ÈÓã Çááå ÇáÑÍãä ÇáÑÍíã
FAIDAH DAN MANFAAT
“DAURAH NASIONAL MASYAYIKH AHLUS SUNNAH”
DI INDONESIA
Terkait dengan penyelenggaraan Daurah Nasional Masyaikh Ahlus Sunnah, yang alhamdulillah pada tahun ini adalah Daurah ke-5 yang insya Allah akan dilaksanakan pada tanggal 29 Rajab hingga 11 Sya’ban 1430 H – atau bertepatan dengan tanggal 22 Juli – 2 Agustus 2009 M – Sangat perlu bagi kami untuk menjelaskan kepada segenap salafiyyin tentang faidah dan manfaat Daurah Nasional tersebut. Hal ini dalam rangka untuk menjalankan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Dan (ingatlah juga), tatkala Rabb kalian menetapkan; “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”. [Ibrahim : 7]
Di antara faidah dan manfaat daurah yang terus dirasakan oleh Ahlus Sunnah hingga hari ini adalah :
• Faidah-faidah ilmiah dari para ‘Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam berbagai bidang ilmu, baik dalam bidang aqidah, fiqh, akhlaq, ibadah, mua’malah dan lainnya.
• Memberi kesempatan kepada para ikhwah ahlus sunnah, terutama para asatidzah dan para du’at, untuk menimba atau talaqqi ilmu secara langsung kepada para ‘ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah tersebut.
Betapa banyak dari kalangan ahli sunnah yang berkeinginan dan berangan-angan besar untuk bisa sampai ke negeri para masyayikh dalam rangka memuntut ilmu. Namun, kebanyakan dari mereka belum diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa datang ke negeri-negeri tersebut.
• Para da’i dan para asatidzah berkesempatan untuk belajar kepada banyak para ‘ulama dan masyaikh. Sehingga jumlah guru mereka dalam menimba ilmu dien ini semakin bertambah.
• Penyelenggaraan daurah ini menepis sebuah syubhat yang dulu sempat disebarkan bahwa ada beberapa da’i Ahlus Sunnah tidak pantas berdakwah, karena tidak bertalaqqi ilmu langsung kepada para ‘ulama .
Syubhat ini, sesungguhnya muncul dari seorang yang tidak mengerti tentang pentingnya dakwah, serta harga dan nilai seorang dai salafi. Syubhat ini sempat menghinggapi qalbu beberapa ikhwan, sehingga banyak ikhwah yang tidak mau belajar kepada sebagian dai tersebut.
Dengan penyelenggaraan daurah yang sudah berjalan sebanyak 4 (empat) kali, dan Insya Allah Daurah yang ke-5 pada tahun ini, syubhat tersebut menjadi padam dan orang yang menyebarkannya pun terdiam. Sekarang ini para dai dan asatidzah telah bertalaqqi ilmu langsung dari para masyayikh dan para ‘ulama Ahlus Sunnah. Walhamdulillah.
• Setidaknya sudah 16 (enam belas) pelajaran dan kitab telah dipelajari oleh para asatidzah dan du’at di Indonesia dalam Daurah Masyayikh, yaitu :
Daurah Tahun I,
Asy-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Umar Mar’i hafizhahullah mengajarkan 2 (dua) kitab, yaitu :
1. Kitab Ushul As-Sunnah karya Al-Imam Ahmad rahimahullah; dalam bidang aqidah dan manhaj.
2. Kitabul Buyu’ dari Kitab ‘Umdatul Ahkam, karya Asy-Syaikh ‘Abdul Ghani Al-Maqdisi rahimahullah.
Asy-Syaikh Salim Ba Muhriz hafizhahullah mengajarkan 2 (dua) kitab, yaitu
3. Kitabul Jami’ dari Kitab Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah.
4. Al-Ushul As-Sittah karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab rahimahullah.
Daurah Tahun II,
Asy-Syaikh Khalid Azh-Zhafiri hafizhahullah mengajarkan 2 (dua) kitab, yaitu :
