Salafus Shalih Menilai Seseorang Dengan Melihat Teman Dekatnya

  • Post author:
  • Post category:Manhaj

BAB 17
Salafus Shalih Menilai Seseorang Dengan Melihat Teman Dekatnya

148. Abu Qilabah berkata :
[ Qaatalallahu! Semoga Allah binasakan penyair yang mengucapkan syair :
Janganlah bertanya siapa dia tapi tanyakan siapa temannya
Karena setiap orang akan meniru temannya ]
Saya katakan : “Ucapan Abu Qilabah (Qaatalallahu) ini adalah ungkapan yang menunjukkan kekagumannya dengan bait syair tersebut dan ini adalah syairnya Ady bin Zaid Al Abadiy.”
Al Ashma’iy berkata : “Saya belum pernah menemukan satu bait syair yang paling menyerupai As Sunnah selain ucapan Ady ini.”
149. Abu Hurairah berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“(Agama) seseorang (dikenal) dari agama temannya maka perhatikanlah siapa temanmu.” (As Shahihah 927)
150. Ibnu Mas’ud berkata :
“Nilailah seseorang itu dengan siapa ia berteman karena seorang Muslim akan mengikuti Muslim yang lain dan seorang fajir akan mengikuti orang fajir yang lainnya.” (Al Ibanah 2/477 nomor 502 dan Syarhus Sunnah Al Baghawi 13/70)
151. Dan ia berkata :
“Seseorang itu akan berjalan dan berteman dengan orang yang dicintainya dan mempunyai sifat seperti dirinya.” (Al Ibanah 2/476 nomor 499)
152. Beliau melanjutkan :
“Nilailah seseorang itu dengan temannya sebab sesungguhnya seseorang tidak akan berteman kecuali dengan orang yang mengagumkannya (karena seperti dia).” (Al Ibanah 2/477 nomor 501)
153. Abu Darda mengatakan :
“Tanda keilmuan seseorang (dilihat) dari jalan yang ditempuhnya, tempat masuknya, dan majelisnya.” (Al Ibanah 2/464 nomor 459-460)
154. Yahya bin Abi Katsir mengatakan, Nabi Sulaiman bin Daud Alaihis Salam bersabda :
“Jangan menetapkan penilaian terhadap seseorang sampai kamu memperhatikan siapa yang menjadi temannya.” (Al Ibanah 2/480 nomor 514)
155. Musa bin Uqbah Ash Shuriy tiba di Baghdad dan hal ini disampaikan kepada Imam Ahmad bin Hanbal lalu beliau berkata :
“Perhatikan dimana ia singgah dan kepada siapa dia berkunjung.” (Al Ibanah 2/479-480 nomor 511)
156. Qatadah berkata :
“Sesungguhnya kami, demi Allah belum pernah melihat seseorang menjadikan teman buat dirinya kecuali yang memang menyerupai dia maka bertemanlah dengan orang-orang yang shalih dari hamba-hamba Allah agar kamu digolongkan dengan mereka atau menjadi seperti mereka.” (Al Ibanah 2/477 nomor 500)
157. Syu’bah berkata, aku dapati tulisan dalam catatanku (menyatakan) bahwasanya seseorang akan berteman dengan orang yang ia sukai. (Al Ibanah 2/452 nomor 419-420)
158. Al Auza’iy berkata :
“Siapa yang menyembunyikan bid’ahnya dari kita tidak akan dapat menyembunyikan persahabatannya.” (Al Ibanah 2/476 nomor 498)
159. Al A’masy mengatakan :
“Biasanya Salafus Shalih tidak menanyakan (keadaan) seseorang sesudah (mengetahui) tiga hal yaitu jalannya, tempat masuknya, dan teman-temannya.” (Al Ibanah 2/476 nomor 498)
160. Ayyub As Sikhtiyani diundang untuk memandikan jenazah kemudian beliau berangkat bersama beberapa orang. Ketika penutup wajah jenazah itu disingkapkan beliau segera mengenalinya dan berkata :
“Kemarilah –kepada– temanmu ini, saya tidak akan memandikannya karena saya pernah melihatnya berjalan dengan seorang ahli bid’ah.” (Al Ibanah 2/478 nomor 503)
161. Abdullah bin Mas’ud berkata :
“Nilailah tanah ini dengan nama-namanya dan nilailah seorang teman dengan siapa ia berteman.” (Al Ibanah 2/479 nomor 509-510)
162. Muhammad bin Abdullah Al Ghalabiy mengatakan :
“Ahli bid’ah itu akan menyembunyikan segala sesuatu kecuali persatuan dan persahabatan (di antara mereka).” (Al Ibanah 1/205 nomor 44 dan 2/482 nomor 518)
163. Mu’adz bin Mu’adz berkata kepada Yahya bin Sa’id :
“Hai Abu Yahya, seseorang walapun dia menyembunyikan pemikirannya tidak akan tersembunyi hal itu pada anaknya tidak pula pada teman-temannya atau teman duduknya.”
