Berbagai mahkota keutamaan dan kemuliaan yang hakiki telah berhasil diraih oleh generasi terbaik umat ini, seiring kebaikan mereka yang tak akan pernah tertandingi oleh generasi sesudahnya sepanjang jaman. Merekalah para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pribadi-pribadi manusia yang telah Allah pilih untuk mendampingi utusan-Nya yang termulia Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, di dalam mengemban risalah dakwah-Nya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya.” (Al-Fath: 29)
Maka tak ayal lagi, kalau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merekomendasikan bahwa mereka adalah sebaik-baik generasi umat ini. Beliau bersabda:
ÎóíúÑõ ÇáäøóÇÓö ÞóÑúäöíú Ëõãøó ÇáøóÐöíúäó íóáõæúäóåõãú Ëõãøó ÇáøóÐöíúäó íóáõæúäóåõãú
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para shahabat) kemudian generasi sesudahnya (para tabi’in) kemudian generasi sesudahnya (para pengikut tabi’in).” (Muttafaqun ‘alaih)
Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata: “Dan masing-masing mereka (para shahabat) adalah orang yang adil, imam yang memiliki keutamaan dan keridhaan. Diwajibkan atas kita untuk memuliakan, menghormati, memintakan ampunan untuk mereka dan mencintai mereka. Satu buah kurma yang mereka sedekahkan lebih utama dari sedekah seluruh apa yang kita miliki. Duduknya mereka bersama Nabi lebih utama daripada ibadah kita sepanjang masa. Kalau seandainya seluruh umur kita gunakan untuk beribadah terus-menerus maka tidak akan mampu menandingi amalan sesaat atau lebih dari mereka.” (Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam 5/663)
Para Shahabat dalam Tinjauan Syi’ah Rafidhah
Ternyata mahkota keutamaan dan kemuliaan ini telah dicabik-cabik para tentara Iblis yang telah memendam kebencian dan kedengkian terhadap mereka. Syi’ah Rafidhah-lah, tentara pertama kali dan paling gigih mengobarkan api kebencian dan kedengkian tersebut.
Wujud kebencian kaum Syi’ah Rafidhah telah tertuang di dalam lembaran-lembaran tulisan ulama mereka seiring dengan bergantinya generasi dan kurun waktu. Dalam kitab Syarh Nahjil Balaghah 20/22, Ibnu Abil Hadid mengatakan: “Para shahabat adalah satu kaum yang mendapat kebaikan dan kejelekan sebagaimana manusia lainnya. Barangsiapa di antara mereka yang berbuat kejelekan maka kami cela, sedangkan yang berbuat kebaikan kami puji. Mereka tidak memiliki keutamaan yang besar dibandingkan kaum muslimin yang lainnya kecuali hanya sekedar pernah melihat Rasulullah. Tidak lebih daripada itu. Bahkan bisa jadi, dosa mereka lebih besar daripada dosa selain mereka.”
Al-Kulaini di dalam kitab Ar-Raudhah minal Kafi 8/245-246 meriwayatkan dari Abu Ja’far bahwa dia berkata: “Para shahabat adalah orang-orang yang telah murtad (sepeninggal Nabi-pent), kecuali tiga orang saja.” Maka aku (periwayat) bertanya: “Siapa tiga orang itu?” Maka dia menjawab: “Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari dan Salman Al-Farisi.”
Muhammad Baqir Al-Majlisi di dalam kitab Haqqul Yaqin hal. 519 berkata: “Aqidah kami dalam hal kebencian adalah membenci empat berhala yaitu Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, Mu’awiyah dan empat wanita yaitu ‘Aisyah, Hafshah, Hindun, Ummul Hakam serta seluruh orang yang mengikuti mereka. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk Allah di muka bumi ini. Tidaklah sempurna iman kepada Allah, Rasul-Nya dan para imam (menurut keyakinan mereka) kecuali setelah membenci musuh-musuh tadi.”
Al-Mulla Kazhim di dalam kitab Ajma’ul Fadha’ih hal. 157 meriwayatkan dari Abu Hamzah Ats-Tsumali -berdusta atas nama Ali Zainal Abidin rahimahullah- bahwa beliau berkata: “Barangsiapa yang melaknat Al-Jibt (yaitu Abu Bakar) dan Ath-Thaghut (yaitu ‘Umar) dengan sekali laknatan maka Allah catat baginya 70 juta kebaikan dan Dia hapus sejuta kejelekan. Allah angkat dia setinggi 70 juta derajat. Barangsiapa sore harinya melaknat keduanya dengan sekali laknatan maka baginya (pahala) seperti itu.”
Bahkan di dalam kitab wirid mereka Miftahul Jinan hal. 114 disebutkan wirid Shanamai Quraisy (dua berhala Quraisy yaitu Abu Bakar dan ‘Umar), di antara lafazhnya berbunyi:
Çóááøóåõãøó Õóáøö Úóáóì ãõÍóãøóÏò æóÚóáóì Âáö ãõÍóãøóÏò æóÇáúÚóäú Õóäóãóíú ÞõÑóíúÔò æóÌöÈúÊóíúåöãóÇ æóØóÇÛõæúÊóíúåöãóÇ æóÇÈúäóÊóíúåöãóÇ
“Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Laknatilah dua berhala Quraisy, dua syaithan, dua thaghut dan kedua anak perempuan mereka (‘Aisyah dan Hafshah).”
