Para ulama abad ini telah memberikan pujian terhadap beliau dan telah mempersaksikan kebenaran serta kejujuran beliau dengan persaksian yang sebenarnya. Mereka memberitakan tentang keutamaan keilmuan dan kekokohan beliau di atas Sunnah dan manhaj salafus salih.
Termasuk diantara mereka adalah Samahatusy Syaikh ‘Abdil ‘Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani, Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahab Al-Banna, Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdillah As-Subayyil, Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad Al-Madkhali, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri dan selain mereka dari kalangan para ulama terkemuka dan orang-orang yang memiliki keutamaan berikut kebaikan. Merekalah yang disebut sebagai ahlul ilmi dan cukuplah persaksian mereka sebagai rekomendasi.
Bagaimana tidak, sementara Allah Ta’ala telah menjadikan mereka sebagai saksi atas keesaan-Nya di dalam Kitab-Nya yang mulia. Dia berfirman :
“Allah menyatakan bahwasanya tiada ilah yang berhak untuk diibadahi melainkan-Nya begitu pula para malaikat dan orang-orang yang memiliki ilmu dalam keadaan tegak di atas keadilan. Tiada ilah yang diibadahi dengan haq kecuali Dia Dzat yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali ‘Imran: 18)
Kami ketengahkan sebagian dari pujian dan sanjungan mereka terhadap imam yang mulia ini hingga menjadi jelas kedudukan beliau bagi setiap orang yang berakal sekaligus tampaklah kedustaan dan kesesatan siapa yang mencela atau berbuat dengki serta mengejek beliau.
Inilah pujian mereka dan hanya kepada Allah saja aku memohon pertolongan.
[Kami kutip sebagian dari kalimat yang nampak pujian yang jelas atas beliau saja, mengingat demikian panjangnya kalimat syaikh tersebut, red]
1. Al-Imam Al-‘Allamah ‘Ubaidullah Ar-Rahmani Al-Mubarakfuri rahimahullah
[Beliau adalah penulis kitab Mura’aatul Mafaatiih Syarhu Misykaatil Mashaabiih. Beliau adalah seorang ulama dari India yang terkenal dan termasuk seorang ahli hadits kenamaan, wafat tahun 1414 H. Beliau memberikan ijazah kepada Syaikh Rabi’ sebagaimana para ulama yang lain, diantara mereka adalah Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri, Asy-Syaikh Isma’il Al-Anshari, Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An –Najmi, Asy-Syaikh Badi’ud Din As-Sindi, Asy-Syaikh ‘Aliimud Din An-Nidyawi, Asy –Syaikh Muhammad Ash-Shumali dan yang selain mereka -semoga Allah merahmati mereka semuanya dan menjaga mereka yang masih hidup.]
“Sungguh aku dapati beliau adalah seorang yang memiliki begitu banyak ilmu, keutamaan yang besar, pemahaman yang lurus, tabiat yang istiqomah (lurus) di atas manhaj salafus salih radliyallahu anhum, baik i’tiqad (keyakinan) maupun amalannya. Beliau adalah seorang pengikut Al-Kitab dan As-Sunnah , penolong dan pembela keduanya, yang sangat keras terhadap para pengikut kebid’ahan dan hawa nafsu, yang akan selalu membantah muqallidin (orang-orang yang suka membebek) yang menghabiskan sebagian besar usaha mereka untuk mempelajari hadits kemudian menyampaikannya dengan mengkompromikannya agar sesuai dengan madzhab mereka. Semoga Allah memberikan berkah kepada beliau dengan ilmunya dan memberikan nikmat kepada kaum muslimin dengan panjangnya umur beliau….”
Demikian yang beliau katakan sampai akhir ijazah tersebut yang ditulis tanggal 19 Dzulqa’dah 1401 H.
