Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
Banyak orang mendengung-dengungkan kebebasan sebagai keindahan, kebaikan dan kebahagiaan. Memang benar jika yang dimaksud adalah kebebasan dalam bingkai syar’i.
Seorang yang menjadi hamba sahaya, tidak bebas berbuat apa pun. Bahkan, hartanya adalah bagian dari kepemilikan tuannya. Ia terkungkung dalam perbudakan manusia. Jika ia terlepas dari perbudakan terhadap manusia, menjadi insan yang bebas merdeka, itu suatu kenikmatan yang sangat besar.
Namun, sesungguhnya secara hakiki manusia tidak akan lepas dari perbudakan. Baik disadari ataupun tidak. Selama masa hidupnya di dunia, tidak mungkin terlepas dari perbudakan.
Tidak ada satu pihak pun yang bebas merdeka sebebas-bebasnya. Ia pasti menjadi budak bagi pihak lain. Mungkin secara fisik ia tak terlihat sebagai budak. Namun, pada hakikatnya ia adalah budak yang terikat.
Sebagian pihak merasa ia hidup secara independen, tidak terikat aturan apapun, bebas bertindak dan berbuat. Ia merasa dirinya bebas, padahal ia berada dalam kungkungan perbudakan pula. Ya perbudakan dalam bentuk yang lain, yaitu menjadi budak hawa nafsunya dan budak syaithan.
Al-Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah menyatakan:
هَرَبُوْا مِنَ الرِّقِّ الذَّيِ خُلِقُوْا لَهُ
وَبُلُّوْا بِرِقِّ النَّفْسِ وَالشَّيْطَانِ
Mereka lari dari perbudakan yang untuknyalah mereka diciptakan…
Dan mereka pun mendapatkan musibah dengan perbudakan oleh hawa nafsu dan syaithan
(I’aanatul Mustafiid karya Syaikh Sholih al-Fauzan (1/153)).
Kita diciptakan untuk menjadi budak bagi Allah, hamba bagi Allah. Penghambaan dalam wujud ibadah. Untuk itulah kita dicipta.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah (menghamba hanya) kepadaKu (Q.S adz-Dzaariyaat ayat 56)
Sebaik-baik manusia adalah yang benar-benar menghamba menjadi budak sejati bagi Allah Ta’ala. Semakin seseorang menghamba kepada Allah, tunduk sepenuhnya menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya, semakin baiklah kualitas kehidupannya, semakin berbahagialah dia di dunia maupun di akhirat.
Namun, banyak manusia tidak menyadarinya. Mereka merasa bahwa aturan syariat Allah dalam alQuran maupun hadits Nabi, akan membelenggu dan mengikatnya. Padahal sungguh, ikatan itu justru menyelamatkan, menggiring pada kebahagiaan.
Sebaliknya, lari dari ikatan penghambaan kepada Allah, justru akan terjerumus dalam perbudakan lain yang membinasakan. Perbudakan hawa nafsu dan perbudakan syaithan.
Allah menyebut mereka telah menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahan. Sungguh celaka dan demikian sesatnya jalan hidup mereka.
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُون
Bagaimana pendapatmu tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahan (diperbudak hawa nafsunya)? Allah menyesatkan dia dalam keadaan berilmu, dan Allah tutup pendengaran dan hatinya. Allah jadikan penutup (penghalang) pula pada penglihatannya. Siapakah yang bisa memberikan petunjuk selain Allah? Tidakkah kalian mengambil pelajaran? (Q.S al-Jaatsiyah ayat 23)
Allah juga mencela mereka yang telah menjadi budak syaithan. Neraka Jahannamlah tempat yang layak bagi mereka:
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آَدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (60) وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ (61) وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيرًا أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ (62) هَذِهِ جَهَنَّمُ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (63)
Bukankah Aku telah mengambil perjanjian dengan kalian wahai Anak Adam, agar kalian jangan menyembah syaithan, sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagi kalian. Seharusnya kalian menyembah (menghamba semata) kepadaKu, inilah jalan yang lurus. Sungguh syaithan telah menyesatkan sekelompok orang yang banyak dari kalian. Tidakkah kalian memikirkannya? Inilah Jahannam yang dijanjikan untuk kalian (para budak syaithan)(Q.S Yaasin ayat 60-63)
Ajakan pada kebebasan tanpa ikatan, diserukan kaum liberalis dan feminis. Emansipasi wanita didengungkan, menuntut persamaan hak kaum lelaki dengan wanita. Jadilah keleluasaan hubungan laki dengan wanita.
Di berbagai tempat umum, kaum lelaki berbaur dengan wanita. Tanpa ada sekat, tanpa ada hijab. Kaum wanita bersaing memperebutkan lahan kerja yang sebenarnya lebih layak bagi kaum lelaki. Para kepala rumah tangga tidak sedikit yang terpinggirkan, kehilangan pekerjaan, karena sang pemberi kerja lebih suka mempekerjakan wanita yang menarik dan mau digaji lebih sedikit.
Perselingkuhan tak terhitung jumlahnya. Baik dilakukan lelaki yang ditinggal istri terlalu sibuk bekerja, ataupun istri yang berpaling karena lebih dekat dengan rekan sejawat tempat curhat.
Pergaulan muda-mudi tak kalah memprihatinkan. Akibat seruan kebebasan para budak hawa nafsu dan syaithan. Kehamilan di luar pernikahan, atau bahkan aborsi akibat kelahiran yang tak diharapkan, banyak terjadi, menjadi fenomena yang sungguh memilukan.
Nabi shollallahu alaihi wasallam telah mengatur hubungan lelaki dan wanita dalam Islam. Dalam tempat ibadah sholat, posisi shaf laki terpisah dengan wanita. Kaum lelaki di depan, kaum wanita di belakang. Semakin jauh barisan lelaki dari wanita, itulah yang terbaik. Semakin dekat kaum lelaki dengan wanita, itulah yang terburuk.
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
Sebaik-baik shaf para lelaki adalah yang paling depan, yang terburuk adalah yang paling belakang. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling belakang dan yang terburuk adalah yang paling depan (H.R Muslim dari Abu Hurairah)
Rasulullah tidak pernah berjabat tangan dengan para wanita yang bukan istri atau mahram beliau. Padahal beliau adalah manusia yang paling bersih dan suci hatinya.
إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ
Sesungguhnya aku tidaklah berjabat tangan dengan para wanita (yang bukan mahram beliau, pent)(H.R anNasaai, Ibnu Majah, Ahmad dishahihkan Ibnu Hibban dan al-Albaniy)
Aisyah radhiyallahu anha menyatakan:
وَمَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ إِلَّا امْرَأَةً يَمْلِكُهَا
Dan tidaklah tangan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam menyentuh tangan seorang wanita kecuali wanita yang beliau miliki (istri atau hamba sahaya, pent)(H.R al-Bukhari dan Muslim)
Para istri Nabi adalah wanita pilihan. Para wanita bertakwa yang baik hatinya. Jika ada kaum muslimin lelaki yang ingin bertanya atau meminta sesuatu kepada para istri Nabi, Allah perintahkan agar mereka meminta dari balik hijab, atau tabir tertutup tak terlihat wajahnya. Hal itu lebih suci bagi hati mereka. Padahal mereka adalah orang-orang beriman yang hatinya jauh lebih baik daripada orang-orang yang hidup setelahnya.
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
…Dan jika kalian meminta kepada mereka (para istri Nabi) sesuatu hal, mintalah dari balik hijab. Itu lebih suci bagi hati kalian maupun hati mereka…(Q.S al-Ahzaab ayat 53)