Telah kita ketahui pada edisi yang lalu bahwa tauhid merupakan sebuah pohon di dalam hati yang cabangnya adalah amalan yang shalih dan buahnya adalah kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Ãóáóãú ÊóÑó ßóíúÝó ÖóÑóÈó Çááøóåõ ãóËóáðÇ ßóáöãóÉð ØóíøöÈóÉð ßóÔóÌóÑóÉò ØóíøöÈóÉò ÃóÕúáõåóÇ ËóÇÈöÊñ æóÝóÑúÚõåóÇ Ýöí ÇáÓøóãóÇÁö]24[ÊõÄúÊöí ÃõßõáóåóÇ ßõáøó Íöíäò ÈöÅöÐúäö ÑóÈøöåóÇ æóíóÖúÑöÈõ Çááøóåõ ÇáúÃóãúËóÇáó áöáäøóÇÓö áóÚóáøóåõãú íóÊóÐóßøóÑõæä ó]ÇÈÑÇåíã: 24-25[
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap saat dengan seizin Rabb-nya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (Ibra-him: 24-25)
Ilmu Tauhid ini merupakan dasar yang dibangun di atasnya amalan-amalan shalih. Maka tentu saja merupakan prioritas dakwah para nabi dan para rasul, termasuk nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alahi wassalam.
Dakwah Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya adalah dakwah tauhid dan tidak pernah beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam lepas daripadanya. Dakwah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam diawali dengan tauhid, diiringi dengan tauhid dan diakhiri pula dengan tauhid.
Diawali dengan ucapan beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagaimana dikisahkan oleh Abu Sufyan Radiyallahu ‘anhu ketika dia bersama rombongan dagang kaum Quraisy tiba di Romawi dan dipanggil oleh raja Heraklius. Sang raja bertanya tentang orang yang mengaku sebagai Nabi di Mekah. Diantara pertanyaannya adalah: “Apakah yang dia dakwahkan?” Abu Sufyan menjawab: “Dia berkata:
ÞõæúáõæúÇ á Åöáóåó ÅöáÇøó Çááåõ ÊõÝúáöÍõæúÇ ( ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí).
“Ucapkanlah áÇ Åáå ÅáÇ Çááå kalian akan selamat. (HR. Bukhari).
Dan dalam perjalanan dakwahnya beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam selalu mengingatkan dengan tauhid. Setiap menyampaikan satu hukum atau perintah ibadah kepada umatnya senantiasa Beliau mengingatkan bahwa hal itu adalah ibadah kepada Allah yang harus diberikan kepada-Nya dengan ikhlas dan tidak boleh dicampur dengan tujuan-tujuan lain seperti riya’ atau kesyirikan-kesyirikan lainnya. Seperti ketika memerintahkan tentang ibadah shalat dan berqurban:
ÝóÕóáøö áöÑóÈøößó æóÇäúÍóÑú. ]ÇáßæËÑ: 2[
Maka dirikanlah shalat untuk Rabb-mu dan berkurbanlah. (al-Kautsa: 2)
Demikian pula setiap beliau berangkat bersama para shahabat berjihad, beliau selalu mengingatkan agar mereka jangan memakai jimat, kalung atau gelang-gelang tertentu untuk tolak bala dan kekebalan atau menggantung-gantungkan pedangnya di pohon tertentu untuk mencari kehebatan dan kekuatan.
Kita lihat pada satu riwayat, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dalam satu perjalanan jihad, Rasulullah bersabda kepada Ruwaifi’:
íóÇ ÑõæóíúÝöÚõ¡ áóÚóáøó ÇáúÍóíóÇÉó ÊóØõæúáõ Èößó¡ ÝóÃóÎúÈöÑö ÇáäøóÇÓó Ãóäøó ãóäú ÚóÞóÏó áöÍúíóÊóåõ Ãóæú ÊóÞóáøóÏó æöÊúÑðÇ Ãóæö ÇÓúÊóäúÌöí ÈöÑóÌöíúÚö ÏóÇÈøóÉò Çóæú ÚóÙúãò ÝóÅöäøó ãõÍóãøóÏðÇ ÈóÑöíúÆñ ãöäúåõ. (ÑæÇå ÃÍãÏ Úä ÑæíÝÚ)
Wahai Ruwaifi’, barangkali engkau akan menjalani kehidupan yang panjang. Kabarkanlah kepada manusia bahwa barangsiapa yang memintal jenggotnya, menggantungkan jimat, atau beristinja’ (bersuci) dengan kotoran hewan dan tulang, maka sesungguhnya Muhammad berlepas diri darinya. (HR. Ahmad dari Ruwaifi’)
Ini semua dalam rangka menjaga tauhid mereka dari noda-noda syirik.
Demikian pula di akhir kehidupan beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam. Ketika beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam akan wafat, beliau berwasiat dengan tauhid.
