You are currently viewing PENJELASAN SYARHUS SUNNAH LIL MUZANI (BAG 17 .b)

PENJELASAN SYARHUS SUNNAH LIL MUZANI (BAG 17 .b)

  • Post author:
  • Post category:Aqidah

Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

Tidak Bersikap Khuruj (Menentang) Pemerintah Muslim Ketika Mereka Bertindak Sewenang-wenang

Al-Muzani menyatakan: Meninggalkan sikap khuruj (menentang kekuasaannya) ketika pemerintah bersikap sewenang-wenang dan tidak adil

Terhadap pemimpinnya, seorang muslim dilarang untuk bertindak khuruj. Para Ulama menjelaskan bahwa tindakan khuruj itu bisa berupa perbuatan atau ucapan. Dalam bentuk perbuatan seperti pemberontakan atau kudeta. Sedangkan dalam bentuk ucapan, seperti cacian atau celaan terhadap penguasa. Semua itu terlarang.

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam tetap memerintahkan kepada kaum muslimin untuk bersikap mendengar dan taat kepada pemimpin muslim meski ia adalah seorang sangat jahat dan bertindak sewenang-wenang. Bahkan Nabi mengibaratkan pemimpin itu berhati Syaithan dalam tubuh manusia. Tapi beliau tetap memerintahkan untuk bersikap mendengar dan taat dalam hal yang ma’ruf.

يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي، وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ» ، قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ

Akan ada sepeninggalku para pemimpin yang tidak mengambil petunjuk dengan petunjukku, tidak menjalankan Sunnah sesuai dengan Sunnahku. Akan bangkit di antara mereka laki-laki yang berhati Syaithan pada jasad manusia. Aku (Hudzaifah bin alYaman) berkata: Apa yang aku lakukan wahai Rasulullah jika menjumpai hal demikian? Rasul menjawab: Bersikaplah mendengar dan taat kepada pemimpin, meski punggungmu dipukul dan hartamu diambil. Bersikaplah mendengar dan taat (H.R Muslim no 3435).

Sikap bersabar tersebut bukan bentuk persetujuan terhadap kedzhaliman mereka, namun sebagai upaya mencegah kemudharatan yang jauh lebih besar jika tidak disikapi dengan kesabaran.

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dan para Sahabatnya melarang kaum muslimin untuk merendahkan dan menjelek-jelekkan penguasanya. Suatu hari, ketika seorang penguasa (Ibnu Amir) sedang berkhutbah dengan menggunakan pakaian yang tipis, seseorang yang bernama Abu Bilal mengatakan: Lihatlah pemimpin kita menggunakan pakaiannya orang fasik. Abu Bilal tersebut kemudian ditegur oleh Sahabat Nabi Abu Bakrah sambil menyampaikan hadits yang didengarnya dari Nabi:

مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ أَهَانَهُ اللَّهُ

Barangsiapa yang menghinakan pemimpin Allah di bumi, Allah akan hinakan dia (H.R atTirmidzi no 2150 dihasankan oleh atTirmidzi dan al-Albany)

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ قَوْمٍ مَشَوْا إِلَى سُلْطَانِ اللهِ لِيَذِلُّوهُ إِلاَّ أَذَلَّهُمُ اللَّهُ قَبْلَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Tidaklah suatu kaum berjalan menuju pemimpin Allah dengan tujuan untuk menghinakannya, kecuali Allah akan hinakan ia sebelum hari kiamat (H.R alBazzar no 2848 dari Hudzaifah dan diisyaratkan keshahihannya oleh al-Haitsamy dalam Majmauz Zawaaid)

Dua hadits di atas yang shahih dan diriwayatkan dari dua Sahabat Nabi yang berbeda memberikan bimbingan kepada kita untuk menahan diri tidak menjelek-jelekkan dan menghinakan pemimpin muslim. Hadits-hadits tersebut juga merupakan dalil larangan demonstrasi dengan menjelek-jelekkan kebijakan penguasa. Perbuatan demonstrasi bukanlah dari Islam, namun ditiru dari negeri-negeri kafir. Demikian juga menjelek-jelekkan dan meruntuhkan kewibawaan pemerintah melalui tulisan-tulisan di media massa, buletin, maupun blog, web, maupun social media di internet. Janganlah kita melakukannya, karena hal itu bisa berakibat tidak hanya ancaman di akhirat, tapi juga kehinaan bagi pelakunya di dunia.

