Di tulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
Bagaimana Jika Warna Darah Berubah, Seperti Menjadi Kekuning-kuningan dan Keruh. Apakah Itu Darah Haid?
Jawab:
Jika kekuning-kuningan dan keruh atau perubahan warna darah itu masih di masa haid, maka terhitung haid. Namun jika terjadi setelah masa suci, maka bukan darah haid tapi darah penyakit (istihadhah). Wanita itu dianggap telah suci (penjelasan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad dalam syarh Sunan Abi Dawud).
Ummu Athiyyah radhiyallahu anha menyatakan:
كُنَّا لَا نَعُدُّ الْكُدْرَةَ وَالصُّفْرَةَ بَعْدَ الطُّهْرِ شَيْئًا
Kami tidak menganggap kekeruhan dan (warna) kekuningan setelah suci (sebagai haid)(H.R al-Bukhari dan Abu Dawud, lafadz hadits berdasarkan riwayat Abu Dawud)
Apakah Wanita yang Terhenti Haidnya Bisa Langsung Sholat?
Jawab:
Ia tidak bisa langsung sholat sebelum mandi wajib terlebih dahulu. Tata cara dan ketentuan mandinya sama dengan mandi janabah.
Demikian juga terkait hubungan suami istri, belum boleh dilakukan setelah berhentinya haid hingga wanita tersebut mandi wajib terlebih dahulu.
…وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ…
…Janganlah kalian mendekati mereka (istri-istri kalian) sampai mereka suci. Jika mereka telah bersuci (mandi) maka datangilah mereka (gaulilah mereka) sesuai dengan yang Allah perintahkan…(Q.S al-Baqoroh:222)
Apakah Wanita Harus Mengganti Sholat dan Puasa yang Tidak Bisa Dilakukan Di Waktu Haid?
Jawab: Ia harus mengganti puasa wajib namun tidak perlu mengganti sholat.
عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّي أَسْأَلُ قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
Dari Muadzah beliau berkata: Aku bertanya kepada Aisyah –radhiyallahu anha-: Mengapa wanita haid diperintah untuk mengganti puasa dan tidak mengganti sholat? Aisyah berkata: Apakah engkau wanita Haruri (Khawarij)? (Muadzah berkata): Aku bukan wanita Haruri. Hanya saja aku sekedar bertanya. Aisyah berkata: Kami mengalami hal itu (haid). Kami diperintah untuk mengganti puasa dan tidak diperintah mengganti sholat (H.R Muslim)
Jika Seseorang Telah Suci dari Haid dan Telah Mandi, Sholat Apa Saja yang Ia Lakukan?
Jawab:
Jika ia suci di waktu Ashar, maka ia melakukan sholat Dzhuhur dan Ashar. Jika ia suci di waktu Isya’ maka ia melakukan sholat Maghrib dan Isya. Itulah pendapat yang diriwayatkan dari Sahabat Nabi Abdurrahman bin Auf dan Ibnu Abbas dalam al-Awsath karya Ibnul Mundzir dan Mushonnaf Ibn Abi Syaibah. Pendapat ini adalah pendapat Jumhur Ulama’ (Malik, asy-Syafii, dan Ahmad). Al-Imam Ahmad menyatakan bahwa mayoritas Tabi’in selain al-Hasan al-Basri berpendapat demikian. Pendapat ini juga didukung oleh al-Lajnah ad-Daimah dalam Fatwanya.
Sedangkan Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa jika seorang wanita hanya melakukan sholat yang tidak dilakukan di satu waktu itu maka tidak mengapa. Namun jika ia melakukan sholat dua waktu (pada sholat yang bisa dijamak) maka yang demikian lebih baik. Misalkan, ia suci di saat setelah Ashar menjelang Maghrib, maka ia sebenarnya hanya wajib untuk sholat Ashar saja. Salah satu dalilnya adalah berdasarkan hadits Muadzah di atas. Namun kalau ia memilih untuk sholat Dzhuhur dan Ashar maka itu lebih baik sebagai bentuk kehati-hatian.
Atsar Ibnu Abbas dan Abdurrohman bin Auf adalah atsar yang lemah, namun bisa jadi pendapat para Tabi’i seperti Mujahid, Atha’, Thowus, Ibrohim, yang riwayat dari mereka shahih maqthu’, bisa sebagai penguat.
Ada juga riwayat dari Muadz bin Jabal bahwa wanita hanya diharuskan untuk sholat pada satu waktu saja, dan beliau menyatakan: demikianlah kami diperintah Rasulullah untuk mengajari para wanita kami. Hadits itu diriwayatkan oleh adDaraquthny dan beliau sendiri melemahkannya, karena di dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Muhammad bin Sa’id yang matruk (ditinggalkan).
Kesimpulan: sebagai bentuk kehati-hatian pendapat Jumhur dalam hal ini adalah pendapat yang terbaik untuk diamalkan.
Wallaahu A’lam.
✅Wanita yang Sebelumnya Suci Mengalami Haid Padahal Ia Belum Sempat Menyelesaikan Sholat Di Waktu Itu, Apakah Nantinya Ia Harus Mengganti Sholat Tersebut?
Jawab:
Sebagai contoh, jika saat sudah masuk waktu Dzhuhur berjalan setengah jam, seorang wanita yang sebelumnya suci belum sholat Dzhuhur dan di waktu itu mengalami haid. Apakah nantinya saat sudah suci ia harus mengganti sholat Dzhuhur tersebut?
Syaikh Ibn Utsaimin berpendapat bahwa ia harus mengganti satu sholat tersebut nanti saat sudah suci dari haid. Karena Allah berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya sholat diwajibkan kepada kaum beriman pada waktu yang telah ditentukan (Q.S anNisaa’:103)
Sedangkan sholat-sholat lain selama masa ia haid tidak usah diganti. Sebagaimana hadits percakapan Muadzah dengan Aisyah di atas (Fataawa Islaamiyyah (1/332)).
Batasan kadar waktunya adalah: Apakah ia memungkinkan untuk mengerjakan sholat sekadar satu rokaat? Kalau lebih dari itu dan ia tidak mengerjakannya, maka ia wajib menggantinya nanti saat suci dari haid. Namun, jika sudah masuk waktu sholat tapi belum sampai sekadar mengerjakan sholat satu rokaat ia mengalami haid, maka ia belum terkena kewajiban sholat di waktu itu, sehingga setelah suci dari haid nanti tidak perlu mengganti satu sholat tersebut.
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ الصَّلَاةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
Barangsiapa yang mendapati satu rokaat dari sholat, maka ia telah mendapati sholat (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
مَنْ أَدْرَكَ مِنْ الصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ
Barangsiapa yang mendapati satu rokaat di waktu Subuh sebelum terbit matahari, maka ia telah mendapatkan Subuh. Dan barangsiapa yang mendapati satu rokaat Ashar sebelum terbenam matahari, maka ia telah mendapati Ashar (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
(disarikan dari Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibn Utsaimin (12/181)).
Demikian juga tentang wanita yang suci dari darah haid. Kadar waktu penentuan apakah ia masuk di waktu Ashar atau Maghrib, misalnya adalah berdasarkan kadar 1 rokaat sholat. Jika ia suci sebelum Maghrib, namun jarak waktu antara suci dengan waktu Maghrib sangat mepet, tidak memungkinkan mengerjakan sholat satu rokaat, maka ia terhitung baru wajib mengerjakan sholat Maghrib saja.