Diantara sifat-sifat fi’liyah yang Allah kenalkan diri-Nya dengannya adalah:
1. Sifat Nuzul yaitu turunnya Allah ke langit dunia pada sepertiga malam dan
2. Sifat Ityan dan Maji’ yaitu datangnya Allah pada hari kiamat
Sifat Ityan dan Maji’
Ahlus sunnah wal jama’ah sejak para shahabat dan para tabi’in serta para ulama ahlul hadits sampai hari ini meyakini tentang datangnya Allah pada hari kiamat tanpa menyerupakan dengan datangnya mahluk-Nya. Mereka juga tidak mempertanyakan seperti apa datangnya. Mereka menetapan sifat Ityan dan Maji’ seperti apa yang ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an.
Allah berfirman:
هَلْ يَنظُرُونَ إِلَّا أَن يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ فِي ظُلَلٍ مِّنَ الْغَمَامِ وَالْمَلَائِكَةُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ ۚ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ
Tidak ada yang mereka nanti-nantikan melainkan datangnya Allah dan malaikat yang dinaungi awan (pada hari kiamat), dan diputuskanlah perkaranya. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan. (al-Baqarah: 210)
Berkata Ibnu Katsir: “yakni pada hari kiamat kelak datang Allah untuk menyelesaikan seluruh urusan diantara manusia dari yang pertama sampai yang terakhir. Membalas setiap orang yang beramal sesuai dengan amalannya. Kalau kebaikan dibalas dengan kebaikan, dan kejelekan akan dibalas dengan kejelekan pula. Oleh karena itu pada akhir ayat Allah mengatakan: wa qudiyal amr wa ilallahi turja’ul umur”. (Tafsir al-Qur’anul al-‘Adhim, Ibnu Katsir, juz I, hal. 266)
Adapun tentang masalah “naungan awan”, maka yang dimaksud adalah para malaikat-Nya. Disebutkan bahwa ketika Allah datang, antara Allah dengan para malaikat-Nya terpisah dengan tujuh puluh ribu lapis naungan. (Lihat sumber yang sama)
Berkata Abul ‘Aliyah: “Malaikat datang dengan dinaungi oleh awan, dan Allah datang sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya”. (Tafsir al-Qur’anul al-‘Adhim, Ibnu Katsir, juz I, hal. 266)
Sedangkan tentang Maji’, Allah berfirman:
وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا
dan datanglah Rabbmu; dan malaikat berbaris-baris. (al-Fajr: 22)
Berkata Imam as-Shabuni: “Kami (ahlus sunnah) beriman dengannya Seluruhnya, sesuai dengan apa yang disebutkan di dalamnya, tanpa bertanya seperti apa, atau bagaimana. Sebab kalau Allah menghendaki, niscaya Dia akan menjelaskannya kepada kita bagaimana turun-Nya. Maka kita berhenti pada apa yang telah disebutkannya secara muhkamat…” (Aqidatus Salaf ashhabul Hadits, Imam AshShabuni, Tahqiq Nashir bin Abdur Rahman bin Muhammad al-Juda’, hal. 192)
Sifat Nuzul
Setelah kita meyakini sifat Ityan dan Maji’nya Allah dan meyakini bahwa Allah Allah datang kapan dikehendaki-Nya dan sebagaimana dikehendaki-Nya, maka kita juga meyakini akan datangnya Allah ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir dalam hadits-hadits Nuzul.