ÞóÇáó ÑóÓõæáõ Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó Ýöí ãóÑóÖöåö ÇáøóÐöí áóãú íóÞõãú ãöäúåõ áóÚóäó Çááøóåõ ÇáúíóåõæÏó æóÇáäøóÕóÇÑóì ÇÊøóÎóÐõæÇ ÞõÈõæÑó ÃóäúÈöíóÇÆöåöãú ãóÓóÇÌöÏó ÞóÇáóÊú ÝóáóæúáóÇ ÐóÇßó ÃõÈúÑöÒó ÞóÈúÑõåõ ÛóíúÑó Ãóäøóåõ ÎõÔöíó Ãóäú íõÊøóÎóÐó ãóÓúÌöÏðÇ . (ãÊÝÞ Úáíå)
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam terkena sakit yang menyebabkan beliau tidak dapat bangun. Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Allah telah mengutuk orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka telah menjadikan kubur Nabi-nabi mereka sebagai masjid”. Aisyah Radiyallahu ‘anha berkata: “Jika tidak karena itu tentu kuburan beliau akan ditempatkan (di Baqie’). Namun Rasulullah – Shalallahu ‘alaihi wassalam – khawatir akan dijadikan sebagai masjid. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan dalam riwayat lain dalam al-Muwattha’:
Ãóááøóåõãøó áÇó ÊóÌúÚóáú ÞóÈúÑöíú æóËóäðÇ íõÚúÈóÏõ ÇÔúÊóÏøó ÛóÖóÈõ Çááåõ Úóáóì Þóæúãò ÇÊøóÎóÐõæúÇ ÞõÈõæúÑó ÃóäúÈöíóÇÆöåöãú ãóÓóÇÌöÏó. (ÑæÇå ãÇáß Ýí ÇáãæØÃ)
Ya Allah janganlah Engkau menjadikan kuburku berhala yang disembah. Sungguh besar kemurkaan Allah terhadap kaum yang menjadikan kuburan nabi-nabinya sebagai masjid. (HR. Malik dalam Muwatha’)
Demikianlah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memulai dakwahnya dengan tauhid, mengiringi dengan tauhid dan mengakhirinya pula dengan tauhid. Dan beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam senantiasa mewasiatkan umatnya dengan tauhid.
Wasiat merupakan pesan terakhir dalam kehidupan seseorang. Tentunya yang akan disampaikan adalah perkara yang paling utama dan paling penting. Karena ia tidak akan sempat lagi menyampaikan sesuatu apapun setelah itu. Maka disinilah terlihat apa yang dianggap paling penting oleh seseorang dalam hidupnya. Sebagian manusia mewasiatkan tentang hartanya. Sebagian lainnya me-wasiatkan untuk menjaga keluarga-keluarganya. Sebagian lainnya ada yang mewasiatkan dengan perusahaannya, karena itulah yang terpenting dalam kehidupan mereka.
Adapun wasiat para nabi adalah tauhid, yang menunjukkan bahwa yang paling penting bagi mereka adalah tauhid. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
æóæóÕøóì Èöåó ÅöÈúÑóÇåöãúõ Èóäöíúåö æóíóÚúÞõæúÈõ íóÇ Èóäöíøó Åöäøó Çááåó ÇÕúØóÝóì áóßõãõ ÇáÏøöíúäó ÝóáÇó ÊóãõæúÊõäøó ÅöáÇøó æóÃóäúÊõãú ãõÓúáöãõæúäó. ]ÇáÈÞÑÉ: 132[
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kalian mati kecuali dalam (keadaan) Islam. (al-Baqarah: 132)
Berkata Ibnu Katsier dalam tafsirnya bahwa makna islam adalah pasrah dan berserah diri dengan beribadah hanya kepada Allah saja.
Demikian pula wasiat Luqman al-Hakim kepada anaknya, diawali dengan Tauhid:
æóÅöÐú ÞóÇáó áõÞúãóÇäõ áÇöÈúäöåö æóåõæó íóÚöÙõåõ íóÇ Èõäóíøó áÇó ÊõÔúÑößú ÈöÇááåö Åöäøó ÇáÔøöÑúßó áóÙõáúãñ ÚóÙöíúãñ. ]áÞãÇä: 13[
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata ke-pada anaknya, di waktu ia memberi pela-jaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguh-nya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar”. (Luqman: 13)
Yang demikian karena para nabi seluruhnya mementingkan dan mengutamakan tauhid.
Bahkan inti dakwah mereka adalah tauhid. Yaitu memerintahkan kepada kaumnya agar beribadah kepada Allah saja.
