ternyata ia memaksakan diri untuk ikut sholat bersama rombongan, ia belum memahami kalau orang yang mabuk tidak boleh mendekati sholat, ternyata ia mengikuti sholat maghrib berjama’ah sampai selesai. Ketika rombongan sedang menjama Sholat isya, pemuda itu pun mulai kelihatan tidak bisa mengalahkan rasa mabuknya, akhirnya ia pun jatuh terbanting ke belakang kemudian tergeletak tak sadarkan diri.

Di saat rombongan bersiap-siap pulang salah seorang warga membangunkannya dan mengatakan kalau rombongan para ustadz akan pulang, ternyata di luar dugaan ia tiba-tiba bangkit dan memaksakan diri untuk mengantar rombongan menuju perahu yang bersandar di dermaga. Kemudian ia memegang perahu tersebut supaya rombongan bisa naik ke atasnya. Tidak lama setelah rombongan mengucapkan salam kepadanya, perahu pun laju meninggalkan pemuda tersebut yang melambaikan tangannya. Rombongan da`i pun merasa takjub dan terharu dengan kejadian tersebut, mereka menyadari bahwa sebenarnya telah muncul kecintaan dan keinginan baik dari pemuda tersebut, namun apa daya ia belum bisa mengalahkan lingkungan dan pertemanan jelek yang ada di sekitarnya. Alhamdulillah, kini pemuda tersebut sering terlihat hadir di masjid mengerjakan sholat Jumat.

Bahkan ketika acara Tabligh Akbar yang diadakan di Karang Anyar pada tanggal 21 April 2012 lalu, pemuda tersebut mengenakan pakaian gamis panjang, dan di dadanya tersemat tanda panita tabligh akbar. Hidayah Taufiq benar-benar ada di tangan Allah Ta`ala,kegembiraan yang tiada terhingga akan dirasakan oleh para da`i jika melihat orang yang didakwahinya dengan idzin Allah Ta`ala menyambut dan menerima dakwah tersebut. Demikianlah yang dirasakan ketika para da`i Ponpes An Nur Al-Atsary melakukan gebrakan awal untuk masuk ke Solok Jero sebuah daerah terpencil di wilayah kampung laut yang berbatasan dengan pulau Nusakambangan Bara. disanalah para Misionaris sekte Bethel dan Advent telah berhasil memurtadkan sekitar 40 kk petani. Bertemulah ketika itu dengan salah seorang koordinator kelompok petani yang berada di sana. Pembicaraan pun terjadi, dia menanyakan maksud rombongan Ponpes An Nur al Atsary masuk ke daerah tersebut dengan membawa tiga ekor kambing dan sejumlah bahan bangunan, dijelaskanlah kepadanya bahwa tiga ekor kambing itu adalah hewan qurban yang akan disembelih dan dibagikan kepada para petani muslim disana, kemudian bahan bangunan tersebut adalah untuk membantu para petani memperluas mushola mereka yang sangat kecil.

Orang tersebut pun paham dan merasa senang dengan kedatangan rombongan. Satu hal yang membuat rombongan Ponpes an Nur Al Atsary merasa heran. Ketika itu orang tersebut mengaku beragama Islam namun beberapa ucapanya persis ucapan kaum nashrani, seperti kalimat-kalimat “ puji tuhan” dan “ rumah tuhan” sering ia tuturkan. Ternyata dikemudian hari dia mengaku kalau ia sering diundang oleh Romo Carolus ke Cilacap dengan alasan rapat kerja namun sebelumnya ia diajak untuk mengikuti acara ritual mereka.

Kemudian Setelah dakwah Tauhid digencarkan di daerah Solok Jero, orang tersebut sering menghadiri sholat Jumat dan mengikuti pengajian-pengajian yang diadakan di masjid. Secara perlahan perubahan pun terjadi pada dirinya. Alhamdulillah, saat ini orang tersebut terlihat sering mengenakan pakaian gamis, memelihara jenggot dan senang beraktivitas di masjid,bahkan ketika ia sempat mengirimkan sms kepada salah seorang da`i Ponpes An Nur Al Atsary ia katakan, “ Alhamdulillah, Semoga Kehadiran beliau Ustadz Muhammad banyak ilmu yang nanti ana timba, karena tentang ilmu agama, jujur ana masih awam.” Subhanallah, jauh sekali ucapannya tersebut dengan ucapan ketika pertama kali bertemu.

( Abu Jundi;  ma’had An- Nuur Al- Atsaty Ciamis)