Dalam riwayat yang shahih, Rasulullah Õáì Çááå Úáíå æÓáã menghabarkan bahwa Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir. Oleh karena itu ahlus sunnah pun mengimani turunnya Allah pada sepertiga malam terakhir seperti dalam hadits-hadits berikut:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ÑÖí Çááå Úäå:
Sesungguhnya Rasulullah Õáì Çááå Úáíå æÓáã bersabda: “Allah tabaraka wa ta’ala akan turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir. Maka Ia berkata: “Barangsiapa siapa yang berdo’a kepada-Ku akan Aku kabulkan doanya; barangsiapa yang meminta kepada-Ku, akan Aku beri permintaanya; dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku, akan Aku ampuni dia”. (HR. Bukhari Muslim)
Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda:
Jika telah lewat setengah malam atau sepertiganya, Allah ÊÈÇÑß æÊÚÇáì turun ke langit dunia dan berkata: “Bagi mereka yang meminta akan Aku beri, bagi mereka yang berdo’a akan Aku kabulkan, dan bagi mereka yang meminta ampun akan Aku ampuni dia” hingga masuk waktu subuh. (HR. Muslim)
Rasulullah bersabda:
Allah akan turun ke langit dunia setiap malam hingga lewat sepertiga malam yang pertama seraya berkata: “Aku adalah raja, Aku adalah raja. Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, akan aku kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, akan aku beri. Dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku, akan Aku ampuni dia”. Maka terus-menerus dalam keadaan demikian hingga terbitnya fajar. (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah , Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya Allah menunda hingga hilang sepertiga malam yang pertama. Allah turun turun ke langit dunia seraya berkata: “Adakah orang yang meminta ampun? Adakah orang yang bertaubat? Adakah orang yang meminta? Adakah orang yang berdo’a?” hingga terbit fajar. (HR. Muslim)
Demikianlah kami nukilkan beberapa hadits tentang sifat Nuzul (turun) bagi Allah ke langit dunia). Hadits-hadits tersebut telah disepakati keshahihannya, bahkan diantaranya diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Hadits-hadits ini diriwayatkan oleh banyak shahabat. Beberapa shahabat yang meriwayatkan hadits-hadits tentang Nuzul adalah Abu Hurairah, Abu Sa’id al-Khudri, Nafi’ bin Jabir bin muth’im dari ayahnya, Musa bin Uqbah, Ishak bin Yahya, Ubadah bin Shamit, Abdur Rahman bin Ka’ab bin Malik, Jabir bin Abdullah, Ubaidillah bin Abu Rafi’, Ali bin Abi Thalib, Abdullah ibnu Mas’ud, Muhammad bin Ka’ab, Fadlalah ibnu Ubaid, Abu Darda’, Abu Zubair, Sa’id bin Zubair, Ibnu Abbas, Ummul mukminin Aisyah dan Ummu Salamah ÑÖí Çááå Úäåã. (Secara lengkapnya lihat Aqidatus Salaf ashhabul Hadits, Imam Ash-Shabuni, Tahqiq Nashir bin Abdur Rahman bin Muhammad al-Juda’, hal. 203-210)
Ucapan Para Ulama Tentang Sifat Nuzul, Ityan dan Maji’
Diriwayatkan oleh imam Ash-Shabuni dengan sanadnya sampai kepada Ishaq ibnu Rahuyah. Dia berkata: “Bertanya kepadaku gubernur Abdullah bin Thahir: ‘Wahai Aba Ya’qub (yakni Ibnu Rahuyah pent.) hadits yang kau riwayatkan dari Rasulullah Õáì Çááå Úáíå æÓáã : “turun Rabb kita setiap malam ke langit dunia..” bagaimana turun-Nya?’ Saya (yakni Ibnu Rahuyah pent.) jawab: “Semoga Allah memuliakan gubernur. Tidak bisa dikatakan tentang Allah dengan kaifa (bagaimana)”. Allah turun tanpa diterangkan kaifiyahnya’. (Aqidatus Salaf ashhabul Hadits, Imam Ash-Shabuni, Tahqiq Nashir bin Abdur Rahman bin Muhammad al-Juda’. hal. 194)
Dalam riwayat lain, Ibnu Rahuyah pada suatu hari hadir di majlis Gubernur Abdullah bin thahir. Beliau ditanya tentang hadits Nuzul , apakah hadits itu shahih? Beliau menjawab: “Ya”. Maka berkatalah sebagian para ajudannya: “Wahai Aba Ya’qub, apakah engkau menganggap bahwa Allah turun setiap malam? Beliau menjawab: “Ya”. Dia bertanya lagi: “Bagaimana turunnya?” Berkata Ishaq ibnu Rahuyah: “Yakinilah dahulu bahwa Allah tinggi di atas, maka aku akan terangkan turunnya”. Maka mereka pun menjawab: “Kami menetapkan dan meyakini bahwa Allah di atas “. Maka berakta Ibnu Rahuyah: “Bukankah Allah berfirman:
وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا
dan datanglah Rabb-mu; dan malaikat berbaris-baris. (al-Fajr: 22)
Amir bin Abdullah berkata: “Wahai Aba Ya’qub, bukankah datangnya Allah tersebut nanti pada hari kiamat? “Maka Ishaq Ibnu Rahuyah mengatakan: “Semoga Allah memuliakan Amir. Siapa yang berkuasa untuk datang pada hari kiamat, maka siapakah yang dapat menghalangi-Nya untuk datang ke langit dunia setiap malam?” (Aqidatus Salaf ashhabul Hadits, Imam Ash-Shabuni, Tahqiq Nashir bin Abdur Rahman bin Muhammad al-Juda’. hal. 197-198)
Juga diriwayatkan oleh imam Ash-Shabuni bahwa Abdulah bin Salam pernah bertanya kepada Abdullah bin Mubarak: Apakah benar Allah turun pada malam nisfhu Sya’ban?. Abdullah bin Mubarak menjawab: “Wahai orang yang dlaif (lemah), Allah turun pada setiap malam!” Seseorang yang hadir ketika itu bertanya: “Wahai Abu Abdurrahman (Ibnul Mubarak), bagaimana turunnya, bukankan nanti t’Arsy-Nya kosong?” Abdullah bin Mubarak menjawab: “Allah turun sebagaimana dikehendaki-Nya!!” Dalam riwayat lain Abdullah bin Mubarak marah dan berkata: “Jika datang kepadamu hadits dari Rasulullah , maka tunduklah!”. (Aqidatus Salaf ash habul Hadits, Imam Ash-Shabuni, Tahqiq Nashir bin Abdur Rahman bin Muhammad al-Juda’, hal. 196)
Imam Ash-Shabuni berkata: “Ketika telah shahih riwayat tentang turunnya Allah ke langit dunia dari Rasulullah , maka ahlus sunnah menerima berita tersebut dan menetapkan sifat Nuzul sesuai dengan apa yang telah dikakatakan oleh Rasulullah . Mereka tidak menyerupakan turunnya Allah dengan turunnya mahluk. Mereka juga tidak pernah membahas dan mencari-cari bagaimana turunnya, karena tidak mungkin ada jalan untuk mengetahuinya. Mereka mengetahui dengan yakin bahwa sifat-sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat mahluk-Nya seba-gaimana Dzat Allah tidak sama dengan dzat mahluk-Nya. Maha suci Allah dan Maha tinggi dari apa yang diucapkan oleh kaum musyabbihah (yang menyerupakan) dan mu’athilah (para penolak sifat). Maha Tinggi setinggi-tingginya, dan semoga Allah melaknat mereka dengan sebesar-besarnya”. (idem, hal. 232)
Hammad Ibnu Abi Hanifah pernah membantah mereka (yakni para mu’athilah): “Bagaimana pendapat kalian tentang ayat Allah: Bukankah Rabb kita datang pada hari kiamat sebagaimana dikatakan-Nya? Bukankah para malaikat juga datang berbaris-baris?” Mereka menjawab: “Adapun para malaikat mereka datang berbaris-baris. Adapun Rabb kita ÊÈÇÑß æÊÚÇáì kita tidak mengetahui apa maksud ayat tersebut dan kami tidak tahu bagaimana datangnya”. Hammad ibnu Abi Abi Hanifah berkata: “Kami tidak membebani kalian untuk menerangkan bagaimana datangnya, tapi kami meminta kalian untuk beriman dengan datangnya Allah! Bagaimana pendapat kalian kalau ada orang yang mengingkari para malaikat datang berbaris-baris? Bagaimana hukumnya menurut kalian?” Mereka menjawab: “Kafir dan mendustakan al-Qur’an.” Hammad berkata: “Kalau begitu demikian pula orang yang mengingkari bahwa Allah datang pada hari kiamat. Maka dia adalah kafir dan mendustakan al-Qur’an”. (idem, hal. 234-235)
Fudlail ibnu Iyyadl berkata: “Jika ada seorang dari aliran Jahmiyyah berkata: “Aku tidak percaya kalau Rabb turun ke langit dunia”. Maka kamu katakan: “Aku beriman kepada Rabb yang Maha melakukan apa yang dikehendaki-Nya”.”
Dari hadits-hadits shahih dan ucapan para ulama di atas di samping faedah penetapan sifat Nuzul, kita mendapatkan faedah besar yaitu betapa berharganya waktu sepertiga malam terakhir ketika Allah turun ke langit dunia dan menawarkan ampunan, pemberian dan pengkabulan doa. Orang yang yakin dengan hadits ini, tentu akan memanfaatkan waktu tersebut untuk shalat malam dan berdoa. Adapun orang yang tidak percaya, ragu, menakwilkan dengan makna lain, maka semangat mereka untuk bangun di waktu tersebut sangat lemah, karena tidak ada dorongan aqidah dalam hatinya. Inilah yang menyebabkan kaum munafik terhalang dari keutamaan waktu tersebut.
Wallahu a’lam
(Dikutip dari bulletin Manhaj Salaf, Edisi: 52/Th. II tgl 23 Muharram 1426 H/4 Maret 2005 M, judul asli Sifat Nuzul, Iyan, Maji’ Bagi Allah, penulis asli Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed)