Iqaamatul Hujjah
Pertanyaan ke-15:
Apakah disyaratkan dalam menegakkan hujjah, (adanya) pemahaman yang jelas dan memadai (dari orang yang ditegakkan hujjah tersebut ?pent.) atau apakah cukup hanya dengan sekedar menyampaikannya saja, kami mohon perincian permasalahan tersebut beserta penyebutan dalilnya?
Jawaban:
Adalah wajib menegakkan hujjah pada orang yang memiliki syubhat dan demikian pula orang musyrik, apabila telah ditegakkan hujjah atasnya maka sungguh telah hilang ‘udzurnya dengan makna: disampaikan padanya dalil dan dia mengetahui bahwa perkara ini padanya terdapat dalil dari Al-Kitab (Al-Qur`an) dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak disyaratkan (adanya) pemahaman terhadap hujjah tersebut, karena sesungguhnya Allah telah mengkhabarkan bahwasanya orang-orang musyrik itu telah tegak hujjah atas mereka dan bersamaan dengan itu mereka tidak memahaminya dengan pemahaman yang jelas, akan tetapi telah tegak hujjah atas mereka dengan (semata-mata) sampainya hujjah tersebut. Telah turun Al-Qur`an dan mereka telah mendengarnya dan telah datang kepada mereka “An-Nadziir” (yang memberi peringatan) yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan (Rasulullah) telah memberikan peringatan kepada mereka, akan tetapi mereka tetap (terus-menerus) dalam kekafirannya, maka mereka tidak maafkan. Dan karena inilah Allah Ta’ala berfirman :
“Dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang Rasul.” (QS Al-Israa`:15) dan sungguh telah diutus seorang rasul.
Dan Allah Ta’ala (juga) berfirman:
“Dan telah diwahyukan kepadaku Al-Qur`an ini, agar aku dengannya memberikan peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang telah sampai Al-Qur`an (kepadanya).” (QS Al-An’aam:19), maka syarat dalam iqaamatul hujjah (menegakkan hujjah) adalah al-balaagh (semata-mata sampainya hujjah).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, tidaklah seseorang yang mendengar tentangku dari ummat ini, baik Yahudinya maupun Nasraninya, kemudian dia tidak beriman padaku, kecuali masuk neraka.”
Dan Allah Ta’ala berfirman dalam mensifati orang-orang kafir:
“Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja, mereka tuli, bisu, dan buta maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.” (QS Al Baqarah:171)
[Dalam ayat ini orang kafir disamakan dengan binatang yang tidak mengerti arti panggilan gembalanya.]
Dan bersamaan dengan itu, telah tegak hujjah atas mereka, maka Allah telah mengkhabarkan bahwasanya permisalan mereka (orang-orang kafir) seperti orang yang mendengarkan suara tetapi tidak memahami ma’nanya adalah seperti kambing yang diseru oleh penggembalanya lalu (kambing tersebut) mendengar suara (seruan tersebut); dan bersamaan dengan itu telah tegak hujjah atas mereka.
Dan Allah Ta’ala berfirman:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi.” (QS At Taubah:115) dan Allah tidak berfirman “hattaa yatabayyana” (sampai jelas) bahkan Allah menyatakan “hattaa yubayyina” (sampai dijelaskan) dan inilah yang dinamakan penegakan hujjah. Maka jika telah dipahamkan Al-Haq dan dia mengetahui dalil ini dan mengetahui hujjah maka telah tegak hujjah atasnya walaupun dia tidak memahaminya. Maka tidak disyaratkan adanya pemahaman (terhadap hujjah). Dan inilah yang ditunjukkan oleh nash-nash, dan hal inilah yang telah ditetapkan oleh ahlul ‘ilmi.
(Dinukil dari Kitab: As`ilah wa Ajwibah fil iiman wal Kufr, Karya: Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah Ar-Rajihiy. Judul Iqaamatul Hujjah.)