Oleh : Ustadz Kharisman
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhaanahu Wa Ta’ala Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada teladan mulia, manusia paling bertaqwa, Rasulullah Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wasallam. Beserta keluarga, para Sahabat, dan orang-orang yang senantiasa mengikuti Sunnahnya dengan baik.
Saudaraku kaum muslimin, semoga rahmat Allah senantiasa menyertai langkah kehidupan kita.
Tulisan kali ini akan mengupas salah satu aqidah Ahlussunnah yang memang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wasallam. Dipahami oleh para Sahabatnya –ridlwaanullahi ‘alaihim ajma’iin-, dan diwarisi oleh para Ulama’ Ahlussunnah untuk disampaikan pada umat. Aqidah tersebut adalah keyakinan bahwa Allah adalah Yang Maha Tinggi di atas ‘Arsy di atas langit, di atas seluruh makhlukNya. Dialah Allah yang Maha Tinggi dalam seluruh makna ketinggian, tinggi dalam Dzat, Sifat, Kekuasaan, dan seluruh makna ketinggian dan kesempurnaan.
DALIL-DALIL YANG MENUNJUKKAN DZAT ALLAH BERADA DI ATAS
Sangat banyak dalil dari al-Qur’an dan AsSunnah yang shahihah yang menunjukkan bahwa Allah berada di atas ‘Arsy di atas langit, di atas seluruh makhlukNya. Demikian banyaknya dalil itu sehingga tidak terhitung jumlahnya. Imam al-Alusiy menjelaskan:
وأنت تعلم أن مذهب السلف إثبات الفوقية لله تعالى كما نص عليه الإمام الطحاوي وغيره ، واستدلوا لذلك بنحو ألف دليل
” Dan engkau mengetahui bahwa madzhabus Salaf menetapkan ketinggian Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan oleh al-Imam AtThohawy dan yang selainnya, mereka berdalil dengan sekitar 1000 dalil” (Lihat Tafsir Ruuhul Ma’aaniy fii Tafsiiril Qur’aanil ‘Adzhiim was Sab’il Matsaaniy juz 5 halaman 263).
Karena demikian banyaknya dalil tersebut, tidak mungkin bisa dikemukakan semua. Pada tulisan ini hanya sedikit dalil yang bisa dikemukakan. Kami tuliskan dari penjelasan Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafy dalam Syarh al-‘Aqiidah atThohaawiyyah halaman 267-269 dan juga tulisan berjudul al-Kalimaatul Hisaan fii Bayaani Uluwwir Rahmaan yang ditulis Abdul Hadi bin Hasan. Semoga Allah memberikan taufiq…
Dalil-dalil tentang ketinggian Dzat Allah di atas ‘Arsy, di atas langit, di atas seluruh makhlukNya terbagi dalam berbagai sisi pendalilan. Pada tiap sisi pendalilan terdapat banyak dalil. Sisi-sisi pendalilan tersebut di antaranya:
Pertama: Penyebutan ‘alFauqiyyah (ketinggian) Allah dengan kata penghubung ‘min’.
Seperti dalam firman Allah:
وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ () يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ “
dan milik Allah sajalah segala yang ada di langit dan di bumi berupa makhluk melata dan para Malaikat, dalam keadaan mereka tidaklah sombong. Mereka takut terhadap Rabb mereka yang berada di atas mereka, dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan” (Q.S AnNahl:49-50).
Ibnu Khuzaimah –rahimahullah- meyatakan:
فأعْلمَنا الجليلُ جلَّ وعلا في هذهِ الآيةِ أنَّ ربَّنا فوقَ ملائكتهِ، وفوقَ ما في السَّماواتِ وما في الأرضِ مِنْ دَابَّةٍ، وأَعْلَمَنا أنَّ ملائكتَهُ يخافونَ ربَّهم الذي فوقهم
“Maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi memberitahukan kepada kita dalam ayat ini bahwa Rabb kita berada di atas para MalaikatNya, dan berada di atas segala yang ada di langit dan di bumi berupa makhluk melata, dan (Allah) mengkhabarkan kepada kita bahwa para Malaikat takut terhadap Rabb mereka yang berada di atas mereka” (Lihat Kitaabut Tauhid karya Ibnu Khuzaimah halaman 111).
Perhatikanlah, Ibnu Khuzaimah memahami ayat tersebut bahwa memang Allah Ta’ala berada di atas seluruh makhlukNya. Siapakah Ibnu Khuzaimah sehingga kita perlu mengambil rujukan (tentang Ketinggian Allah ini) darinya? Ibnu Khuzaimah adalah salah seorang ulama’ bermadzhab Asy-Syafi’i. Beliau merupakan salah satu murid al-Bukhari. Al-Bukhari dan Muslim juga mengambil ilmu (hadits) darinya, namun tidak dikeluarkan dalam As-Shahihain. Ibnu Khuzaimah adalah guru Ibnu Hibban al-Busty, sedangkan Ibnu Hibban adalah guru al-Haakim. Al-Hafidz Adz-Dzahaby menyatakan tentang Ibnu Khuzaimah:
محمد بن إسحاق بن خزيمة بن المغيرة بن صالح بن بكر. الحافظ الحجة الفقيه، شيخ الاسلام، إمام الائمة، أبو بكر السلمي النيسابوري الشافعي “
Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah bin alMughirah bin Sholih bin Bakr. (Beliau) adalah al-Hafidz, al-Hujjah, alFaqiih, Syaikhul Islam, Imamnya para Imam. Abu Bakr As-Sulamy anNaisabuury Asy-Syaafi’i (bermadzhab Asy-Syafi’i)(Lihat Siyaar A’laamin Nubalaa’ juz 14 halaman 365).
Sisi pendalilan yang pertama ini juga sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi, bahwa Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam menyatakan kepada Sa’ad bin Mu’adz ketika Sa’ad memberi keputusan terhadap Bani Quraidzhah:
لقدْ حَكَمَ فيهمُ اليومَ بحُكْمِ اللهِ الذي حَكمَ بهِ مِنْ فوقِ سبعِ سماواتٍ
“ Sungguh engkau telah menetapkan hukum (pada hari ini) dengan hukum Allah yang telah Allah tetapkan dengannya dari atas tujuh langit”
(diriwayatkan oleh anNasaa-i dalam Manaaqibul Kubraa, Ibnu Sa’ad dalam atThobaqoot, atThohaawy dalam Syarh al-Maa’niy, al-Haakim dalam al-Mustadrak. Al-Hafidz Ibnu Hajar menghasankan hadits ini dalam Takhriijul Mukhtashor.
Silakan dilihat penjelasan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany dalam Silsilah al-Ahaadits Asshohiihah juz 6/556).
Kedua: Penyebutan al-fauqiyyah (ketinggian) tanpa diikuti kata penghubung apapun.
Seperti dalam firman Allah:
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ
“ dan Dialah Yang Maha Menundukkan di atas hamba-hambaNya”(Q.S al-An’aam:18).
Ketiga: Penjelasan adanya sesuatu yang naik (Malaikat, amal sholih) menuju Allah.
Lafadz ‘naik’ yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan al-Hadits bisa berupa al-‘uruuj atau as-Shu’uud. Seperti dalam firman Allah:
مِنَ اللَّهِ ذِي الْمَعَارِجِ * تَعْرُجُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ} [المعارج:]
“ dari Allah yang memiliki al-Ma’aarij. Malaaikat dan Ar-Ruuh naik menuju Ia “(Q.S al-Ma’aarij:3-4).
Mujahid (murid Sahabat Nabi Ibnu Abbas) menafsirkan: (yang dimaksud) dzil Ma’aarij adalah para Malaikat naik menuju Allah (Lihat dalam Shahih al-Bukhari). Dalam hadits disebutkan:
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلاَئِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلاَئِكَةٌ بِالنَّهَارِ، وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلاَةِ الْعَصْرِ وَصَلاَةِ الْفَجْرِ، ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ – وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِم – فَيَقُولُ: كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي؟ فَيَقُولُونَ: تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ، وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
“ Bergantian menjaga kalian Malaikat malam dan Malaikat siang. Mereka berkumpul pada sholat ‘Ashr dan Sholat fajr. Kemudian naiklah malaikat yang bermalam bersama kalian, sehingga Allah bertanya kepada mereka –dalam keadaan Dia Maha Mengetahui- Allah berfirman: Bagaimana kalian tinggalkan hambaKu? Malaikat tersebut berkata: “Kami tinggalkan mereka dalam keadaan sholat, dan kami tinggalkan mereka dalam keadaan sholat” (H.R Al-Bukhari dan Muslim).
Ibnu Khuzaimah menyatakan:
“ Di dalam khabar (hadits) telah jelas dan shahih bahwasanya Allah ‘Azza Wa Jalla di atas langit dan bahwasanya para Malaikat naik menujuNya dari bumi. Tidak seperti persangkaan orang-orang Jahmiyyah dan Mu’aththilah (penolak Sifat Allah) (Lihat Kitabut Tauhid karya Ibnu Khuzaimah halaman 381)
Seperti juga firman Allah:
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“ kepada-Nyalah naik ucapan yang baik dan amal sholih dinaikkannya” (Q.S Fathir:10).
Disebutkan pula dalam hadits:
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رضي الله عنه قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ، مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ؟ قَالَ: «ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ»
Dari Usamah bin Zaid –semoga Allah meridlainya- beliau berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah aku tidak pernah melihat shaummu di bulan lain sebagaimana engkau shaum pada bulan Sya’ban? Rasul bersabda: Itu adalah bulan yang banyak manusia lalai darinya antara Rajab dengan Ramadlan. Itu adalah bulan terangkatnya amalan-amalan menuju Tuhan semesta alam. Maka aku suka jika amalku terangkat dalam keadaan aku shaum (puasa)(H.R AnNasaa-i dishahihkan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany).
عَنْ أَبِي مُوسَى رضي الله عنه قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ فَقَالَ: «إِنَّ اللهَ عزَّ وجلَّ لاَ يَنَامُ، وَلاَ يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ، يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ، يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ، وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْل
Dari Abu Musa radliyallahu ‘anhu beliau berkata: Rasulullah berdiri di hadapan kami dengan menyampaikan 5 kalimat (di antaranya) beliau bersabda: “ Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidaklah tidur dan tidak layak bagiNya tidur. Dia menurunkan timbangan dan mengangkatnya, terangkat (naik) kepadaNya amalan pada malam hari sebelum amalan siang hari, dan amalan siang hari sebelum amalan malam hari…”(H.R Muslim)…