164. Amru bin Qais Al Mulaiy berkata :
“Jika kamu lihat seorang pemuda tumbuh bersama Ahli Sunnah wal Jamaah harapkanlah dia dan bila ia tumbuh bersama ahli bid’ah berputus-asalah kamu dari (mengharap kebaikan)nya. Karena pemuda itu bergantung di atas apa yang pertama kali ia tumbuh dan dibentuk.” (Al Ibanah 1/205 nomor 44 dan 2/482 nomor 518)
165. Ia –juga– mengatakan :
“Seorang pemuda itu benar-benar akan berkembang maka jika ia lebih mementingkan duduk dengan Ahli Ilmu ia akan selamat dan jika ia condong kepada yang lain ia akan celaka.”
166. Ibnu Aun mengatakan :
“Siapa pun yang duduk dengan ahli bid’ah ia lebih berbahaya bagi kami dibanding ahli bid’ah itu sendiri.” (Al Ibanah 2/273 nomor 486)
167. Ketika Sufyan Ats Tsaury datang ke Bashrah melihat keadaan Ar Rabi’ bin Shabiih dan kedudukannya di tengah ummat, Yahya bin Sa’id Al Qaththan berkata : “Ia bertanya apa madzhabnya?”
Mereka menjawab bahwa madzhabnya tidak lain adalah As Sunnah, ia berkata lagi : “Siapa teman baiknya?”
Mereka menjawab : “Qadary.”
Beliau berkata : “Berarti ia seorang Qadariy.” (Al Ibanah 2/453 nomor 421)
Ibnu Baththah berkata : [ Semoga Allah merahmati Sufyan Ats Tsauri, ia sungguh telah berbicara dengan Al Hikmah maka alangkah tepat ucapannya itu dan ia juga telah berkata dengan ilmu yang sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah serta apa-apa yang sesuai dengan hikmah, realita, dan pemahaman Ahli Bashirah, Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang bukan golonganmu (sebab) mereka senantiasa menimbulkan bahaya bagi kamu dan mereka senang dengan apa yang menyusahkanmu.” (QS. Ali Imran : 118) ]
168. Imam Abu Daud As Sijistaniy berkata, saya berkata kepada Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal (jika) saya melihat seorang Sunniy bersama ahli bid’ah apakah saya tinggalkan ucapannya?
