Maka wajib atas setiap mukmin, terutama pada da’i Ahlus Sunnah Wal Jama’ah agar bersabar di dalam kebenaran, dimana suatu tekad dan kekuatan. Sebagaimana Firman Allah Subhanahuwata’ala :
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“ Hai anakku dirikanlah shalat dan suruhlah ( manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah ( mereka ) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal – hal yang diwajibkan ( oleh Allah ) ( Luqman : 17 )
Firman Allah Subhanahuwata’ala :
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“ Kamu sungguh – sungguh akan di uji terhadap hartamu dan dirimu. Dan ( juga ) kamu sungguh – sungguh akan mendengar dari orang – orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyikitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut di utamakan” ( Ali Imran : 186 )
Jelaslah, bahwa sabar adalah bukti kekuatan, kestabilan dan kesinambungan. Ditegaskan pula Syaikh Al ‘Allamah Ibnu Bazz rahimahumullah dengan keterangan beliau :
“ Akan tetapi Nabi tidak memperdulikan hal itu dan tidak menaruh perhatian terhadapnya. Sebaliknya, beliau senantiasa bersabar dan mengharapkan pahala serta berjalan di atas jalan yang haq. Beliau tetap menjadi seorang da’i yang mengajak manusia ke jalan Allah Subhanahuwata’ala, sabar atas gangguan yang dialaminya, terang – terangan berdakwah, menahan diri terhadap gangguan itu dan tegar menghadapinya, memaafkan kejelekan yang muncul dari lawan – lawannya kalau memang memungkinkan “
Beliau menegaskan pula bahwa sabar adalah jalan para Nabi dan Rasul. Bahkan jalan keberhasilan seorang da’i, kata beliau :
“ Tidak ada jalan yang lebih baik bagi dakwah ini dibandingkan jalan para Rasul. Mereka adalah teladan dan iman. Mereka telah bersabar seperti sabarnya Nabi Nuh Alaihissalam mengahadapi kaumya selama 950 tahun. Sabar seperti Nabi Huud, Shaleh, Syu’aib, Ibrahim, dan Luth. Maka bersabarlah dan kuatkanlah serta semua hal yang menyebabkan sempitnya dakwah dan merugikannya bahkan merugikan yang meyerbarkannya.”
Betapa besarnya kebutuhan seorang da’i terhadap manhaj salaf ini agar dapat bersabar dan mengharapkan pahala. Selain itu sabar dan santun senjata untuk berdakwah, terutama untuk lawan yang dengki terhadap Ahlus Sunnah Wal Jama’ah baik dari kalangan ahli bid’ah dan semisalnya.
Imam Abu Isma’il Ash Shabuni rahimahumullah menerangkan :
“ Ciri – ciri ahli bid’ah sangat jelas. Tanda mereka yang paling jelas adalah hebatnya permusuhan mereka terhadap para pembawa khabar ( hadist ) Nabi. Besarnya sikap pelecehan mereka terhadap para khabar itu, bahkan menjuluki hasyawiyah ( yang tidak bernilai ), bodoh, tektual, dan musyabbihah ( menyerupakan Allah dengan makhluknya , kerena Ahlus Sunnah wal Jama’ah menetapkan adanya sifat bagi Allah Subhanahuwata’ala).
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahumullah merangkan pula:
“ Tatkala kita tahu bahwa ahli ilmu dan iman adalah para pewaris Nabi mereka terima dari ahli kalam ( filsafat ) dan ahli bid’ah seperti yang diterima oleh Nabi dan para sahabat dari kaum musyrikin. Semua golongan sempalan yang ada ini, menjuluki Ahlus Sunnah dengan julukan yang Allah telah nyatakan bahwa mereka bersih dan selamat dari julukan itu, baik julukan yang keji maupun pelecehan yang diarahkan kepada Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Semua itu adalah karena kebodohan mereka menyangka benarnya apa yang mereka yakini dan batilnya keyakinan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah atau karena buruknya niat dan tujuan mereka, tatkala mereka ingin membuat manusia lari meninggalkan Ahlus Sunnah dan menerima pemikiran mereka karena ilmu mereka tentang kerusakannya”
Seorang da’i harus tetap berpegang teguh dengan manhaj salaf tanpa memperdulikan tuduhan yang diarahkan oleh ahli bid’ah dan ahli ahwa’ dengan keyakinan bahwa semua itu bukanlah muncul dari zaman ini saja.
