Oleh : Ustadz Kharisman
بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَتِهَا قَالَ أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ قَالَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِي يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنْ السَّائِلُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ
(Dari Umar bin alKhottob) : ‘Ketika kami sedang berada di samping Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari tiba-tiba muncul di hadapan kami seorang laki-laki yang pakaiannya sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak nampak padanya tanda safar, dan kami tidak ada yang mengenalnya. Kemudian orang itu duduk (mendekati) Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam menyandarkan lututnya pada lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha Nabi dan berkata: Wahai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam. Maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhaq disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan engkau menegakkan sholat, menunaikan zakat, shoum (berpuasa) pada bulan Ramadlan, dan berhaji ke baitullah jika engkau mampu melakukan perjalanan ke sana. Orang itu berkata: Engkau benar. (Umar berkata) Kami heran dengan orang tersebut, ia bertanya tapi ia yang membenarkan. (Orang itu) berkata: Beritahukan kepadaku apakah iman itu? Nabi berkata: engkau beriman kepada Allah, MalaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, hari akhir, dan beriman kepada taqdir baik dan buruknya. (Orang itu) berkata: Engkau benar. Kemudian ia berkata: Beritahukan kepadaku apakah ihsan itu? Nabi bersabda: Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya. Jika engkau tidak bisa melihatnya, sesungguhnya Ia melihatmu. (Kemudian orang itu berkata) Beritahukan kepadaku tentang hari kiamat (kapan terjadinya). Nabi menyatakan: Tidaklah yang ditanya lebih tahu dibandingkan orang yang bertanya. (Orang itu berkata) Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya. Nabi bersabda: Budak wanita melahirkan tuannya, dan engkau melihat orang yang tidak beralas kaki, telanjang (kurang pakaiannya), miskin, penggembala kambing, berlomba-lomba meninggikan bangunan. Kemudian orang itu pergi. Setelah berlalunya waktu, Nabi berkata: Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya tadi? Umar menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih tahu. Nabi menyatakan: itu adalah Jibril, datang untuk mengajari agama kepada kalian (H.R Muslim)
PENJELASAN SECARA UMUM:
Hadits ini menceritakan bahwa Malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi dalam bentuk seorang laki-laki yang tidak dikenal para Sahabat. Para Sahabat menyaksikan itu. Laki-laki tersebut sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, bertanya kepada Nabi dan membenarkan setiap jawaban Nabi. Hal itu mengherankan Sahabat.
Keheranan para Sahabat karena 3 hal:
(i) Para Sahabat tidak ada yang mengenal orang tersebut, tapi ia tidak tampak sebagai seorang musafir. Karena biasanya seorang musafir pada waktu itu pakaiannya kusut dan rambutnya juga berdebu, namun orang ini sangat putih pakaiannya dan sangat hitam rambutnya.
(ii) Orang tersebut terlihat sangat akrab dengan Nabi dengan duduk menyandarkan lututnya pada lutut Nabi.
(iii) Ia bertanya, tapi ia pula yang membenarkan jawabannya.
Jibril kemudian bertanya tentang :
(i) (Rukun) Islam
(ii)(Rukun) Iman
(iii)Ihsan
(iv) Kapan hari kiamat
(v) Apa tanda-tanda hari kiamat
Satu pertanyaan (tentang kapan hari kiamat) dijawab Nabi dengan jawaban: Tidaklah yang ditanya lebih tahu dari yang bertanya. Artinya, hanya Allah saja yang tahu.
Setelah orang tersebut pergi, barulah Nabi menyatakan kepada Umar bahwa ia adalah Jibril, datang dalam rangka mengajarkan agama kepada para Sahabat Nabi.
PADATNYA KANDUNGAN MAKNA HADITS
Hadits ini disebut juga dengan hadits Jibril, hadits yang agung, sangat padat kandungan makna dan faidahnya. Al-Imam alQurthuby menyebutnya sebagai Ummus Sunnah (induk Sunnah). Untuk menjelaskan secara detail, tidaklah bisa ditampung oleh syarah yang ringkas. Bisa saja ditulis 1 buku khusus menjelaskan makna hadits ini, bahkan lebih dari itu.
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin dalam menjelaskan hadits ini di Syarh Riyaadhis Shoolihiin, ketika ditranskrip butuh 61 halaman. Sedangkan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad penjelasannya mencapai 81 halaman. Taufiq Umar Siyyaadiy mengumpulkan faidah (pelajaran-pelajaran) yang bisa diambil dari hadits ini menjadi 77 buah.