2. Al-Imam Al-‘Allamah Samahatus Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah
Syaikh Bin Baz pernah ditanya tentang Syaikh Rabi’ bin Hadi dan Syaikh Muhammad Amman, maka beliau mengatakan : “Khusus mengenai Syaikh Muhammad Amman Al-Jami dan Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, keduanya adalah ahlussunah dan aku mengenal keduanya dengan keilmuan mereka, keutamaan serta akidah yang benar. Dr. Muhammad Amman Al-Jami telah meninggal dunia pada malam Kamis tanggal 27 Sya’ban tahun ini –semoga Allah merahmati beliau- namun aku menasehatkan agar tetap mengambil faedah dari kitab-kitab yang ditulis oleh keduanya. Kita memohon kepada Allah agar memberikan taufik-Nya kepada kita semua menuju perkara yang diridlai-Nya dan agar Allah mengampuni Syaikh Muhammad Amman dan agar memberikan taufik kepada seluruh kaum muslimin kepada perkara yang diridlai-Nya dan perkara yang padanya terdapat perbaikan bagi kaum muslimin, sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha dekat.” (kaset Al-As`ilah As-Suwaidiyyah)
Beliau rahimahullah juga mengatakan: “Saudara-saudara kami para masyayikh yang terpandang di Madinah ini, tidak lagi kami ragukan. Mereka adalah para penganut akidah yang baik dan mereka adalah Ahlus Sunnah wal jama’ah, seperti Syaikh Muhammad Amman bin ‘Ali, Syaikh Rabi’ bin Hadi, Syaikh Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi, dan Syaikh Muhammad bin Hadi, di sisi kami mereka semuanya telah dikenal dengan keistiqamahan dan keilmuan serta akidah yang baik…akan tetapi para penyeru kebatilan yang gemar memancing di air keruh, oknum-oknum yang suka membuat kekacauan di kalangan manusia mereka membicarakan perkara-perkara ini, mereka mengatakan tujuannya demikian dan demikian, padahal semua itu tidak baik. Yang wajib adalah membawa ucapan kepada kemungkinan yang paling baik.” (kaset Taudlihul Bayan)
Bahkan aku (syaikh Kholid Dhufairi, red) mendengar sendiri dengan dua telingaku ini, perbincangan antara Syaikh Bin Baz dan Syaikh Rabi’: “Wahai Syaikh Rabi’, bantahlah setiap orang yang berbuat kesalahan. Andaikan Ibnu Baz berbuat kesalahan maka bantahlah dia atau apabila Ibnu Ibrahim berbuat kekeliruan, bantahlah dia….” Kemudian beliau memuji Syaikh Rabi’ dengan pujian yang indah dan sungguh Allah-lah saksi atas apa yang aku katakan ini.
Bahkan Syaikh Bin Baz telah mengizinkan Syaikh Rabi’ untuk mengajar di masjid beliau beberapa bulan sebelum beliau meninggal, yang mana hal ini menunjukkan bahwa Syaikh meninggal dalam keadaan ridla kepada Syaikh Rabi’. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa Syaikh Rabi’ adalah murid senior Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz dan termasuk pelopor mereka.
3. Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah.
Diajukan sebuah pertanyaan kepada Syaikh Al-Albani dalam sebuah kaset yang berjudul Liqa` Abil Hasan Al-Ma`ribi ma’a Al-Albani, yang berbunyi : “Meskipun telah diketahui sikap dua orang syaikh yang mulia, yaitu Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali dan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i dalam memerangi kebid’ahan dan pendapat-pendapat yang menyimpang, ada sebagian kalangan pemuda (Abul Hasan al Mishri, red) yang meragukan bahwa keduanya berada di atas garis salaf.” [Semakin jelas akhir-akhir ini jeleknya perkara yang digeluti oleh Abul Hasan baik yang berupa tipu daya terhadap dakwah salafiyyah maupun permusuhannya terhadap dakwah ini, berikut para ulamanya dan para pengikutnya. Maka cocoklah apa yang dikatakan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah disini : “Bisa jadi dia adalah seorang yang jahil bodoh atau seorang pengikut hawa nafsu” dan aku tidak ragu lagi bahwa dia termasuk golongan yang terakhir. Sehingga kita memohon perlindungan Allah dari kejelekannya dan kita meminta agar Allah memberinya petunjuk atau menimpakan musibah kepadanya.”]
