✅Memperbanyak Ibadah Puasa (Shoum) di Bulan Sya’ban
Disunnahkan untuk melakukan shoum (puasa) di bulan Sya’ban. Seseorang yang ingin melakukan ibadah shoum di bulan Sya’ban bisa hanya berpuasa sehari atau beberapa hari. Boleh juga berpuasa mayoritas hari di bulan itu, atau bahkan seluruh hari. Hal itu pernah dilakukan oleh Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melakukan shoum hingga kami berkata: beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka hingga kami mengatakan: beliau tidak shoum. Tidaklah aku melihat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam (selalu) menyempurnakan puasa sebulan seluruhnya kecuali Ramadhan. Tidaklah aku melihat beliau paling banyak melakukan shoum (selain Ramadhan) dibandingkan di bulan Sya’ban (H.R alBukhari no 1833 dan Muslim 1956).
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُهُ إِلَّا قَلِيلًا بَلْ كَانَ يَصُومُهُ كُلَّهُ
Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Aku tidak pernah melihat Nabi shollallahu alaihi wasallam lebih banyak berpuasa dibandingkan di bulan Sya’ban. Beliau (pernah) berpuasa seluruhnya kecuali hanya sedikit. Bahkan beliau (pernah) berpuasa seluruhnya (H.R atTirmidzi, anNasaai, dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albany)
Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amalan tahunan menuju Allah Azza Wa Jalla.
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Dari Usamah bin Zaid beliau berkata: Wahai Rasulullah aku tidak pernah melihat anda banyak berpuasa (sunnah) di suatu bulan kecuali pada bulan Sya’ban. Nabi bersabda: Itu adalah bulan yang manusia banyak lalai. Ia berada di antara Rajab dan Ramadhan. Itu adalah bulan yang amalan-amalan diangkat menuju Tuhan semesta alam. Maka aku suka pada saat amalanku diangkat dalam keadaan berpuasa (H.R anNasaai dihasankan Syaikh al-Albany).
Namun, bagi seseorang yang tidak memulai puasa Sunnah Sya’ban sebelum tengah bulan (tanggal 15 Sya’ban), makruh baginya untuk memulai berpuasa setelah lewat tanggal 15 Sya’ban, sesuai hadits:
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُومُوا
Jika telah masuk pertengahan Sya’ban, janganlah (mulai) berpuasa (sunnah)(H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan al-Albany)
✅Menyelesaikan Tanggungan Puasa Ramadhan Tahun Sebelumnya
Jika seseorang memiliki tanggungan puasa Ramadhan di tahun sebelumnya, maka ia harus segera menunaikannya sebelum masuk Ramadhan berikutnya. Tanggungan puasa wajib haruslah didahulukan sebelum mengerjakan puasa-puasa Sunnah. Tanggungan puasa itu adalah karena udzur seperti sakit, safar, atau haid pada wanita.
Aisyah radhiyallahu anha juga mengqodho’ (mengganti) tanggungan puasa wajib di Ramadhan sebelumnya pada bulan Sya’ban. Karena kesibukan beliau bersama Rasulullah shollallahu alaihi wasallam beliau baru bisa menggantinya di bulan Sya’ban.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ إِنْ كَانَتْ إِحْدَانَا لَتُفْطِرُ فِي زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَا تَقْدِرُ عَلَى أَنْ تَقْضِيَهُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى يَأْتِيَ شَعْبَانُ
Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Salah satu dari kami (istri-istri Nabi) berbuka (tidak berpuasa karena udzur) di zaman Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Ia tidak bisa menggantinya bersama Rasulullah shollallahu alaihi wasallam hingga datangnya Sya’ban (H.R Muslim no 1934)
✅Larangan Mendahului Puasa Ramadhan Sehari atau Dua Hari Sebelumnya Karena Keragu-raguan
Bagi yang tidak biasa berpuasa Sunnah, dilarang untuk mendahului masuknya Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya dengan alasan berhati-hati (khawatir sudah masuk Ramadhan).
لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
Janganlah mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari (sebelumnya) kecuali seseorang yang biasa berpuasa (Sunnah), (kemudian bertepatan dengan hari itu), silakan berpuasa (H.R Muslim no 1812)
مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يَشُكُّ فِيهِ النَّاسُ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang manusia ragu padanya (sudah masuk Ramadhan atau belum), maka ia telah bermaksiat kepada Abul Qosim (Nabi Muhammad) shollallahu alaihi wasallam (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, anNasaai, Ibnu Majah, dishahihkan oleh al-Hakim dan al-Albany)
✅Menentukan Masuknya Ramadhan
Penentuan masuknya Ramadhan adalah dengan melihat hilal. Jika terlihat hilal bulan Ramadhan, maka itu adalah waktu untuk berpuasa.
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ
Berpuasalah dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya. Jika kalian terhalangi oleh awan, maka hitunglah (sempurnakan Sya’ban) menjadi 30 (hari)(H.R alBukhari dan Muslim, lafadz berdasarkan riwayat Muslim)
Namun, persaksian itu perlu diputuskan oleh pemerintah muslim. Di masa Nabi, para Sahabat yang mengaku menyaksikan hilal, menyampaikan kepada Nabi. Jika diterima persaksiannya, maka pada saat itu diumumkan datangnya Ramadhan.
Karena itu, keputusan masuknya Ramadhan di suatu negara diputuskan oleh pemerintah muslim. Jika diputuskan masuk Ramadhan, maka pada saat itulah semua kaum muslimin di wilayah itu juga berpuasa.
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
(Hari) berpuasa adalah pada saat kalian (bersama-sama) berpuasa. Dan (hari) berbuka adalah pada saat kalian sama-sama berbuka. Dan (hari) penyembelihan kalian adalah saat kalian (bersama-sama) menyembelih (H.R atTirmidzi)
(dikutip dari buku “Ramadhan Bertabur Berkah”, Abu Utsman Kharisman)