5. Al-Qawa’idul Mutsla (tentang Al-Asma wa ash-shifat) karya Asy-Syaikh al-‘Utsaimin.
6. Kitabul Imarah dari Kitab Shahih Muslim.
Asy-Syaikh ‘Abdullah Mar’i mengajarkan 2 (dua) kitab, yaitu :
7. Kitabul Fitan dari Kitab Shahih Al-Bukhari
8. Kitabul Buyu’ dari Kitab Ad-Durarul Bahiyah karya Al-Imam Asy-Syaukani.
Dalam pelajaran Kitabul Imarah yang diajarkan oleh Asy-Syaikh Khalid, begitu pula dalam pelajaran Kitabul Fitan yang diajarkan oleh Asy-Syaikh Abdullah al Mar’i, banyak faidah-faidah aqidah dan manhaj, di samping faidah-faidah hadits, sanad, rijalul hadits, dll yang diambil oleh para dai dan para asatidzah.
Daurah Tahun III,
Asy-Syaikh Khalid Azh-Zhafiri hafizhahullah mengajarkan :
9. Tath-hirul I’tiqad karya Al-Imam Ash Shan’ani rahimahullah. (dalam bidang aqidah)
Asy-Syaikh ‘Abdullah hafizhahullah mengajarkan :
10. Al-Qawa’id Al-Fiqhiyah karya Al-Imam As-Sa’di rahimahullah
Asy-Syaikh Abdurrahman Mar’i hafizhahullah mengajarkan :
11. Bab Al-Waqf (tentang hukum waqaf, jenis-jenis, dan perkara-perkara yang terkait dengannya) dari Kitab Ad-Darari Al-Mudhiyah karya Asy-Syaukani rahimahullah.
Berbagai pelajaran penting didapatkan dari pembahasan Babul Waqf ini. Dulu para dai dan para asatidz belum memahami perkara-perkara yang terkait dengan masalah waqaf, maka dengan pelajaran ini mereka jadi memahaminya. Di negeri ini khususnya, banyak permasalahan-permasalahan yang terkait dengan masalah waqaf, dengan pelajaran ini permasalahan-permasalahan tersebut terjawab.
Daurah Tahun IV,
Asy-Syaikh Khalid Azh-Zhafiri, mengajarkan :
12. Fathu Rabbil Bariyah karya Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah,
Asy-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahim Al-Bukhari, mengajarkan
13. Kitabun Nikah dari Kitab Minhaj As-Salikin karya Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah.
14. Manzhumah al-Baiquniyah yang disyarh oleh beliau sendiri dan telah dicetak.
Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Shalfiq, mengajarkan :
15. Kitabul ‘Ilmu dari Kitab Shahih Al-Bukhari dan
16. Kitabus Sunnah dari Kitab Sunan Abi Daud.
Jadi sampai tahun 1429 H kemarin sudah 16 (enam belas) mata pelajaran yang dipelajari oleh para asatidzah dan du’at salafiyin pada daurah masyayikh di Indonesia dari 6 (enam) masyayikh sebagai guru mereka,
Pada tahun ini, 1430 H, akan datang empat masyaikh –bidzinillah- yaitu :
Asy-Syaikh DR. ‘Abdullah bin ‘Abdirrahim Al-Bukhari, mengajarkan :
(dua kitab yang sama sebagai kelanjutan pelajaran tahun lalu)
Asy-Syaikh Khalid Azh-Zhafiri, mengajar
17. Kitab Sullamul Wushul karya Al-Imam Hafizh Al-Hakami
Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri hafizhahullah, akan mengajarkan :
18. Muqaddimah Sunan Ibni Majah,
Asy-Syaikh DR. ‘Ali bin Yahya Al-Haddadi dari Riyadh, akan mengajarkan :
19. Kitabul Arba’in fi Madzhabis Salaf karya beliau sendiri muraja’ah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
20. Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah,
Jadi pada tahun ini Insya Allah akan tertambahkan tiga pelajaran lagi sehingga pelajaran akan menjadi 20 pelajaran, dengan 7 (tujuh) masyaikh yang sudah menjadi guru dari para asatidzah dan du`at salafiyyin di Indonesia. Ini adalah nikmat yang sangat besar yang didapatkan dari daurah ini.