Maka beliau rahimahullah menjawab : “Alhamdulillah kami merasa yakin bahwasanya para da’i di berbagai negeri Islam yang mereka menegakkan kewajiban fardlu kifayah (ini), yang mana sedikit orang yang bersedia menunaikannya di masa-masa sekarang, mereka akan dicemooh karena mereka berdakwah dengan dakwah yang benar yang tegak di atas Al-Kitab dan As-Sunnah di atas manhaj salafus salih ini. Maka penghinaan atas diri dua orang syaikh ini, yaitu Syaikh Rabi’ dan Syaikh Muqbil, dua orang da’i kepada Kitabullah dan Sunnah di atas pemahaman salafus salih, atau pernyataan perang dari orang-orang yang menyelisihi manhaj yang benar ini -sebagaimana inilah yang nampak oleh semua orang- celaan kepada mereka ini hanya bersumber dari salah satu diantara dua kemungkinan orang : bisa jadi dia seorang yang jahil/bodoh dan bisa jadi dia adalah pengikut hawa nafsu.”
“Kalau dia seorang yang jahil maka masih mungkin diharapkan dia akan mendapatkan petunjuk, karena ia menyangka dia sudah berada di atas ilmu, dia menyangka dia telah mengetahui, maka ketika jelas baginya ilmu yang benar, niscaya ia akan mendapatkan hidayah……”
“Tapi (kalau dia adalah) pengikut hawa nafsu maka kita tidak dapat berharap lagi, kecuali Allah Tabaraka wa Ta’ala yang akan memberikan petunjuk kepadanya. Mereka yang meragukan kedua syaikh ini -sebagaimana yang telah kami sebutkan- bisa jadi dia adalah seorang yang bodoh sehingga dia harus diajari, atau dia adalah seorang yang mengikuti hawa nafsunya, maka kita memohon perlindungan Allah dari kejelekannya dan kita memohon kepada-Nya semoga Allah memberinya petunjuk ataukah Allah timpakan bencana kepadanya.” (kaset yang berjudul Liqa` Abil Hasan Al-Ma`ribi ma’a Al-Albani)
Dalam kaset Al-Muwazanat Bid’atul ‘Ashr li Al-Albani, setelah beliau membicarakan tentang bid’ah kontemporer ini, beliau juga berkata: “Secara ringkas aku katakan, sesungguhnya pembawa bendera jarh wat ta’dil jaman ini adalah saudara kami Dr. Rabi’, sedangkan orang-orang yang membantah beliau sama sekali tidak berada di atas ilmu selamanya, sementara ilmu ada pada diri beliau. ”
Syaikh Al-Albani juga menulis dalam ta’liq (komentar) beliau terhadap kitab Syaikh Rabi’ yang berjudul Al-‘Awashim mimma fii Kutubi Sayyid Quthb minal Qawashim : “Semua yang anda bantah dari Sayyid Quthub benar dan tepat, dengannya akan jelas bagi setiap muslim yang membacanya tentang sedikit wawasan keislaman yaitu bahwa Sayyid Quthub sama sekali tidak memiliki pengetahuan terhadap Islam baik ushul-ushulnya (pokok-pokoknya) maupun cabang-cabangnya.”
“Semoga Allah membalas anda dengan balasan yang lebih baik, wahai Syaikh Rabi’ atas kewajiban yang telah anda tunaikan dalam menerangkan dan menyingkap kebodohan dan penyimpangannya dari Islam.”
Dan sungguh aku (penulis, Syaikh Kholid Dhufairi) melihat sendiri dengan mata kepalaku, tulisan tangan Syaikh ini di perpustakaan pribadi beliau, yang mana perpustakaan itu kini menjadi bagian perpustakaan Universitas Islam Madinah dan ada satu salinan naskah tulisan tersebut yang ada di tanganku.