Beliau menjawab : “Tidak. Sebelum kamu terangkan kepadanya bahwa orang yang kamu lihat bersamanya itu adalah ahli bid’ah. Maka jika ia menjauhinya, tetaplah bicara dengannya dan jika tidak mau gabungkan saja dengannya (anggap saja ia ahli bid’ah). Ibnu Mas’ud pernah berkata, seseorang itu (dinilai) siapa teman dekatnya.” (Thabaqat Hanabilah 1/160 no 216)
169. Ibnu Taimiyyah mengatakan :
“Dan siapa yang selalu berprasangka baik terhadap mereka (ahli bid’ah) –dan mengaku belum mengetahui keadaan mereka– kenalkanlah ahli bid’ah itu padanya maka jika ia telah mengenalnya namun tidak menampakkan penolakan terhadap mereka, gabungkanlah ia bersama mereka dan anggaplah ia dari kalangan mereka juga.” (Al Majmu’ 2/133)
170. Utbah Al Ghulam berkata :
“Barangsiapa yang tidak bersama kami maka dia adalah lawan kami.” (Al Ibanah 2/437 nomor 487)
171. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Ruh-ruh itu adalah juga sepasukan tentara maka yang saling mengenal akan bergabung dan yang tidak mengenal akan berselisih.” (HR. Al Bukhary 3158 dan Muslim 2638)
172. Al Fudlail bin Iyyadl mengomentari hadits ini dengan berkata :
“Tidak mungkin seorang Sunniy akan berbasa-basi kepada ahli bid’ah kecuali jika ia dari kalangan munafiq.” (Lihat Ar Rad Alal Mubtadi’ah li Ibni Al Banna)
173. Ibnu Mas’ud berkata :
“Jika seorang Mukmin memasuki mesjid yang di dalamnya berkumpul 100 orang dan yang muslim hanya satu ia tentu akan masuk ke dalamnya lalu duduk di dekatnya dan jika seorang munafiq memasuki mesjid yang di dalamnya berkumpul 100 orang dan hanya terdapat satu orang munafiq juga ia akan tetap masuk dan duduk di dekatnya.”
174. Hammad bin Zaid mengatakan, Yunus berkata kepadaku :
“Hai Hammad, sesungguhnya jika saya melihat seorang pemuda berada di atas perkara yang mungkar saya tetap tidak akan berputus-asa mengharapkan kebaikannya kecuali bila saya melihatnya duduk bersama ahli bid’ah maka ketika itu saya tahu kalau dia binasa.” (Al Kifayah 91, Syarh Ilal At Tirmidzy 1/349)
175. Ahmad bin Hanbal berkata :
“Jika kamu melihat seorang pemuda tumbuh bersama Ahli Sunnah wal Jamaah maka harapkanlah (kebaikannya) dan jika kamu lihat dia tumbuh bersama ahli bid’ah maka berputus-asalah kamu dari (mengharap kebaikan)nya. Karena sesungguhnya pemuda itu tergantung di atas apa ia pertama kali tumbuh.” (Al Adabus Syari’ah Ibnu Muflih 3/77)
176. Dlamrah bin Rabi’ah berkata, (saya mendengar) dari Ibnu Syaudzab Al Khurasaniy berkata :
“Sesungguhnya di antara kenikmatan yang Allah berikan kepada para pemuda ialah ketika ia beribadah dan bersaudara dengan seorang Ahli Sunnah. Dan ia akan bergabung bersamanya di atas As Sunnah.” (Al Ibanah 1/205 nomor 43 dan Ash Shughra 133 nomor 91 dan Al Lalikai 1/60 nomor 31)
177. Dari Abdullah bin Syaudzab dari Ayyub ia berkata :
“Termasuk kenikmatan bagi seorang pemuda dan orang-orang non Arab ialah jika Allah menurunkan taufiq kepada mereka untuk mengikuti orang yang berilmu di kalangan Ahli Sunnah.” (Al Lalikai 1/60 nomor 30)

(Sumber : Kilauan Mutiara Hikmah Dari Nasihat Salaful Ummah, terjemah dari kitab Lamudduril Mantsur minal Qaulil Ma’tsur, karya Syaikh Abu Abdillah Jamal bin Furaihan Al Haritsi. Diterjemahkan oleh Ustadz Idral Harits, Pengantar Ustadz Muhammad Umar As Sewwed. Diambil dari www.assunnah.cjb.net.)