Al-Allamah Ibnul Qoyyim rahimahullaah berkata:
“dan kadangkala sebagian orang yang tertipu dengan nikmat Allah yang ia lihat terhadapnya di dunia dan nikmat itu tidak berubah (tetap ia dapatkan), ia menyangka bahwa itu adalah bentuk kecintaan Allah kepadanya dan bahwa ia akan diberi kenikmatan yang lebih utama lagi di akhirat. Ini adalah termasuk bentuk ghurur (tertipu oleh persangkaannya sendiri, pent)
Berkata Imam Ahmad : telah menceritakan kepadaku Yahya bin Ghailan, telah menceritakan kepadaku Risydin bin Sa’ad, dari Harmalah bin Imron atTujiibiy, dari ‘Uqbah bin Muslim, dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam beliau bersabda :
((Jika engkau melihat Allah azza wa jalla memberikan kepada seorang hamba bagian dari dunia di atas kemaksiatannya dengan perkara yang ia sukai, maka itu hanyalah istidraj)), kemudian beliau membacakan firman Allah ‘azza wa jalla :
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إذا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُون
{Tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, maka kami bukakan untuk mereka pintu-pintu (kenikmatan) segala sesuatu, sampai ketika mereka merasa gembira dengan apa yang diberikan, (saat itu pula) kami azab mereka secara tiba-tiba, sehingga jadilah mereka orang-orang yang kebingungan}. [al-An’am : 54].
Berkata sebagian salaf :
“Jika kamu melihat Allah ‘azza wa jalla mengikutkanmu dengan suatu kenikmatan padahal kamu senantiasa di atas kemaksiatan-kemaksiatanNya, maka waspadalah darinya. Karena hal itu hanyalah istidraj yang Allah timpakan kepadamu dengannya. Sungguh Allah ta’ala telah berfirman :
وَلَوْلا أَنْ يَكُونَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً لَجَعَلْنَا لِمَنْ يَكْفُرُ بِالرَّحْمَنِ لِبُيُوتِهِمْ سُقُفاً مِنْ فِضَّةٍ وَمَعَارِجَ عَلَيْهَا يَظْهَرُونَ وَلِبُيُوتِهِمْ أَبْوَاباً وَسُرُراً عَلَيْهَا يَتَّكِئُونَ وَزُخْرُفاً وَإِنْ كُلُّ ذَلِكَ لَمَّا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةُ عِنْدَ رَبِّكَ لِلْمُتَّقِينَ
{Seandainya bukan karena manusia akan menjadi umat yang satu (di atas kekufuran), sungguh akan kami buatkan bagi orang-orang yang kufur kepada Yang Mahapenyayang atap-atap dari perak untuk rumah-rumah mereka dan tangga-tangga (dari perak) yang padanya mereka naik. Dan (kami buatkan) untuk rumah-rumah mereka pintu-pintu dan dipan-dipan yang mereka bertelekan di atasnya. (kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan, sesungguhnya itu semua tidak lain hanyalah kesenangan dunia semata dan akhirat di sisi Rabbmu hanya untuk orang-orang yang bertakwa}. [az-Zukhruf : 33-35]”.
Allah subhanahu telah membantah orang-orang yang menyangka dengan persangkaan yang demikian itu melalui firmanNya :
{فَأَمَّا الأِنْسَانُ إذا مَا ابْتَلاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ وَأَمَّا إذا مَا ابْتَلاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ كُلاً}
{Adapun manusia itu jika Rabbnya menimpakan ujian kepadanya, lalu Dia memuliakannya dan memberinya kenikmatan maka ia mengatakan : “Rabbku telah memuliakan aku”. Adapun jika Rabbnya menimpakan ujian kepadanya, kemudian membatasi rezkinya maka ia mengatakan : “Rabbku telah menghinakan aku”. Sekali-kali tidak} [al-Fajr : 15-17].
Yaitu tidak semua orang yang Aku berikan nikmat kepadanya dan Aku lapangkan untuknya rezkinya, lantas menjadikan Aku memuliakannya. Tidak pula setiap yang Aku timpakan ujian kepadanya dan Aku sempitkan baginya rezkinya, lantas menjadikan Aku menghinakannya. Bahkan Aku uji yang ini dengan kenikmatan, dan Aku muliakan yang itu dengan ujian.
Di dalam Jami’ at-Tirmidzi, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam :
إن الله يعطي الدنيا من يحب ومن لا يحب ولا يعطي الإيمان إلا من يحب
((Sesungguhnya Allah memberikan dunia ini kepada orang-orang yang Dia cintai dan orang-orang yang tidak Dia cintai. Tetapi Dia tidak memberikan keimanan kecuali hanya kepada orang-orang yang Dia cintai saja)).
Sebagian salaf berkata : “Kerap kali orang-orang yang ditimpa istidraj dengan nikmat Allah kepadanya dalam keadaan ia tidak menge
tahui, kerap kali orang yang tertipu dengan ditutupi (aibnya) oleh Allah dalam keadaan ia tidak mengetahui, dan kerap kali orang yang terfitnah dengan pujian manusia atas dirinya dalam keadaan ia tidak mengetahui”.
Lihat : “ad-Da’u wa ad-Dawa'” (37-38).
Catatan Penerjemah:
Istidraj adalah orang yang semakin bertambah kemaksiatan atau kekufurannya tapi ia semakin mendapatkan tambahan kenikmatan dunia. Hal itu membuat ia semakin jauh dari Allah, tidak bertaubat dari dosanya justru menambah dosanya, hingga ketika Allah adzab dia, adzab yang diterimanya semakin berlipat sesuai dosanya yang semakin banyak. Semoga Allah melindungi kita dari hal yang demikian.
Di Terbitkan : Team Redaksi Salafy.or.id