Syaikh Rabi’ terhitung sebagai murid senior Syaikh Al-Albani dan termasuk generasi awal yang belajar kepada beliau. Syaikh Albani mengajar beliau semasa di Universitas Islam Madinah.
4. Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih bin ‘Utsaimin rahimahullah
Beliau ditanya tentang Syaikh Rabi’ sebagaimana terekam dalam kaset Al-`As`ilah As-Suwaidiyyah, beliau mengatakan: “Adapun mengenai Syaikh Rabi’ maka aku tidak mendapati pada diri beliau kecuali kebaikan dan beliau adalah seorang shahibus Sunnah (Ahlus Sunnah, pent.) dan seorang ahli hadits.”
Sebagaimana dalam kaset Ittihaful Kiram yang direkam di ‘Unaizah setelah muhadlarah Syaikh Rabi’ di sana dengan tema Al-I’tisham bil Kitab was Sunnah, yang saat itu aku turut menyertai Syaikh Rabi’ dan aku hadir dalam pertemuan tersebut, Syaikh ‘Utsaimin mengatakan : “Sesungguhnya kami memuji Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan kemudahan bagi saudara kami Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali sehingga beliau dapat mengunjungi daerah ini, agar menjadi jelaslah perkara-perkara yang tadinya masih tersembunyi di kalangan sebagian orang tentang beliau, yaitu bahwasanya saudara kami ini -semoga Allah memberikan taufik kepada kami dan kepada beliau- manhaj beliau ada di atas jalan para salaf. ”
Dalam kaset yang sama ada seorang hadirin yang berkata : “Di sini banyak pertanyaan seputar kitab-kitab Syaikh Rabi’.”
Maka beliau rahimahullah menjawab: “Yang jelas pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak perlu diajukan, sebagaimana Imam Ahmad ketika beliau ditanya tentang Ishaq bin Rahuyah rahimahumullah jami’an, maka Imam Ahmad berkata : ”Apakah orang seperti aku ditanyai tentang Ishaq?! Seharusnya Ishaq yang ditanyai tentangku.” Aku telah mengatakan pada awal pembicaraan mengenai apa yang aku ketahui tentang Syaikh Rabi’-semoga Allah memberikan taufik kepada beliau- dan senantiasa aku mengingatnya sampai sekarang. Kunjungan beliau ke sini serta kata-katanya yang sampai kepadaku, tidak diragukan lagi bahwa ucapan-ucapan itu hanya akan menambah rasa cinta dan doa kebaikan bagi beliau dari manusia.”
Beliau juga ditanya sebagai berikut: “Ada yang mengatakan bahwa manhaj Syaikh Rabi’ menyelisihi manhaj AhlusSunnah wal jama’ah ?”
Maka beliau menjawab dengan perkataan beliau: “Aku tidak pernah tahu beliau telah menyimpang. Syaikh Rabi’ banyak dipuji oleh para ulama kalangan muta`akhirin. Tidak ada yang aku ketahui dari diri beliau selain kebaikan.” (Kaset Tsana` `Aimmatid Da’wah ‘ala Syaikh Rabi’).
5. Asy-Syaikh Al-‘Allamah Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah
Beliau Syaikh Shalih Al-Fauzan pernah ditanya di Makkah, tanggal 13 Jumadil Akhir 1424 H : ”Apakah nasehat anda bagi para pemuda yang mereka mencela sebagian imam-imam dakwah salafiyyah seperti Syaikh Muhammad Aman Al-Jami dan Syaikh Rabi’ Al-Madkhali ?”
Maka beliau menjawab: “Tinggalkan (jangan sebutkan pada kami, pent.) keganjilan-keganjilan maupun ucapan ini dan itu. Para masyayikh insyaAllah adalah orang-orang yang memiliki kebaikan, barakah bagi dakwah salafiyyah dan mereka mengajari manusia. Jangankan keberadaan mereka, tidak diridlai oleh sebagian orang, Rasulullah saja tidak semua manusia ridla kepada beliau, ada orang-orang yang merasa tidak puas dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Masalah kejiwaan-kejiwaan dan hawa nafsu seperti ini tidak bisa dijadikan sandaran. Kita harus berbaik sangka kepada para masyayikh. Tidaklah kita ketahui dari mereka kecuali kebaikan insyaAllah dan kita mendoakan mereka agar diberi taufik.”