æóáóÞóÏú ÈóÚóËúäóÇ Ýöí ßõáøö ÃõãøóÉò ÑóÓõæúáÇð Ãóäö ÇÚúÈõÏõæÇ Çááåó æóÇÌúÊóäöÈõæÇ ÇáØøóÇÛõæúÊó…. ]ÇáäÍá: 36[
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus para rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Beribadahlah kepada Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”… (an-Nahl: 36).
Allah menjelaskan dakwah para rasul-Nya dengan rinci pada berbagai firman-Nya, di antaranya tentang nabi Nuh alaihis sallam:
æóáóÞóÏú ÃóÑúÓóáúäóÇ äõæÍðÇ Åöáóì Þóæúãöåö ÝóÞóÇáó íóÇÞóæúãö ÇÚúÈõÏõæÇ Çááøóåó ãóÇ áóßõãú ãöäú Åöáóåò ÛóíúÑõåõ ÃóÝóáóÇ ÊóÊøóÞõæäó. ]ÇáãÄãäæä: 23[
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: “Hai kaumku, beribadahlah kepada Allah (karena) sekali-kali tidak ada sesembahan bagi-mu selain-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” (al-Mu’minun: 23)
Kemudian nabi Ibrahim, bapak para Nabi alaihis sallam:
æóÅöÈúÑóÇåöíãó ÅöÐú ÞóÇáó áöÞóæúãöåö ÇÚúÈõÏõæÇ Çááøóåó æóÇÊøóÞõæåõ Ðóáößõãú ÎóíúÑñ áóßõãú Åöäú ßõäúÊõãú ÊóÚúáóãõæäó. ]ÇáÚäßÈæÊ: 16[
Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Beribadahlah kepada Allah dan bertaqwalah kepada-Nya. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (al-Ankabut: 16)
Sedangkan tentang nabi Isa alaihis salam Allah berfirman:
áóÞóÏú ßóÝóÑó ÇáøóÐöíäó ÞóÇáõæÇ Åöäøó Çááøóåó åõæó ÇáúãóÓöíÍõ ÇÈúäõ ãóÑúíóãó æóÞóÇáó ÇáúãóÓöíÍõ íóÇÈóäöí ÅöÓúÑóÇÆöíáó ÇÚúÈõÏõæÇ Çááøóåó ÑóÈøöí æóÑóÈøóßõãú Åöäøóåõ ãóäú íõÔúÑößú ÈöÇááøóåö ÝóÞóÏú ÍóÑøóãó Çááøóåõ Úóáóíúåö ÇáúÌóäøóÉó æóãóÃúæóÇåõ ÇáäøóÇÑõ æóãóÇ áöáÙøóÇáöãöíäó ãöäú ÃóäúÕóÇÑ. ò]ÇáãÇÆÏÉ: 72[
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, beribadahlah kepada Allah Rabb-ku dan Rabb-mu”. Sesungguhnya orang yang memperse-kutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (al-Maidah: 72)
Dan tentang Nabi Hud alaihis sallam Allah berfirman:
æóÅöáóì ÚóÇÏò ÃóÎóÇåõãú åõæÏðÇ ÞóÇáó íóÇÞóæúãö ÇÚúÈõÏõæÇ Çááøóåó ãóÇ áóßõãú ãöäú Åöáóåò ÛóíúÑõåõ ÃóÝóáóÇ ÊóÊøóÞõæäó. ]ÇáÃÚÑÇÝ: 65[
Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, beribadahlah kepada Allah, sekali-kali tidak ada sesembahan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertaqwa kepada-Nya ?” (al-A’raaf: 65)
Tentang Nabi Shalih diterangkan dalam ayat-Nya:
æóÅöáóì ËóãõæÏó ÃóÎóÇåõãú ÕóÇáöÍðÇ ÞóÇáó íóÇÞóæúãö ÇÚúÈõÏõæÇ Çááøóåó ãóÇ áóßõãú ãöäú Åöáóåò ÛóíúÑõåõ ÞóÏú ÌóÇÁóÊúßõãú ÈóíøöäóÉñ ãöäú ÑóÈøößõãú åóÐöåö äóÇÞóÉõ Çááøóåö áóßõãú ÁóÇíóÉð ÝóÐóÑõæåóÇ ÊóÃúßõáú Ýöí ÃóÑúÖö Çááøóåö æóáóÇ ÊóãóÓøõæåóÇ ÈöÓõæÁò ÝóíóÃúÎõÐóßõãú ÚóÐóÇÈñ Ãóáöíãñ. ]ÇáÃÚÑÇÝ: 73[
Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia berkata: “Hai kaumku, beribadahlah kepada Allah, sekali-kali tidak ada sesembahan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Rabb-mu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kalian mengganggunya biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kalian mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.” (al-A’raaf: 73)
Dan Nabi Syu’aib Allah kisahkan juga dengan ucapan yang sama, yaitu: “beribadahlah kepa-da Allah dan tidak ada bagi kalian sesem-bahan kecuali Dia”.