Namun, pada artikel kita ini hanya akan diambil beberapa hal yang penting. Berupa penjelasan ringkas tentang rukun iman dan tentang ihsan, tanda-tanda hari kiamat, serta pelajaran-pelajaran yang bisa diambil dalam hadits ini.
RUKUN IMAN
Pada pembahasan ini tidak dikaji tentang rukun Islam, namun langsung pada rukun Iman karena rukun Islam akan dibahas pada penjelasan hadits ke-3, InsyaAllah.
1. Iman kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala
Iman kepada Allah mencakup:
(a) Beriman bahwa Allah ada.
(b) Beriman terhadap Rububiyyah Allah.
Meyakini bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala adalah satu-satunya Pencipta, Penguasa, dan Pengatur alam semesta beserta segenap isinya.
(c) Beriman terhadap Asma’ WasSifat Allah.
Meyakini bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memiliki Nama-nama dan Sifat-Sifat yang mulya, agung, pada puncak kesempurnaan. Nama-nama dan Sifat-Sifat tersebut ditetapkan sesuai dengan yang Allah tetapkan dalam alQur’an, atau melalui lisan Rasul shollallaahu ‘alaihi wasallam dalam Sunnahnya. Segala Nama dan Sifat Allah yang terdapat dalam alQuran atau Sunnah yang shahihah harus ditetapkan dan diimani tanpa menyamakan dengan makhlukNya, tanpa memalingkan makna/ lafadznya kepada bentuk lain, dan tanpa bertanya bagaimana atau seperti apa bentuk dan ciri-cirinya, dan pertanyaan semisalnya.
(d) Beriman terhadap Uluhiyyah Allah.
Meyakini bahwa segala bentuk persembahan ibadah makhluk harus diserahkan hanya kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala semata. Segala jenis ibadah: sholat, puasa, doa, tawakkal, nadzar, ketundukan, kepasrahan jiwa sepenuhnya, penyembelihan yang dikurbankan, dan semisalnya, harus dipersembahkan untuk Allah Subhaanahu Wa Ta’ala saja. Tidak boleh ada sesuatupun yang berserikat dalam hal tersebut. 5
2. Iman kepada Malaikat
Beriman akan adanya Malaikat sebagai makhluk Allah yang tercipta dari cahaya, tidak pernah bermaksiat selalu menjalankan ibadah kepada Allah tanpa jemu. Di antara mereka ada yang Allah serahi tugas khusus, seperti: memikul ‘Arsy, mencabut nyawa, mencatat amalan, dan semisalnya. Sebagian ada yang disebutkan secara khusus nama-nama dan tugasnya dalam alQuran atau hadits yang shohih, seperti Jibril, Mikail, dan lain-lain.
Hanya Allah saja yang tahu jumlah mereka
وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ
Dan tidak ada yang tahu (jumlah) pasukan Tuhanmu kecuali Dia… (Q.S al-Muddatstsir:31)
Dalil yang menunjukkan sangat banyaknya jumlah Malaikat, di antaranya:
…فَرُفِعَ لِي الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ فَقَالَ هَذَا الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ يُصَلِّي فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ إِذَا خَرَجُوا لَمْ يَعُودُوا إِلَيْهِ…
…(pada saat Isra’ Mi’raj), kemudian aku dinaikkan ke al-Baitul Ma’mur (sebuah tempat di langit). Kemudian aku bertanya kepada Jibril tentang tempat itu. Jibril berkata: Ini adalah al-Baitul Ma’mur, setiap hari 70.000 Malaikat sholat di dalamnya. Kalau sudah keluar, mereka tidak akan pernah kembali “ (H.R alBukhari dan Muslim dari Anas bin Sho’sho’ah).
3. Iman kepada Kitab Allah
Beriman bahwa Allah telah menurunkan kitab atau shuhuf (lembaran-lembaran) kepada para Rasul. Kitab tersebut adalah berisi wahyu Allah sebagai petunjuk bagi manusia.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada Allah, Rasul-Nya, dan kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kufur (mengingkari) Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, dan hari akhir, maka ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata (Q.S anNisaa’: 136).