Berikut ini adalah beberapa dalil lain yang menunjukkan larangan mencela dan menjelek-jelekkan penguasa muslim (diambil dari kitab Muamalatul Hukkam fi Dhau-i Kitaabi was Sunnah karya Dr. Abdussalam bin Barjis):

لَا تَسُبُّوا أُمَرَاءَكُمْ، وَلَا تَغِشُّوهُمْ، وَلَا تَبْغَضُوهُمْ، وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاصْبِرُوا؛ فَإِنَّ الْأَمْرَ قَرِيبٌ

Janganlah kalian mencela para pemimpin kalian, jangan menipu mereka, jangan marah kepada mereka, bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, karena urusannya sudah dekat (H.R Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah dengan sanad yang baik (jayyid))

Sahabat Nabi Anas bin Malik radhiyallahu anhu menyatakan:

كَانَ اْلأَكَابِرُ مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَوْنَنَا عَنْ سَبِّ اْلأُمَرَاءِ

Para pembesar dari Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melarang kami dari mencela para pemimpin (riwayat Ibnu Abdil Bar dalam atTamhid)

Sahabat Nabi Abud Darda’ radhiyallahu anhu menyatakan:

وإنَّ أوَّل نِفَاقِ الْمَرْءِ طَعْنُهُ عَلَى إِمَامِهِ

Sesungguhnya awal kemunafikan pada seseorang adalah celaannya kepada pemimpinnya (riwayat Ibnu Abdil Bar dalam atTamhid dan Ibnu Asakir)

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk bersabar menghadapi kedzhaliman penguasa:

مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

Barangsiapa yang melihat sesuatu yang dibencinya ada pada penguasa, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang memisahkan diri sejengkal dari Jamaah (kaum muslimin di bawah pemerintahan yang sah), maka ia mati dalam keadaan mati Jahiliyyah (H.R al-Bukhari no 6531 dan Muslim no 3438)

Bahkan, kesabaran seseorang dalam menghadapi penguasa yang mementingkan diri sendiri bisa mengantarkan seseorang mendapat manfaat dari telaga Rasulullah shollallahu alaihi wasallam pada hari kiamat:

سَتَلْقَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الْحَوْضِ

Kalian akan menjumpai sepeninggalku para pemimpin yang mementingkan diri/kelompoknya. Bersabarlah, hingga kalian menjumpai aku di telaga (H.R al-Bukhari no 3508 dan Muslim no 3432).

Seseorang yang dizhalimi dan diambil haknya oleh penguasa, Rasulullah shollallahu alaihi wasallam tidak menyuruh untuk memberontak atau berdemonstrasi, namun beliau menyuruh untuk bersabar serta memohon haknya kepada Allah serta menjalankan kewajiban sebagai rakyat yang baik.

سَتَكُونُ أَثَرَةٌ وَأُمُورٌ تُنْكِرُونَهَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ تُؤَدُّونَ الْحَقَّ الَّذِي عَلَيْكُمْ وَتَسْأَلُونَ اللَّهَ الَّذِي لَكُمْ

Akan ada penguasa yang mementingkan diri/ golongannya sendiri dan perkara-perkara yang kalian ingkari. Para Sahabat bertanya: Apa yang Anda perintahkan kepada kami (jika kami menemui hal itu). Rasul menyatakan: Tunaikan kewajiban kalian dan mintalah hak kalian kepada Allah (H.R al-Bukhari no 3335 dan Muslim no 3430).