æóÅöáóì ãóÏúíóäó ÃóÎóÇåõãú ÔõÚóíúÈðÇ ÞóÇáó íóÇÞóæúãö ÇÚúÈõÏõæÇ Çááøóåó ãóÇ áóßõãú ãöäú Åöáóåò ÛóíúÑõåõ ÞóÏú ÌóÇÁóÊúßõãú ÈóíøöäóÉñ ãöäú ÑóÈøößõãú ÝóÃóæúÝõæÇ Çáúßóíúáó æóÇáúãöíÒóÇäó æóáóÇ ÊóÈúÎóÓõæÇ ÇáäøóÇÓó ÃóÔúíóÇÁóåõãú æóáóÇ ÊõÝúÓöÏõæÇ Ýöí ÇáúÃóÑúÖö ÈóÚúÏó ÅöÕúáóÇÍöåóÇ Ðóáößõãú ÎóíúÑñ áóßõãú Åöäú ßõäúÊõãú ãõÄúãöäöíäó. ]ÇáÃÚÑÇÝ: 85[
Dan (Kami telah mengutus) kepada pendu-duk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, beribadahlah kepada Allah, sekali-kali tidak ada sesembahan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Rabb-mu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kalian kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi sesudah Rabbmu memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”. (al-A’raaf: 85)
Demikianlah kenyataan dakwah para nabi di dalam sejarah mereka yang disebutkan dalam al-Qur’an maupun dalam hadits yang shahih. Inti dakwah mereka adalah tauhid. Hal ini tidak seperti apa yang ditafsirkan oleh para politikus yang mengesankan bahwa dakwah para nabi adalah dakwah politik. Seperti pertikaian nabi Ibrahim dengan Raja Namrud, nabi Musa dengan raja Fir’aun dan lain-lainnya. Mereka mengesankan bahwa perjuangan para nabi tersebut adalah perjuangan pemberontakan dan perebutan ke-
kuasaan. Seperti dalam buku yang ditulis oleh Muhammad Surur bin Naif Zaenal Abidin “Minhaj al-Anbiyaa’ fi ad-Da’wati ilallah”. Namun alhamdulillah buku tersebut sudah dibantah oleh Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali dalam buku beliau “Manhaj al-Anbiyaa’ fi da’wati ilallah fiihi al-Hikmah wal ‘Aql” (Manhaj Para Nabi Dalam Berdakwah Kepada Allah, di dalamnya ada hikmah dan akal)” dan juga karya Syaikh Ahmad Salam dalam tulisannya yang berjudul “Nadharaat fii Kitab “Minhajul Anbiya’ fi ad-Dakwati Ilallah”” (Koreksi Ulang terhadap kitab “Manhaj Para Nabi Dalam Berdakwah Kepada Allah”.
Oleh karena itu sudah sepantasnya dakwah para rasul tersebut dijadikan sebagai teladan bagi seluruh dakwah-dakwah kaum muslimin yakni memulainya dari tauhid dan terus mengingatkan dengan tauhid. Karena semua dakwah yang tidak dimulai dengan tauhid dan tidak mementingkan tauhid selalu berakhir dengan penyimpangan dan kesesatan.
Akan tetapi mengapa kaum muslimin harus tersinggung ketika diajarkan kepada mereka makna áÇ Åáå ÅáÇ Çááå. Mengapa mereka ha-rus marah ketika disampaikan bahaya kesyi-rikan-kesyirikan seperti tawasul kepada orang-orang yang sudah mati, jimat-jimat, perdukunan-perdukunan, atau mencari berkah di kuburan walisongo atau kuburan-kuburan lainnya, mencari jodoh di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti sumur Tujuh, gunung Kemukus dan lain-lainnya? Mereka selalu melecehkan dakwah tauhid dengan menjulukinya Wahabi, tekstual, kaku, membuat perpecahan dan lain-lain. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita dan seluruh kaum muslimin kepada tauhid dan sunnah. Dan semoga hati-hati kita ditetapkan di atasnya sampai hari Kiamat, Amien.
(Dikutip dari Bulletin Dakwah Manhaj Salaf, penulis Ustadz Muhammad Umar As Sewed, judul asli “Dakwah Tauhid, Dakwah Para Rasul”. Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, Insya Allah terbit setiap hari Jum’at. Infaq Rp. 100,-/exp. Pesanan min. 50 exp di bayar di muka. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiya’us Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Redaksi: Muhammad Sholehuddin, Dedi Supriyadi, Eri Ziyad; Sekretaris: Ahmad Fauzan; Sirkulasi: Arief Subekti, Agus Rudiyanto, Zaenal Arifin; Keuangan: Kusnendi. Pemesanan hubungi: Arif Subekti telp. (0231) 481215.)