Sejumlah pemuda FIS 1) datang kepada Syaikh Al-Albani untuk mengadakan dialog sekitar partai dan parlemen. Dialog ini berjalan lama dan direkam dalam kaset nomor 440 seri pengajian berjudul Silsilatul Huda wa AnNur. Dalam dialog ini, Syaikh Al-Albani menyatakan pendapatnya bahwa kaum muslimin terlarang masuk dalam parlemen.
Beliau menyebutkannya sebagai berikut:
Pertama, hal itu menyalahi petunjuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Demikianlah karena beliau tidak pernah duduk bersama-sama orang kafir dalam suatu majelis semacam parlemen sekarang ini untuk membuat undang-undang bersama mereka. Kedua, setiap orang yang masuk ke dalam parlemen sudah pasti melakukan penyimpangan dari ajaran Islam sedikit demi sedikit.
Pemuda FIS membantah hal ini dengan menyatakan bahwa FIS tidak menyimpang sedikitpun dari agama.
Syaikh Al-Albani bertanya:”Adakah sebagian mereka ikut melakukan mu’amalat riba’ karena mereka turut mengelola lembaga-lembaga pemerintahan yang melakukan hal tersebut?” Pertanyaan ini dijawab dengan”Ya”
Salah seorang pemuda FIS segera mengajukan pertanyaan yang justru menunjukkan kelemahannya. Pemuda itu berkata: ”Kalau kita dihadapkan masalah fiqh yang mempunyai dua pendapat berbeda di kalangan ahli fiqh, yang satu kuat dan yang satu lemah, lalu kita mengambil pendapat yang lemah dan meninggalkan pendapat yang kuat demi menghindari fitnah atau kesulitan atau perpecahan di kalangan masyarakat Islam, apakah tindakan kami tersebut tidak boleh?
Jawab Syaikh Al-Albani: “Tindakan semacam itu adalah politik. Tindakan semacam itu adalah politik.”
Muhammad Ibrahim Syaqrah (peserta dialog ) berkata: “Politik semacam itu bukan merupakan syari’at.”
Jawab syaikh Al-Albani: “Benar. Akan tetapi, persoalannya tidak sekedar itu, ada hal yang lebih penting. Saya mendengar bahwa perkumpulan atau gerakan atau apalagi yang namanya saya tidak ingat, mempunyai jutaan anggota. Apakah berita ini benar?”
Jawab pemuda: “Benar.”
Tanya syaikh Al-Albani : “Berapa ribu ulama yang ada pada mereka?”
Jawab pemuda: “Tidak ribuan.”
Tanya syaikh Asl-Albani: “Berapa ratus ulamanya?”
Jawab pemuda: “Tidak ratusan.”
Tanya syaikh Al-Slbani: “Baiklah, kalau begitu siapa yang memimpin mereka, wahai jama’ah?”
Jawab pemuda: “Ada sedikit ulama.”
Tanya syaikh Al-albani: “Apakah ulama yang sedikit itu mampu memimpin jutaan anggota jama’ahnya?”
Jawab pemuda: “Sama sekali tidak.”
Syaikh Al-Albani berkomentar: “Kalau begitu, kalian ini hidup dalam kekacauan dan kebingungan. Pertanyaan yang Anda sampaikan tadi menunjukkan kekalahan Anda, karena ternyata jutaan ummat Islam yang menjadi anggotanya hanya mempunyai beberapa orang ulama sebagai pembimbing mereka. Saya tidak mengatakan ada ribuan, bahkan seandainya ada ratusan saja ulama pada jama’ah kalian, niscaya pertanyaan yang seperti Anda kemukakan, apakah suatu pendapat itu kuat atau lemah atau bolehkah kita mengambil pendapat yang lemah dan meninggalkan pendapat kuat, tidak perlu ditanyakan kepada ulama di luar partai. Persoalan semacam itu menjadi kewajiban seorang faqih untuk menjawabnya. Saya akan memberikan contoh kepada kalian suatu kejadian yang kami alami sendiri dengan berbagai partai.