Para ulama Syi’ah Rafidhah telah menukilkan ijma’ mereka tentang kafirnya para shahabat, di antaranya Al-Mufid bin Muhammad An-Nu’man di dalam kitab Awa’ilul Maqalat hal. 45, dia berkata: “Imamiyyah (Syi’ah Rafidhah), Zaidiyyah dan Khawarij bersepakat bahwa orang-orang yang melanggar perjanjian dan menyeleweng, dari penduduk Bashrah dan Syam (para shahabat -menurut anggapan mereka- pent) adalah orang-orang kafir, sesat dan terlaknat karena memerangi Amirul Mukminin (Ali -pent). Mereka itu kekal di Jahannam.”
Para pembaca, perhatikanlah kata-kata keji mereka! Dengan berbekal kedustaan dan kebencian, mereka berupaya meruntuhkan pondasi-pondasi Islam yang kokoh. Setelah Al-Qur`an mereka usik keabsahannya, maka kini giliran manusia-manusia terbaik umat ini dari para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka lecehkan dan kafirkan. Lalu Islam apa yang ada pada mereka?
Kenapa mereka menyembunyikan firman Allah yang artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100) dan firman-Nya yang lain?!?
Tidak ingatkah mereka dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
áÇó ÊóÓõÈøõæúÇ ÃóÕúÍóÇÈöíú ÝóæóÇáøóÐöíú äóÝúÓöíú ÈöíóÏöåö áóæú ÃóäúÝóÞó ÃóÍóÏõßõãú ãöËúáó ÃõÍõÏò ÐóåóÈðÇ ãóÇ ÈóáóÛó ãõÏøó ÃóÍóÏöåöãú æóáÇó äóÕöíúÝóåõ
“Janganlah kalian mencerca para shahabatku. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau seandainya salah seorang di antara kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud maka (pahala) infaq kalian tidak akan mencapai (pahala) infaq sebanyak dua telapak tangan mereka bahkan tidak pula setengahnya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Konspirasi Jahat di balik Pelecehan Mereka terhadap Para Shahabat
Ternyata di balik pelecehan mereka terhadap para shahabat, ada konspirasi jahat yang terselubung yaitu mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menggugurkan Al-Qur`an dan As-Sunnah sekaligus agama Islam.
Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata: “Mereka itu adalah suatu kaum yang sebenarnya berambisi untuk mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam namun ternyata tidak mampu. Maka akhirnya mereka mencela para shahabatnya sampai kemudian dikatakan bahwa beliau adalah orang jahat, karena kalau memang beliau orang baik, niscaya para shahabatnya adalah orang-orang baik pula.”
Al-Imam Abu Zur’ah rahimahullah berkata: “Bila engkau melihat seseorang merendahkan kedudukan seorang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ketahuilah bahwa dia adalah Zindiq (munafiq). Sebab, Sunnah Rasul dan Al-Qur`an adalah kebenaran di sisi kita. Sedangkan yang menyampaikan Al-Qur`an dan As-Sunnah tadi kepada kita adalah para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka (Syi’ah Rafidhah) mencela para saksi kita dengan tujuan untuk menggugurkan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Justru mereka inilah yang lebih pantas untuk dicela. Merekalah orang-orang zindiq.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Celaan terhadap mereka (para shahabat) adalah celaan terhadap agama ini.”
Hukuman bagi Orang-orang yang Mencela Para Shahabat
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah di dalam kitab Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul memberikan rincian tentang hukum orang yang mencela para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bisa diringkas sebagai berikut:
1. Bila orang tersebut mencela para shahabat dengan celaan yang tidak sampai menjatuhkan keadilan dan agama mereka seperti: mensifati para shahabat dengan kebakhilan, penakut, dangkal ilmunya dan selain itu maka dia tidak dihukumi sebagai orang yang murtad atau kafir. Hanya saja orang ini dihukum ta’zir (hukuman dera atau penjara yang dilaksanakan oleh pemerintah kaum muslimin setelah dimintai taubat dan diberi penjelasan -pent).
2. Adapun orang yang mencela para shahabat karena keyakinan bahwa mereka telah murtad atau sesat sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak ragu lagi bahwa orang tersebut kafir (setelah memenuhi kriteria syari’at untuk dikafirkan -pent).
3. Demikian juga seseorang yang ragu terhadap kafirnya orang jenis kedua maka dia kafir.
Wallahu A’lam.
Sumber: Buletin Islam Al Ilmu Edisi 29/II/II/1425, Yayasan As-Salafy Jember.
(Dikutip dari Bulletin Al Wala’ wa Bara’, Edisi ke-8 Tahun ke-3 / 14 Januari 2005 M / 03 Dzul Hijjah 1425 H. Diterbitkan Yayasan Forum Dakwah Ahlussunnah Wal Jamaah Bandung. Url sumber : http://salafy.iwebland.com/fdawj/awwb/read.php?edisi=8&th=3#sub2)