* * *
• Kemudian, yang tidak kalah pentingnya, faidah dan manfaat penyelenggaraan “Daurah Nasional Masyayikh Ahlus Sunnah” ini adalah : menyelesaikan problem-problem dakwah yang dihadapi dalam perjalanan dakwah di Indonesia ini, di antaranya :
- Problem dakwah terkait dengan masyarakat negeri ini.
- Problem dakwah terkait dengan waliyyul amr negeri ini.
- Problem dakwah terkait dengan hizbiyyin.
- Problem dakwah antar duat salafiyyin di Indonesia ini, disebabkan sekian banyak permasalahan terjadi antara duat salafiyyin ketika berdakwah.
• Menghubungan dan mengenalkan umat dengan para ‘ulamanya, sehingga umat bisa mengenal siapa ‘ulama mereka.
• Terjalinnya ukhuwah dan mahabbah Ahlus Sunnah ketika bertemu dalam acara tersebut.
• Bertambahnya semangat thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu) di tengah-tengah ahlus sunnah
• Semakin ciutnya para hizbiyyyun dan ahli batil karena para ‘ulama Ahlus Sunnah semakin dikenal di negeri ini.
• Waliyul amr pun semakin mengenal hakekat dakwah Ahlus Sunnah.
Dan masih banyak faidah dan manfaat dari daurah ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
TA’AWUN BAHU MEMBAHU MENCAPAI TERWUJUDNYA
PENYELENGGARAAN
“DAURAH NASIONAL MASYAYIKH AHLUS SUNNAH”
DI INDONESIA
Mengingat pentingnya daurah ini, maka para asatidzah menghimbau segenap ikhwah salafiyyin di Indonesia untuk bahu-membahu mewujudkan amal kebaikan ini. Maka panitia mengirimkan surat ke berbagai daerah di wilayah nusantara ini, ditujukan kepada para asatidzah dan para duat untuk disampaikan kepada ikhwah Ahlus Sunnah salafiyyin yang berisikan pemberitahuan tentang penyelenggaraan “Daurah Nasional Masyaikh Ahlus Sunnah” ke-5 tahun 1430 H, sekaligus himbauan kepada salafiyyin untuk bersama-sama mengemban amanah besar yang mengandung manfaat cukup besar ini.
Sangat disayangkan ternyata ada pihak-pihak yang mungkin sebagiannya tidak mengerti tentang faidah dan manfaat yang diambil dari daurah tersebut. Sehingga mereka kurang bersemangat menghimbau Ahlus Sunnah untuk berta’awun dalam penyelenggaraan daurah ini. Padahal daurah ini terkandung di dalamnya berbagai faidah sebagaimana disebutkan, namun karena ketidakmengertian membuat sebagian pihak tidak bersemangat dalam berta’awun.
Semoga dengan penjelasan ini dapat mengubah pandangan mereka, sehingga bersemangat untuk menghimbau saudara-saudaranya untuk berta’awun di atas kebaikan dan ketaqwaan. Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang menunjukkan kebaikan maka ia mendapatkan seperti pahala orang yang melakukan kebaikan tersebut” [HR. Muslim dari shahabat Abu Mas’ud Al-Badri]
Ada juga sebagian pihak yang justru menghalangi upaya ta’awun ‘alal birri wa taqwa ini, dengan melakukan penggembosan di beberapa daerah dan mengesankan bahwa penggalangan dana bantuan untuk acara “Daurah Nasional Masyaikh Ahlus Sunnah” adalah bentuk tasawwul yang madzmum (tercela) dalam syari’at.
Ketika ditanyakan pada mereka “Apa yang melandasi ucapan antum dan siapa yang menjadi rujukan ucapan antum?”, ternyata mereka tidak bisa menjawab.
Alhamdulillah. Himbauan untuk bahu-membahu mewujudkan terselenggaranya daurah tersebut dilakukan di kalangan Ahlus Sunnah, di masjid-masjid Ahlus Sunnah, di kajian-kajian Ahlus Sunnah, atau di mahad-mahad Ahlus Sunnah, bukan di tempat-tempat umum, atau menyerbarkan pamflet dan spanduk untuk penggalangan dana. Tidak pula seperti yang dilakukan oleh sebagian pihak dengan cara meletakkan kotak amal di mall-mall, di tempat penjualan bakso, dll. Alhamdulillah kita tidak melakukan seperti itu.