Bertaubat Kepada Allah Agar Pemerintah Bersikap Sayang terhadap Rakyatnya

Al-Muzani menyatakan: Bertaubat kepada Allah Azza Wa Jalla agar pemerintah bersikap kasih sayang terhadap rakyatnya

Sungguh indah ucapan Imam al-Muzani ini! Jika anda berharap pemimpin/ pemerintah anda memiliki sikap kasih sayang terhadap rakyatnya, maka bertaubatlah kepada Allah.

Sekilas tidak nampak hubungannya. Padahal, itu menunjukkan bahwa adanya pemimpin yang dzhalim adalah karena dosa-dosa dari rakyatnya. Keadaan rakyat menentukan keadaan pemimpinnya. Jika rakyat baik, pemimpinnya akan baik. Jika rakyat buruk, pemimpinnya juga akan buruk, sebagai balasan dari Allah atas perbuatan mereka.

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Dan demikianlah, kami jadikan sebagian orang dzhalim menguasai/ memimpin orang dzhalim yang lain disebabkan perbuatan mereka (Q.S al-An’am:129)

Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma menyatakan:

إِذَا رَضِيَ اللهُ عَنْ قَوْمٍ وَلَّى أَمْرَهُمْ خَيِارَهُمْ، إِذَا سَخِطَ اللَّهُ عَلَى قَوْمٍ وَلَّى أَمْرَهُمْ شِرَارَهُمْ

Jika Allah meridhai suatu kaum, Allah akan jadikan pemimpin untuk mereka adalah orang terbaik di antara mereka. Jika Allah murka pada suatu kaum, Allah jadikan pemimpin mereka adalah orang terburuk di antara mereka (Tafsir alQurthuby (7/85))

Al-A’masy menyatakan: Jika manusia telah rusak, Allah jadikan pemimpin mereka adalah yang terburuk di antara mereka (ad-Durrul Mantsur karya as-Suyuthy (4/134))

Ka’ab al-Ahbar menyatakan:

إِنَّ لِكُلِّ زَمَانٍ مَلِكًا يَبْعَثُهُ اللهُ عَلَى نَحْوِ قُلُوبِ أَهْلِهِ، فَإِذَا أَرَادَ صَلَاحَهُمْ بَعَثَ عَلَيْهِمْ مُصْلِحًا، وَإِذَا أَرَادَ هَلَكَتَهُمْ بَعَثَ فِيهِمْ مُتْرَفِيهِمْ

Sesungguhnya pada setiap zaman terdapat raja/ penguasa yang Allah utus sesuai keadaan hati rakyatnya. Jika Allah menginginkan kebaikan mereka, Allah utus untuk mereka seorang yang melakukan perbaikan (sebagai pemimpin). Dan jika Allah menghendaki kebinasaan mereka, Allah utus orang-orang yang suka mengumbar hawa nafsu (riwayat alBaihaqy dalam Syuabul Iman).

Dikisahkan bahwa Al-Hasan al-Bashri pernah mendengar seseorang mendoakan keburukan untuk al-Hajjaj –pemimpinnya-, kemudian beliau menyatakan:

لاَ تَفْعَلْ- رَحِمَكَ اللهُ- إِنَّكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أُوْتِيْتُمْ ، ( إِنَّمَا نَخَافُ إِنْ عُزِلَ الْحَجَّاجُ أَوْ مَاتَ أَنْ يُتَوَلَّى عَلَيكُم الْقِرْدَة والخنازير)

Janganlah engkau melakukannya, semoga Allah merahmatimu. Sesungguhnya kalian diberi sesuai keadaan kalian. Aku khawatir kalau al-Hajjaj lengser atau dia mati, kalian akan dipimpin oleh kera dan babi-babi (Adabul Hasan al-Bashri karya Ibnul Jauzi)