6. Yang mulia Syaikh Al-‘Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah
Dan dalam kaset Al-`As`ilah As-Saniyah li ‘Allamah ad-Diyar Al-Yamaniyyah ketika menjawab pertanyaan seorang pemuda dari Tha`if, beliau mengatakan : “Pada masa sekarang ini orang yang paling tahu tentang kelompok-kelompok dan tentang kerusakan berbagai jama’ah tersebut adalah Saudaraku Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafidzahullah. Barangsiapa yang dikatakan oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi bahwasanya dia adalah seorang hizbi, pasti tidak lama kemudian akan terungkap pada kalian benar bahwa ia adalah seorang hizbi. Pasti kalian akan ingat yang demikian ini. Memang pada mulanya keadaan seseorang tidak terlihat, dia tidak suka keadaannya yang sebenarnya terungkap, akan tetapi ketika kedudukannya bertambah kuat, pengikutnya semakin banyak dan dia tidak menghiraukan pembicaraan tentang dirinya, maka terbukalah apa yang sebenarnya ada pada dirinya. Maka aku nasehatkan agar kitab-kitab beliau dibaca dan diambil faidah darinya, semoga Allah ta’ala menjaga beliau.”
Dalam pertanyaan yang ke 135 (dalam kitab Tuhfatul Qarib wal Mujib), ketika beliau ditanya tentang para ulama yang dapat dijadikan tempat rujukan, beliau mengatakan : “..dan Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, karena beliau adalah salah satu ayat dari ayat-ayat Allah dengan pengetahuan beliau akan masalah-masalah hizbiyah, namun tidak seperti ayat-ayat Iran yang pendusta.”
“Dan termasuk ulama Ahlus Sunnah yang utama yang mereka hidup di jaman ini, yang mereka berdiri menghadang oknum-oknum pembuat kebatilan yaitu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, begitu pula Syaikh Rabi’ bin Hadi dan yang selain mereka.”
Saudaraku Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Al-Bar’i dalam makalahnya yang berjudul Adz-Dzabb ‘anis Sunnah wa ‘Ulamaa`iha mengatakan : “Telah wafat empat orang masyayikh yaitu Syaikh Al-Albani, Syaikh Bin Baz, Syaikh Muqbil dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam keadaan mereka ridla terhadap keadaan, perjalanan dakwah dan mereka meridlai Syaikh Rabi’ beserta kiprah beliau dalam dakwah menyeru kepada Allah. Bahkan pernah Syaikh Rabi’ masuk sedangkan kami sedang duduk bersama Syaikh Muqbil di tempat beliau menginap di Makkah, maka Syaikh Rabi’ mengucapkan salam kepada hadirin dan ketika beliau sampai kepada Syaikh Muqbil yang ketika itu beliau menjawab salam sambil duduk, Syaikh Muqbil mengatakan kepada Syaikh Rabi’ : “Sebenarnya anda berhak untuk disambut dengan berdiri sayangnya aku sedang sakit (sehingga aku tidak bisa menyambutmu dengan berdiri).”
7. Fadlilatus Syaikh Al-‘Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafidzahullah
Beliau hafidzahullah berkata dalam kaset pertama dari kaset yang berjudul Ahkamul ‘Ulama` fi Maqalati ‘Adnan ‘Ar’ur : “Adapun Syaikh Rabi’ beliau terkenal dengan perjuangan beliau demi memenangkan Sunnah dan membantah para pencetus kebid’ahan, semoga Allah membalas beliau dengan balasan yang lebih baik.”
Beliau hafidzahullah pernah ditanya : “Bagaimana pendapat anda mengenai orang yang mencela Syaikh Rabi’?”