Himbauan tersebut dilakukan melalui para ustadz atau penanggung jawab dakwah di daerah setempat. Himbauan tersebut ditujukan kepada ikhwah salafiyyin atau kepada orang-orang yang simpati terhadap dakwah Ahlus Sunnah, yaitu orang-orang yang justru merasa bergembira ketika diajak berta’awun dengan Ahlus Sunnah guna mewujudkan ‘Amal Khair, dan orang tersebut memang dikenal sebagai muhsinin.
Justru kita mendapati dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menghimbau kaum muslimin menyalurkan hartanya untuk kepentingan kaum muslimin. Di antaranya dalam As-Sunnah, hadits yang diriwayatkan dari shahabat Jarir bin ‘Abdillah :
“Suatu hari kami berada di sisi Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Tiba-tiba datanglah kepada beliau suatu kaum tidak beralas kaki dan compang camping pakaianya. Mereka berasal dari Mudhar. Maka merahlah wajar Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam tatkala melihat kondisi mereka. Beliau pun masuk lalu keluar lagi, kemudian beliau memerintahkan shahabat Bilal untuk melakukan adzan dan iqamat, kemudian shalat. Lalu beliau berkhuthbah, (beliau memulainya dengan membacakan beberapa ayat Al-Qur’an). Kemudian para shahabat berlomba-lomba untuk bershadaqah. Seseorang bershadaqah dengan dinarnya, dengan dirhamnya, dengan baju-bajunya, dengan satu sha gandumnya atau pun kurmanya, — sampai-sampai – walaupun dengan separoh biji kurma.”
Maka berseri-serilah wajah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Kemudian beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang membuat contoh yang baik dalam Islam, maka dia memperoleh pahala perbuatan tersebut dan pahala orang lain yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang membuat contoh yang jelek dalam Islam, maka ia mendapat dosa perbuatan tersebut dan dosa orang lain yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” [HR. Muslim]
Demikianlah para shahabat Radhiyallah ‘anhum, mereka berlomba-lomba menginfakkan hartanya, sampai terkumpul jumlah yang banyak. Setelah adalah himbauan dari Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam untuk bershadaqah dan berta’awun.
Faidah yang bisa kita petik dari kisah di atas adalah bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menghimbau para shahabatnya untuk saling berta’awun ‘alal birri wat taqwa, saling membantu, tolong menolong, dan bahu membahu dalam mengatasi keadaan yang sangat membutuhkan bantuan. Oleh karena itu Al-Imam An-Nawawi memberikan bab terhadap hadits riwayat Al-Imam Muslim di atas :
(Bab tentang disyariatkannya menghimbau kaum muslimin untuk bershadaqah).
Upaya yang dilakukan oleh panitia daurah adalah dari sisi ini. Yaitu menghimbau dan mengajak para asatidzah dan para da’i atau ikhwah yang bertanggung jawab di masing-masing daerah untuk menghimbau Ahlus Sunnah bershadaqah atau berinfaq demi membantu dan meringankan beban pelaksanaan Daurah Ilmiah yang mendatangkan para ‘ulama Ahlus Sunnah dengan berbagai faidah yang telah kami sebutkan.
Itupun tanpa penentuan nominal tertentu dan tanpa paksaan, masing-masing sesuai dengan tingkat kemampuannya. Kita tidak menghimbau seluruh ikhwah untuk mengumpulkan dana dengan cara yang terkesan kurang baik, seperti dengan cara membagikan amplop-amplop kosong, atau menyebarkan kotak-kotak infaq di toko-toko, mall-mall, atau lainnya. Bagi yang mau bershadaqah maka dikumpulkan kepada pihak yang telah ditunjuk sebagai penanggung jawab.
Sungguh kami sangat menyayangkan, adanya sebagian pihak yang memvonis amalan mulia di atas sebagai bentuk tasawwul (meminta-minta/mengemis) yang tercela. Namun pada waktu dan kesempatan yang lain, dia melakukan pengumpulan dana entah melalui telpon atau sms kepada pihak-pihak tertentu. Suatu sikap tidak jujur, sikap yang tidak didasari oleh taqwa dan ilmu, serta tidak takut Allah ketika berkata dah berucap.
Justru Kita mendapati para ‘ulama kita, para ‘ulama Ahlus Sunnah dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi, tidak jarang mereka melakukan himbauan kepada Ahlus Sunah, bahkan kepada muslimin secara umum, untuk bershadaqah membantu pihak-pihak yang butuh.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah, yang dikenal dengan sifat zuhudnya dalam urusan dunia. Inilah beliau rahimahullah, sangat zuhud, mungkin kita tidak mampu meniru beliau. Semoga amalan beliau diterima oleh Allah, dan jika ada yang meniru beliau, semoga beliau rahimahullah juga terus mendapatkan pahalanya. Meskipun demikian, tidak kemudian beliau sembarangan dalam berfatwa. Tidak. Beliau tidak memaksakan pihak lain untuk bisa berbuat seperti beliau (yakni dalam sifat zuhd, wara’, kedermawanan, dan yang semakna ini). Itu adalah sifat rahmah yang ada pada beliau.
Pada hari-hari ini muncul “sekelompok kaum” yang mengharamkan jam’iyyah atau yayasan secara mutlak. Bagaimana pandangan dan fatwa beliau dalam masalah ini?
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah berkata :
“Adapun yayasan-yayasan sosial, maka itu merupakan amalan yang sangat disukai. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman “Dan berta’awunlah kalian di atas kebaikan dan ketaqwaan”. Bukanlah perselisihan antara kita dengan mereka (hizbiyyin) karena masalah yayasan-yayasan yang padanya ada himbauan untuk membangun masjid-masjid, (himbauan) mencukupi anak-anak yatim dan orang-orang yang kekurangan, serta (himbauan) bantuan sosial. Maka hal ini, maka merupakan amalan yang sangat disukai.”
Perhatikan fatwa Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah yang berilmu luas dan sangat bijak ini, kemudian bandingkan dengan fatwa “anak-anak kemarin” yang dengan lancang mengharamkan yayasan secara mutlak.
Kemudian, coba perhatikan pula bagaimana praktek yang diterapkan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah. Kalau fatwa di atas secara lisan, maka secara amaliah (praktek nyata) beliau rahimahullah sering sekali menuliskan tazkiyyah-tazkiyyah untuk para da’i yang membutuhkan fasilitas-fasilitas guna kepentingan dakwah. Misalnya maktabah, kendaraan, masjid, dll. Berbagai tazkiyyah yang beliau tulis itu berisi himbauan kepada para muhsinin (para donatur) untuk mengulurkan bantuan dan ta’awun-nya untuk pihak-pihak yang membutuhkan.
Perhatikan, apakah Asy-Syaikh Muqbil memahami dan memandang cara yang beliau lakukan sebagai sikap tasawwul (meminta-minta) yang madzmum (tercela)? Tentu saja jawabannya adalah tidak.
Padahal beliau juga yang menulis kitab berjudul “Dzammul Mas’alah” (Tercelanya Meminta-minta) dan beliau ajarkan kepada para muridnya. Asy-Syaikh Muqbil tidak memahami bahwa menghimbau manusia untuk berta’awun ‘alal birri wat taqwa termasuk jenis meminta-minta yang tercela.
Anehnya pada hari-hari ini muncul sikap dan cara berpikir gharib (asing/tidak pernah dikenal sebelumnya) yang diistilahkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi hafizhahullah sebagai Nafasun Gharib (Gerak Nafas yang Aneh).
Paham aneh, yang mengharamkan yayasan secara mutlak, ini termasuk nafas gharib yang berbahaya terhadap perjalanan Dakwah Salafiyyah.
Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Baz rahimahullah, dalam Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah – yang berisi kumpulan berbagai fatwa, karya tulis, risalah, dan surat-surat beliau – bisa kita dapatkan fatwa, himbauan, dan ajakan Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz untuk berta’awun ‘alal birri wat taqwa. Terlalu banyak contohnya, di antaranya pada jilid IV halaman 174 :
“Seruan untuk seluruh kaum muslimin dan selain mereka untuk membantu negeri dan rakyat Sudan dalam bentuk santunan disebabkan musibah besar yang menimpa mereka”
Himbauan beliau ini dalam bentuk surat resmi dari kantor beliau, tertanggal 8 Muharram 1409 H.
Dari ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
Kepada semua pihak yang membaca surat ini dari kalangan muslimin atau yang selainnya, baik di Kerajaan Saudi Arabia atau yang lainnya, semoga Allah memberi taufik kepadaku dan kepada mereka agar bisa melaksanakan amal-amal sosial dan menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan. ….
Maka aku menghimbau segenap kaum muslimin dan selainnya, dari kalangan pemerintah, menteri-menteri, dan para hartawan, serta lainnya yang mencintai kebaikan dan suka menolong di atas kebaikan, baik yang ada di Kerajaan Saudi Arabia atau di luar Saudi Arabia untuk bersegera dalam rangka memberi bantuan kepada saudara-saudara kita di Sudan dan bantuan tersebut bersifat umum (yang mereka butuhkan) baik uang, makanan, pakaian, tenda-tenda, obat-obatan dan lainnya.
Kemudian saya juga menghimbau kepada seluruh ‘ulama, para dai, dan seluruh tokoh untuk menghimbau kaum muslimin untuk sama-sama membantu saudara-saudaranya di Sudan dengan bantuan dan pertolongan, dalam rangka merealisasikan perintah Allah dan Rasul-Nya terkait dengan perintah atau himbauan untuk berinfaq dalam perkara kebaikan dan ta’awun dalam kebaikan dan ketaqwaan serta bantuan untuk meringankan musibah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman : “Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, serta infaqkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kalian dan menginfaqkan memperoleh pahala yang besar.” [Al-Hadid : 7]
(kemudian beliau menyebutkan 10 dalil dari Al-Qur`an dan 10 dalil dari As-Sunnah yang berisi himbauan, baik secara umum maupun khusus, untuk berinfaq dan tolong menolong meringankan beban saudaranya).
Kemudian pada penutup surat :
Saya memohon kepada Allah agar menjadikan itu sebagai amal yang ikhlash mengharap wajah-Nya yang mulia, dan menjadikannya bisa memberatkan timbangan (amal kebaikan) bagi semua, dan dengannya Allah mengangkat derajat mereka di negeri penuh kemuliaan. Serta menggantikan harta yang telah mereka infaq dengan yang lebih baik dan lebih utama. Sesungguhnya Dia Pemilik (karunia) itu dan Mampu melakukannya.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad dan para shahabatnya.
‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
Ketua Majelis Tinggi Rabithah ‘Alam Islami di Makkah Al-Mukarramah
Pimpinan Umum Lembaga Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah, dan Bimbangan Islam
Kerajaan Saudi ‘Arabia
Perhatikan, surat himbauan tersebut merupakan surat yang beliau keluarkan secara resmi dan disebarkan secara internasional.
Juga pada Majmu’ Fatawa wa Maqalawat Mutanawwi’ah jilid 18 halaman 408 :
“Seruan dan Peringatan untuk Membantu Para Mujahidin di Palestina”
Surat resmi dari kantor beliau, yang dipublikasikan melalui majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah, edisi 28 tahun 1410 H
Dan masih banyak lagi surat-surat beliau yang seperti di atas.
Jejak langkah beliau ini juga merupakan jejak langkah para ‘ulama kibar lainnya pada masa ini. Hal yang sama juga dilakukan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahumullah dan para ‘ulama lainnya, baik secara lisan maupun secara tulisan.
Semoga keterangan singkat ini dapat memberikan penerangan kepada kita, agar kita bisa bersikap dan berkata di atas bimbingan ilmu dan para ‘ulama, serta terjauhkan dari berbagai sikap aneh yang membahayakan kemashalahatan Dakwah Salafiyyah.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan keterangan ini sebagai ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
23 Jumadats Tsaniyyah 1430 H
17 Juni 2009 M
ttd
Asatidzah Penanggung Jawab
Penyelenggaraan
Daurah Nasional Masyaikh Ahlus Sunnah
Indonesia
(Dikirimkan oleh al Akh Abu Amr via email. Format PDF bisa didownload di http://www.salafy.or.id/upload/manfaatdaurah.pdf atau http://www.salafishare.com/29CRFG0U4EE1/OMDVSGW.pdf)