Ibnu Qayib rahimahumullah menegaskan :
“ Tatkala ahli takwil yang mu’aththil ( menolak nama dan sifat Allah ) , ingin menuntaskan ambisi mereka terhada Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mereka membuat julukan – julukan baru yang burung bagi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Maka mereka menamakan Ahlus Sunnah itu hasyawiyah, nawashib ( golongan yang membenci ahli bait Rasululllah ) dan nawabit ( yang baru tumbuh –red ). Akhirnya Ahlus Sunnah harus menerima apa yang dulu pernah diterima oleh para nabi dan pengikut mereka dan musuh – musuh mereka. Hal ini akan terus menerus dan senantiasa ada di muka bumi ini sampai Allah mewarisi bumi dan seisinya ini.”
Inilah sebagian kecil keterangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang wajibnya seorang da’i memiliki sifat sabar dan santu ( hilm )terutama dalam menghadapi muslihat musuh – musuh mereka ahli bid’ah dan orang yang sesat menyimpang. Oleh karena itu, mereka yang mengikuti manhaj ini wajib untuk memperhatikan dan memikirkan hal ini, karena sesungguhnya hal ini sangat penting di jaman seperti ini.
Hal ini ditegaskan oleh Ibnul Qayyim rahimahumullah :
“ seorang yang memiliki bashirah dan jujur, tidak akan merasa kesepian ( sunyi ) karena sedikitnya teman ( yang bersamanya ). Dia tidak akan merasa kehilangan teman, apalagi kalau hatinya terpenuhi keyakinan bahwa dia selalu besama rombongan kafilah genereasi pertama yang jelas – jelas telah Allah beri nikmat kepada mereka, dari kalangan Nabi, Shiddiqin, Syuhada’ dan orang – orang shaleh. Kesendirian yang dialaminya dalam menempuh jalan yang lurus adalah ( salah satu bukti ) kejujuran dalam upaya mendapatkan ( kebenaran ).
Dari sini jelaslah bagi para da’i bagaimana mulianya faedah dan buah sifat sabar ini serta janji Allah yang disediakan bagi orang yang sabar. Dan kita ketahui pula kesalahan sejumlah besar gerakan dakwah yang memahami makna sabar ini tidak dengan pemahaman yang dikehendaki syari’at. Mayoritas mereka yang memahami tidak sesuai syari’at mencoba mengarahkan dan menggulingkan kedudukan seorang penguasa dalam suatu pemerintahan serta memprovokasi masa. Ironisnya tindakan ini mereka namakan amar ma’ruf nahi mungkar yang nyata – nyata merupakan salah satu prinsip orang – orang khawarij genarasi awal walaupun mungkin tidak lebih keras.
Ibnul Qayyim rahimahumullah menerangkan :
“ Larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pembunuhan terhadap para penguasa, memberontak meskipun mereka berbuat zhalim dan keji, selama mereka masih menegakkan shalat, merupakan bentuk upaya beliau menutup pintu – pintu yang membawa kepada jurang kebinasaan yang hebat dan kesyirikan. Sebagaimana kenyataan yang ada maka sebetulnya semua itu terjadi karena memerangai mereka. Sementara pemberontakan terhadap mereka lebih jauh mengerikan dibandingkan dengan keberadaan mereka dengan kezaliman yang ada pada mereka. Akhirnya kaum muslimin terus – menerus berkubang di dalam berbagai kejelekan hingga saat ini “
Sepantasnya seorang da’i atau para aktifis dakwah betul betul mempunyai pemahaman dan bashirah yang tajam terhadap kaidah dan pedoman syari’at yang baku dalam kondisi – kondisi seperti ini. Agar tidak mudah tergelincir dan menyimpang.
( Dikutip dari buku Manhaj Dakwah Salafiyah, Pustaka Al HAURA)