Maka beliau mengatakan : “Orang yang mencela beliau menunjukkan adanya keanehan dalam dirinya sekaligus menunjukkan dia adalah seorang mubtadi’ (ahlul bid’ah) atau pembantu ahlul bid’ah yang sedang bekerjasama dengan ahlul bid’ah. Karena orang (yang mereka cela) ini adalah Ahlussunnah sementara tidaklah seseorang itu mencela Ahlussunnah kecuali dia itu pasti seorang yang terfitnah lagi tersesat, kita memohon kepada Allah agar memberi petunjuk kepada kita semua.”
8. Fadlilatus Syaikh ‘Ubaid bin ‘Abdillah Al-Jabiri hafidzahullah
Beliau pernah ditanya tentang Syaikh Rabi’ dalam kaset At-Tibyan fii Ba’dli Akhtha` ‘Adnan ‘Ar ‘Ur, dikatakan kepada beliau : “Banyak sekali pembicaraan mengenai Syaikh Rabi’ dan apakah beliau termasuk ulama kaum muslimin ?”
Maka beliau menjawab dengan ucapan beliau : “Syaikh Rabi’ -walillahil hamd- adalah seorang yang dikenal baik oleh kalangan orang-orang tertentu maupun para ulama. Dan tentang beliau ini yaitu Syaikh Rabi’ sungguh Syaikhuna Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz telah memberikan rekomendasi kepada beliau. Dan aku tidak pernah menyangka pertanyaan seperti ini akan kalian ajukan kepadaku.”
Beliau hafidzahullah dalam sebuah penjelasan beliau seputar fitnah Abul Hasan mengatakan : “Sungguh aku telah menelusuri kitab-kitab yang ditulis oleh Fadlilatul ‘Allamah Asy-Syaikh Rabi’ dan aku telah menyelidikinya dengan cermat, maka aku dapati seluruh ulasan beliau mengenai Abul Hasan benar semuanya.”
Beliau juga mengatakan : “Sesungguhnya Syaikh Rabi’ hafidzahullah dan Syaikh Ahmad An-Najmi hafidzahullah mereka memiliki bobot keilmuan dan mereka berdua –alhamdulillah- terkenal akan benarnya keyakinan mereka, selamatnya manhaj mereka, keistiqamahan mereka, sehingga mereka tidak akan menjarh (mengkritik) kecuali kepada orang yang memang berhak dikritik.
“Syaikh Rabi’ telah direkomendasikan oleh Samahatul Imam Al-Walid Al-‘Allamah Al-Atsari Al-Faqih Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, demikian pula datang rekomendasi bagi beliau dari Al-Imam Al-Faqih Al-Mujtahid Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin rahimahullah dan juga dari Al-Imam Al-Muhaddits jaman ini tanpa diperselisihkan lagi yaitu Al-Imam Nashir rahimahullah yang mana beliau menyebut Syaikh Rabi’ sebagai pembawa bendera ilmu Jarh wat Ta’dil jaman ini. Bendera yang diangkat oleh Syaikh Rabi’ dalam rangka jihad Ahlussunnah dan dalam rangka pembelaan terhadap Sunnah dan para pembawanya, yang menjadi duri dalam dada-dada mubtadi’ah sampai hari kiamat nanti –walhamdulillah- (bendera ini) tak akan pernah rendah, tak akan pernah berubah dan tak akan pernah jatuh terjungkir.
[Dan masih banyak lagi pujian atas beliau dari masyayikh lainnya, karena keterbatasan kami, hanya kami kutip sampai disini, red]
(Dikutip dari terjemah buku karya Syaikh Abu ‘Abdillah Khalid bin Dlahwi Adz-Dzufairi, edisi Bahasa Indonesia Mengenal Lebih Dekat Asy Syaikh Rabi’ Bin Haadi al Madkhali, Sosok Ulama Pembela Sunnah Nabi. Diterjemahkan Ummu Affan, penerbit Media Ahlus Sunnah, Purwokerto)