Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
Berkaitan hadits bahwa mustajabah doa pihak yang terdzalimi. Apakah doa yang dipanjatkan oleh orang tersebut berhubungan langsung dengan kedzhaliman yang menimpanya semata ataukah doa apapun yang ia panjatkan. Apakah makna “tiada hijab” atas doa tersebut dari Allah adalah maqbul
Jawaban:
Yang nampak adalah bahwa doa orang terdzhalimi mustajabah untuk hal yang terkait kedzhaliman. Jika ia mendoakan keburukan bagi pihak yang mendzhaliminya sebagai balasan, maka inilah yang dikhawatirkan akan menimpa orang yang mendzhaliminya.
Karena itu, Nabi memperingatkan kepada kita dari sikap kedzhaliman kepada pihak manapun, selain karena nanti di akhirat akan mengakibatkan kegelapan dan kerugian-kerugian lain, juga di dunia bisa jadi akan disegerakan akibat buruk jika pihak yang mendzhalimi mendoakan dia.
Saat mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, Nabi memperingatkan kepada Muadz kalau mengambil zakat dari mereka, jangan ambil harta yang terbaik yang mereka sangat senangi. Karena itu adalah kedzhaliman. Semestinya harta zakat yang diambil adalah harta yang kualitasnya pertengahan, tidak sangat baik dan juga tidak buruk. Kalau Muadz mengambil harta yang terbaik dalam keadaan orangnya tidak rela, maka orang itu telah terdzhalimi, hati-hati dari doa orang yang terdzhalimi semacam ini.
فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
Jauhilah harta-harta terbaik mereka, dan berhati-hatilah dari doanya orang terdzhalimi karena tidak ada hijab dengan Allah (H.R al-Bukhari)
Nabi juga memperingatkan jangan sampai mendzhalimi pihak siapapun meskipun orang itu fajir (banyak berbuat dosa) atau bahkan kafir:
دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ مُسْتَجَابَةٌ وَإِنْ كَانَ فَاجِرًا فَفُجُورُهُ عَلَى نَفْسِهِ
Doa orang yang terdzhalimi mustajabah meskipun dia fajir, kefajirannya untuk dirinya sendiri (H.R Ahmad dari Abu Hurairah, dinyatakan sanadnya hasan oleh al-Mundziri dan dinyatakan hasan li ghoirihi oleh al-Albany)
اتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ وَإِنْ كَانَ كَافِرًا فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ
Hati-hatilah dari doa orang yang terdzhalimi, meskipun dia kafir. Karena tidak ada hijab (H.R Ahmad, dihasankan al-Albaniy dalam Silsilah as-Shahihah).
Telah dipahami dari hadits yang lain bahwa orang yang banyak diliputi oleh sesuatu yang haram, doanya sulit diterima. Tapi khusus jika ia berdoa terkait kedzhaliman yang diterimanya, ini akan mustajabah (besar peluangnya untuk dikabulkan). Orang kafir, jika ia berdoa minta kebaikan di akhirat, tidak akan diterima oleh Allah. Tapi kalau ia mendoakan keburukan bagi pihak yang mendzhaliminya, besar peluangnya untuk dikabulkan.
Bisa saja doa terhadap kedzhaliman itu tidak dikabulkan segera, tapi butuh waktu yang lama, namun Allah tidak melupakannya.
وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ تُحْمَلُ عَلَى الْغَمَامِ ، وَتُفْتَحُ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ ، وَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ : وَعِزَّتِي ، لأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ
Dan doa orang yang terdzhalimi dibawa di atas awan, dibuka untuknya pintu-pintu langit, arRabb (Tuhan) Azza Wa Jalla berkata: Demi KemulyaanKu, sungguh-sungguh Aku akan menolongmu, walaupun setelah masa waktu (yang lama)(H.R Ahmad, atThoyalisiy, dan lainnya, dishahihkan Ibn Hibban, dan dihasankan al-Albany dalam Silsilah as-Shahihah)
Al-Imam as-Suyuthiy menjelaskan bahwa maksud “tidak ada hijab/penghalang” itu artinya maqbul (diterima). Sedangkan Ibnul ‘Arobiy menjelaskan bahwa meski dalam hadits-hadits tersebut tersebutkan secara mutlak, namun sebenarnya muqoyyad (terikat) dengan keadaan yang disebutkan dalam hadits yang lain, bahwa orang yang berdoa ada 3 kemungkinan: Pertama: disegerakan terkabulnya, kedua: ditunda pelaksanaannya, ketiga: dengan sebab doa itu ia (orang yang berdoa) terhindar dari keburukan yang semisal (sebanding)((Syarhus Suyuuthiy li sunan anNasaai (5/4)).
Wallaahu A’lam.
group al-I’tishom