Allah ‘menurunkan’ kitab bisa dalam bentuk pemberian kitab langsung tertulis, sebagaimana kitab Taurat, atau berupa wahyu yang disampaikan kepada Malaikat kemudian Malaikat menyampaikan kepada para Rasul, sebagaimana kitab-kitab yang lain. Seorang mukmin harus menyakini bahwa wahyu yang tertulis dalam kitab-kitab tersebut adalah Kalam (Ucapan) Allah secara hakiki.
Kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul sebelum Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam di antaranya adalah Taurat, Injil, Zabur, Shuhuf Ibrahim, Shuhuf Musa. Kitab-kitab tersebut saat ini tidak aman dari perubahan (penambahan dan pengurangan) sehingga isinya tidak bisa diamalkan saat ini. Isinya hanya berlaku untuk umat pada waktu diutusnya Rasul tersebut.
Hanya al-Qur’anlah yang selamat dari berbagai penyimpangan dan perubahan. Isi alQuran adalah petunjuk bagi seluruh umat manusia dari sejak diturunkan hingga hari kiamat. AlQuran adalah penyempurna bagi kitab-kitab sebelumnya.
4. Iman kepada para Rasul Allah
Beriman bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memilih laki-laki tertentu untuk menjadi utusanNya menyampaikan risalah Allah kepada umat. Seluruh dakwah para Rasul itu memiliki prinsip/ landasan utama yang sama, yaitu mengajak umat untuk beribadah hanya kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan menjauhi thaghut 6
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوْا اللهَ وَاجْتَنِبُوْا الطَّاغُوْتَ
“ Dan sungguh telah kami utus pada setiap umat Rasul, supaya (menyeru ummatnya agar) menyembah Allah (semata) dan menjauhi thaghut “(Q.S AnNahl :36)
Prinsip utama para Rasul itu adalah sama, yaitu mentauhidkan Allah. Sedangkan rincian syariat masing-masing, seperti tata cara sholat, puasa, dan semisalnya berbeda-beda.
Para Rasul tersebut adalah manusia biasa yang memiliki sifat-sifat/keadaan manusiawi seperti makan, minum, menikah, sakit, dan semisalnya. Mereka tidak berhak untuk mendapatkan bagian untuk disembah/ diibadahi. Namun, para Rasul tersebut haruslah dihormati, dicintai karena Allah, didukung dan diperjuangkan ajarannya, karena mereka dimulyakan Allah dengan wahyuNya.
Ajaran dan syariat para Rasul sebelum Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam hanyalah berlaku untuk umat mereka masing-masing, sedangkan syariat Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam akan terus berlaku hingga hari kiamat. Syariat Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam adalah syariat yang paling sempurna dan terbaik. Beliau adalah penutup para Nabi dan utusan Allah.
5. Iman kepada Hari Akhir
Beriman terhadap seluruh tahapan-tahapan peristiwa kehidupan yang akan dijalani manusia setelah meninggal dunia yang dikabarkan dalam alQur’an maupun Sunnah Nabi yang shahihah.
6. Iman kepada Taqdir
Beriman bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini adalah sesuai dengan ilmu dan taqdir (ketetapan) dari Allah. Allah Maha Adil dalam menetapkan taqdir-Nya. Allah Maha Bijaksana dalam perbuatan dan pengaturanNya. Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki pasti tidak akan terjadi. Tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah Subhnaanahu Wa Ta’ala.
Para Ulama’ menjelaskan bahwa iman terhadap taqdir meliputi 4 tahapan:
- Beriman bahwa Allah Maha Mengetahui segalanya.
إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (Q.S atTaubah:115)
Allah Maha Mengetahui:
– Segala sesuatu yang telah terjadi
– Segala sesuatu yang sedang terjadi
– Segala sesuatu yang akan terjadi
– Segala sesuatu yang tidak terjadi, bagaimana kalau terjadi 7
- Beriman bahwa Allah telah menuliskan segala yang akan terjadi di alam semesta 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Allah menuliskan taqdir-taqdir makhluk 50 ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi (H.R Muslim)
- Beriman bahwa segala sesuatu yang terjadi sesuai dengan kehendak Allah.
Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendakiNya pasti tidak akan terjadi.
- Beriman bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu, termasuk perbuatan hamba 8.
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
Allah adalah Pencipta segala sesuatu (Q.S az-Zumar:62)
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Dan Allah yang menciptakan kalian dan perbuatan kalian (Q.S as-Shooffaat:96).
Dalam hadits ini Nabi menyatakan beriman terhadap taqdir baik dan buruknya.