Suatu saat salah seorang anggota Hizbut Tahrir saya beri nasihat : “Wahai jama’ah, kalian ingin mendirikan negara Islam, tetapi kalian tidak mempelajari seluk-beluk dan pokok-pokok syariat Islam. Kalian menulis buku-buku dengan menggunakan dalil-dalil yang sebagiannya ternyata merupakan hadits-hadits yang tidak shahih.”
Jawab Hizbut Tahrir :”Wahai saudaraku, kami justru minta tolong kepada orang-orang semacam Anda.”
Jawab syaikh Al Albani:”Jawaban semacam ini merupakan kekalahan pertama, karena ketika sebuah partai mengandalkan pada pihak lain, hal itu berarti kekuatannya tidak sempurna”.
Orang Hizbut Tahrir itu menjawab,”Kalian ternyata menghabiskan waktu untuk membolak-balik kitab kuning saja.”
Syaikh Al Albani berkata :”Bukankah jutaan anggota partai itu memerlukan dokter-dokter medis ? Sudah tentu Anda mempunyai ratusan dokter medis, bahkan ribuan. Bukankah ini juga memerlukan dokter rohani menurut istilah orang sekarang ? Justru dokter-dokter rohani inilah yang lebih penting dan lebih dibutuhkan. Apakah ada pada mereka dokter-dokter rohani yang jumlahnya cukup untuk sejumlah besar anggota partai ini ?”
Jawab pemuda :”Tidak.”
Syaikh Al Albani kemudian menceritakan kembali pembicaraannya dengan Hizbut Tahrir, katanya : “Seandainya kalian ini dalam satu hari dapat mengibarkan bendera negara Islam dengan cara-cara revolusi, sedangkan rakyat ternyata tidak siap untuk menerima berlakunya hukum-hukum Islam, mungkin kalian akan menjawab : “Kita buat satu atau dua peraturan pemerintah. Misalnya melarang adanya bioskop, melarang wanita keluar tanpa berjilbab, dan sebagainya.” Mungkin sekali sebagian dari wanita yang menolak ketetapan tersebut adalah istri-istri kalian sendiri. Mengapa begitu ? Karena rakyat sebelumnya tidak terdidik dengan syariat Islam. Lalu siapakah yang harus mendidik rakyat ini ? Tentulah para ulamanya. Apakah sembarang ulama bisa melakukannya ?” Kemudan beliau membicarakan sifat ulama ahlul Quran dan hadits yang mumpuni, berwawasan luas serta teguh dalam mengamalkannya.
Selanjutnya, ujar Syaikh Al Albani :”Oleh karena itu, saya berkeyakinan bahwa jihad akbar dewasa ini adalah kewajiban jutaan anggota partai untuk sekedar melahirkan puluhan ulama Islam di tengah mereka, sehingga orang yang jutaan ini kelak mendapat bimbingan untuk mengenal agama mereka dan mendidik mereka dengan ajaran Islam. Adapun pengertian jihad yang dikembangkan berbagai kelompok sekarang ini tujuannya untuk merebut kekuasaan. Oleh karena itu, setiap kelompok akan berusaha untuk meraihnya dan setelah diperoleh mereka menggunakan kekuasannya untuk melaksanakan semua undang-undang dan ketetapan pemerintahannya, baik hak atau bathil, padahal Islam tidaklah seperti itu.
Seandainya saudara-saudara kita ini mau memperhatikan nasihat yang berharga tersebut, niscaya Islam dan ummat Islam dapat terhindar dari fitnah besar yang dewasa ini menimpa segenap negara Islam. Setiap kali dakwah Islam dikesampingkan, para pemuda Islam dengan cepat terjerumus dalam bimbingan dan pengarahan yang sesat dan orang yang tergesa-gesa melakukan sesuatu biasanya akan memetik kegagalan.”
Catatan :
1). FIS (Islamic Salvation Front) adalah partai Islam di Aljazair yang memenangkan pemilu 7 tahun yang silam.
(Dinukil dari “Madarikun Nadhor fis Siyasah” karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani al Jazairi, Edisi Indonesia “Haramkah Partai, Pemilu dan Parlemen”, Bab V “Partai dan Parlemen – Dialog Syaikh Al-Albani dgn Pemuda FIS”).